|
|
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DIREKTORAT
PENDIDIKAN LANJUTAN PERTAMA
JAKARTA,
2005
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
|
PENDAHULUAN
Pelaksanaan otonomi pendidikan juga menuntut
perubahan dalam sistem supervisi yang bukan saja mengemban fungsi pengawasan
tetapi juga fungsi pembinaan terhadap menyelenggaraan pendidikan. Pengawasan
dan pembinaan pendidikan baik di tingkat lembaga pendidikan maupun birokrasi
pengelolaan. Pengawasan dan pembinaan sebagai bagian dari manajemen harus dapat
berjalan seimbang dengan fungsi manajemen lainnya agar dapat dicapai
peningkatan kinerja penyelenggara pendidikan secara optimal. Pelaksanaan
otonomi daerah mempunyai implikasi terhadap tuntutan pelaksanaan proses
evaluasi yang lebih profesional, obyektif, jujur dan transparan sebagai
rangkaian dari pengawasan dan pembinaan sekolah dalam rangka peningkatan
kualitas pendidikan.
Proses evaluasi terhadap seluruh aspek
pendidikan harus diarahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanan
pendidikan yang berkualitas (Quality
assurance) dan memberdayakan mereka yang dievaluasi sehingga menghasilkan
lulusan pendidikan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Artinya pihak yang
dievaluasi, apakah itu administrator pendidikan, Kepala Sekolah, guru, atau
siswa akan merasakan bahwa kegiatan evaluasi membantu untuk mengenal berbagai
kelebihan dan kekurangannya, serta memberikan arah yang jelas dilakukan untuk
mencapai kualitas yang lebih baik. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan
secara berkesinambungan, komprehensif, dan transpa-ran serta memotivasi peserta
didik dan pengelola pendidikan untuk terus menerus berupaya meningkatkan mutu
kegiatan pembelajaran dan pendidikan.
Sehubungan dengan prinsip evaluasi di atas,
untuk menjaga komparabilitas dan pengakuan kualitas input, proses dan hasil
dari setiap lembaga pendidikan perlu dilakukan penilaian kinerja sekolah.
Proses penilaian kinerja sekolah dilakukan secara berkala dan terbuka dengan
tujuan membantu dan memberdayakan sekolah agar mampu mengembangkan
sumberdayanya dalam mencapai tujuan pendidikan.
Berangkat dari pemikiran tersebut, Direktorat
PLP merasa perlu untuk membuat pedoman dan instrumen penilaian kinerja sekolah,
yang dapat dipergunakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di Indonesia dalam
rangka pembinaan sekolah.
Penilaian kinerja sekolah secara umum
bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan pada unit
pelaksana teknis (sekolah). Pengertian kualitas mencakup unsur-unsur konteks,
masukan (input), proses dan hasil pendidikan (keluaran dan dampak pendidikan).
Secara rinci tujuan penilaian kinerja sekolah adalah sebagai berikut:
1.
Memperoleh gambaran kinerja sekolah secara umum, yang dapat dipergunakan
sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu pendidikan.
2.
Menyediakan informasi yang akurat kepada masyarakat tentang mutu suatu
sekolah.
3.
Memberikan masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan
peningkatan kualitas layanan sekolah.
Sementara itu, penilaian kinerja sekolah
memiliki manfaat bagi:
1.
Sekolah; hasil penilaian kinerja sekolah
merupakan acuan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dan rencana
pengembangan sekolah, dan sekaligus menjadi bahan masukan untuk usaha pembinaan
dan pengembangan kinerja warga sekolah dalam rangka menerapkan visi, misi, dan
peningkatan status jenjang akreditasi sekolah, termasuk dimanfaatkan sebagai
tolok ukur untuk persai-ngan kualitas sekolah pada tingkat internasional,
regional, nasional, propinsi, maupun tingkat kabupaten/kota.
2.
Masyarakat; hasil penilaian kinerja sekolah
diharapkan menjadi informasi yang akurat untuk menyatakan kualitas pendidikan
yang ditawarkan oleh setiap sekolah; Sehingga secara sadar dan
bertanggung-jawab masyarakat dapat membuat keputusan dan pilihan yang tepat
kaitannya dengan pendidikan bagi anak didik sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya masing-masing.
3.
Dinas Pendidikan; hasil penilaian kinerja sekolah diharapkan
dapat menjadi acuan dalam rangka pembinaan dan pengembangan/ peningkatan
kualitas pendidikan di daerah masing-masing.
4.
Pemerintah; hasil penilaian kinerja sekolah
diharapkan menjadi bahan masukan untuk pengembangan sistem penilaian
kinerja sekolah di masa mendatang dan
sekaligus menjadi alat pengendalian kualitas pelayanan pendidikan bagi
masyarakat.
Selanjutnya sekolah sebagai institusi, hasil
penilaian kinerja memiliki makna yang penting, karena dapat digunakan sebagai
berikut :
1.
Acuan
dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan rencana pengembangan sekolah.
2.
Umpan
balik untuk usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga sekolah dalam
rangka menetapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program sekolah.
3.
Pendorong
motivasi untuk sekolah agar terus meningkatkan mutu sekolahnya secara bertahap,
terencana, dan kompetitif di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, bahkan
regional dan internasional.
4.
Bahan
informasi bagi sekolah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan
dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme,
moral, tenaga dan dana.
Untuk kepala sekolah hasil penilaian kinerja
diharapkan dapat menjadi bahan informasi
untuk pemetaan indikator kinerja warga sekolah, termasuk kinerja kepala
sekolah selama pereode kepemimpinannya. Di samping itu, hasil penilaian kinerja
juga diperlukan kepala sekolah sebagai bahan masukan untuk penyusunan program
serta anggaran pendapatan dan belanja sekolah.
Bagi guru, hasil penilaian kinerja merupakan
dorongan untuk selalu meningkatkan diri dan bekerja keras untuk memberi layanan
yang terbaik bagi peserta didiknya. Secara moral, guru senang bekerja di
sekolah yang diakui sebagaisekolah baik. Oleh karena itu guru selalu berusaha
untuk meningkatkan mutu sekolahnya. Selanjutnya bagi siswa, hasil penilaian
kinerja juga menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka memperoleh pendidikan
yang baik dan bermutu.
Untuk masyarakat dan khususnya orang tua
murid, hasil penilaian kinerja diharapkan menjadi informasi yang akurat tentang
layanan pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah, sehingga secara sadar
dan bertanggung jawab masyarakat dan khususnya orang tua dapat membuat
keputusan dan pilihan yang tepat dalam kaitannya dengan pendidikan bagi anaknya
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
KINERJA
SEKOLAH
Secara umum pengertian kinerja adalah ukuran
kuantitatif dan kualitiatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan dengan memperhitungkan indikator masukan, proses, dan output. Selanjutnya ahli lain mengatakan bahwa
kinerja adalah kombinasi atau perpaduan antara motivasi yang ada pada diri
seseorang dan kemampuannya melaksanakan suatu pekerjaan. (Fielmen, 1999). Dalam
kaitan dengan kelembagaan termasuk sekolah kinerja adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seluruh warga sekolah di lembaga dengan wewenang dan
tanggung jawab untuk mencapai tujuan kelembagaan (sekolah).
Kriteria atau
indikator kinerja sekolah diadaptasi dari komponen-komponen sekolah yang
menjadi bahan penilaian berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Badan
Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS). Penentuan kriteria di Badan Akreditasi
Sekolah lebih ber-nuansa ”dikotomis”, artinya lambaga tersebut apakah sekolah
memenuhi standar minimal, yang akan dinyatakan ”terakreditasi” atau tidak
memenuhi syarat minimal, yang dinyatakan ”tidak terakreditasi”. Sedangkan pada
konsep penilaian kinerja yang lebih bernuansa pembinaan berkesinambungan,
penilaian lebih menekankan pada identifikasi permasalahan sekolah melalui
penilaian kinerja, dimana kelemahan-kelemahan yang ada di sekolah diusahakan di
atasi dengan berbagai kebijakan sekolah, baik pada tingkat kabupaten/kota,
propinsi, maupun tingkat Departemen CQ. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Penilaian dilakukan melalui serangkaian
kegiatan proses pembandingan kondisi sekolah dengan kriteria (standar) yang
telah ditetapkan. Standar-standar tersebut meliputi : a) standar input, b)
standar proses, maupun c) standar outout. Mengingat standar-standar tersebut
terdiri dari berbagai aspek dan sub aspek yang saling terkait satu sama lain
untuk mencapai tujuan sekolah, maka standar tersebut harus disusun secara
kronologis berdasarkan standar yang ada yang isinya dari waktu ke waktu dapat berubah
sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pendidikan masa depan.
Standar input mencakup : a) aspek tenaga
kependidikan, b) aspek kesiswaan, dan c) aspek sarana dan d) pembiayaan.
Standar proses mencakup : a) aspek kurikulum dan bahan ajar, b) aspek PBM, c)
aspek penilaian, dan d) aspek manajemen
dan kepemimpinan. Sedangkan aspek output mencakup : a) aspek prestasi belajar
siswa, b) aspek prestasi guru dan kepala sekolah, dan c) aspek prestasi
sekolah. Selanjutnya setiap aspek baik
input, proses, maupun output akan diuraikan lebih rinci untuk mendapatkan
gambaran data yang lebih jelas dan konkrit, agar kondisi sekolah benar-benar
tercerminkan secara komprehensif, melaui indikator yang terukur.
Selanjutnya aspek tenaga kependidikan terdiri
dari : guru, kepala sekolah, dan karyawan. Keberadaan guru, kepala sekolah dan
karyawan akan ”dipotret” secara komprehensif dan dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan. Aspek kesiswaaan terdiri dari :: kondisi siswa dan prestasi siswa yang
merupakan bahan baku sekolah dan sangat
menentukan pembinaan pretasi siswa ke depan. Sedangkan aspek sarana yang
terdiri dari : keberadaan ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala
sekolah, ruang keterampilan/kesenian, ruang administrasi, kamar kecil, lingkungan
sekolah, dan fasilitas pendukung (media/alat peraga). Selanjutnya untuk aspek
pembiayaan terdiri dari : sumber pendanaan, penggunaan dana, dan akuntabilitas
penggunaan dana. Indikator-indikator yang ada pada aspek sarana maupun aspek
pembiayaan cukup penting mengingat proses belajar mengajar tidak akan dapat
optimal tanpa dukungan sarana yang lengkap dan pembiayaan yang cukup.
Dari sisi proses, aspek kurikulum dan bahan
ajar terdiri dari: kurikulum, bahan ajar, dan buku siswa. Keberadaan tiga
indikator ini cukup penting, karena tanpa kurikulum yang jelas, bahan ajar yang
komprhensif dan buku penunjang untuk siswa yang mendukung kurikulum maka proses
pembelajaran juga tidak akan dapat berjalan dengan efektif. Aspek PBM terdiri
dari : kesiapan guru, pengelolaan kelas, metodologi pengajaran, dan penggunaan
media pembelajaran. Sedangkan aspek penilaian terdiri dari : kesiapan guru, dan
pelaksanaan penilaian. Kedua aspek tersebut (proses belajar mengajar dan
penilaian) sangat penting dalam melihat keberhasilan program pengajaran.
Sedangkan aspek manajemen dan kepemimpinan terdiri dari : perencanaan,
implementasi program, pengawasan, dan kepemimpinan. Tidak berbeda dengan
aspek-aspek yang lain, aspek manajemen dan kepemimpinan juga tidak kalah
penting dalam melihat kinerja sekolah, khususnya pada komponen proses.
Dari sisi output, aspek prestasi belajar siswa
terdiri dari : akademik, non-akademik, dan kepribadian. Prestasi siswa menjadi
tolok ukur utama dalam melihat keberhasil pendidikan secara umum. Tolok ukur ini
pada umumnya justru menjadi ukuran kemajuan sebuah lembaga pendidikan. Aspek
pretasi guru dan kepala sekolah terdiri dari : prestasi guru dan prestasi
kepala sekolah. Indikator ini yang selama ini sering dilupakan, padahal dilihat
dari sisi efektivitas pembelajaran,
peran guru sangat penting dalam mengembangkan strategi pembelajaran,
sedangkan kepala sekolah sangat berperan dalam mengelola sekolah sebagai agen
perubahan. Sedangkan aspek prestasi sekolah terdiri dari : prestasi akademik
dan non-akademik.
Penilaian kinerja dilakukan dengan menggunakan
instrumen yang komprehensif dan dikembangkan berdasarkan pada standar mutu yang
ditetapkan, hasil penilaian diharapkan dapat memetakan secara utuh dan
komprehensif profil sekolah. Oleh karena itu fungsi dari sistim penilaian,
yakni :
1.
Dari
sisi pengetahuan, yakni sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan
dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur terkait, mengacu pada standar
yang ditetapkan beserta aspek-aspek sekaligus indikatornya.
2.
Dari
sisi akuntabilitas, yakni sebagai bentuk pertanggung-jawaban sekolah kepada
masyarakat, apakah layanan yang dilaksanakan dan diberikan oleh sekolah telah
memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.
3.
Dari
sisi pembinaan dan pengembangan, yakni sebagai dasar bagi sekolah, pemerintah,
dan masyarakat dalam upaya peningkatan atau pengembangan mutu sekolah.
Dalam penilaian kinerja sekolah memiliki
komponen-komponen utama yang menjadi tolok ukur penilaian kinerja sekolah.
Dalam penilaian kinerja sekolah focus penilaian tidak hanya terbatas pada aspek
tertentu saja, melainkan meliputi berbagai aspek yang bersifat menyeluruh.
Dengan demikian hasil yang diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi
kelayakan dan kinerja sekolah tersebut. Kinerja ini terutama ditinjau dari misi
utamanya yakni memberikan layanan pendidikan dalam rangka membangun generasi
yang memiliki pengetahuan dan kemampuan sebagai bekal kehidupan di masa datang.
Dengan demikian komponen-komponen penilaian juga harus mencakup aspek input
sekolah, proses sekolah, dan output sekolah yang secara integratif saling kait
mengkait satu sama lain, sehingga membangun kinerja baik secara individu maupun
sekolah. Selanjutnya secara lengkap akan diuraikan komponen-kompoen tersebut
sebagai berikut :
1.
Komponen
Input
Input suatu
sekolah dapat berupa input yang berkaitan dengan aspek tenaga kependidikan,
aspek siswa, dan aspek sarana dan pembiayaan (tangible), di samping input
harapan yang mencakup visi, misi, tujuan dan sasaran yang lebih menekankan pada
aspek intangible. Dalam
konteks ini akan lebih ditekankan pada aspek-aspek sepetti tersebut di atas
yang lebih tangible. Aspek tenaga
kependidikan mencakup guru, kepala sekolah, dan karyawan. Aspek siswa mencakup
kondisi siswa dan prestasi siswa. Aspek sarana mencakup ruang kelas,
laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang
ketrampilan/ kesenian, ruang tata usaha, kamar kecil, lingkungan sekolah, dan
fasilitas pendukung. Sedangkan aspek pembiayaan mencakup sumber dana,
penggunaan dana, dan akuntabilitas penggunaan dana.
Walaupun aspek
yang bersifat intangible (visi, misi, tujuan, dan sasaran) tidak ditekankan
dalam identifikasi sekolah, namun dalam rencana pengembangan sekolah tetap
harus ditekankan sebagaimana dijelaskan pada Buku Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), visi adalah gambaran masa depan yang ingin dicapai. Dengan istilah lain, visi merupakan cita-cita
yang ingin dicapai di masa depan. Bagi
sekolah, tentunya visi merupakan “sosok sekolah” yang diharapkan di masa
datang. Mengingat tujuan akhir sekolah
adalah mendidik siswa, maka sebaiknya sosok sekolah di masa depan yang
digambarkan pada visi, terkait erat dengan sosok lulusan.
Pada umumnya
setiap orang punya visi, walaupun hal itu tidak disadari. Misalnya seseorang bercita-cita menjadi
pengusaha yang mampu memanfaatkan sumberdaya alam di daerah asal dan mampu
menyejahterakan masyarakat setempat.
Cita-cita seperti itu pada dasarnya merupakan visi yang bersangkutan dan
jika visi tersebut benar-benar diinternalisasi akan mampu mendorong yang
bersangkutan selalu mencari cara untuk mewujudkannya.
Misi adalah
tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi.
Perumusan misi harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak terkait
dan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki sekolah maupun sumberdaya yang dapat
diupayakan untuk digunakan dalam mewujudkan visinya. Selanjutnya misi yang
terumuskan dengan jelas sangat penting, karena akan memberikan panduan kepada
semua pihak, khususnya warga sekolah dalam berpartisipasi dalam mewujudkan visi
bersama. Bahkan jika penyusunan misi telah melibatkan semua stakeholder, sangat mungkin
masing-masing stakeholder sudah faham
tentang apa yang perlu dan harus dilakukan, dalam mendukung misi tersebut.
Tujuan pada
dasarnya tahapan dari visi, Apabila visi
merupakan sosok sekolah yang ingin diwujudkan dalam jangka panjang, misalnya 25
tahun atau bahkan lebih, maka tujuan merupakan tahapan sosok itu, untuk jangka
waktu tertentu, misalnya untuk 3 tahun.
Dengan demikian harus disadari bahwa jika tujuan-tujuan tersebut
“disambung” secara berkelanjutan sampai periode tertentu, akan berujung pada
visi.
Sasaran pada
dasarnya merupakan penjabaran dari tujuan, untuk periode waktu yang lebih
pendek. Misalnya, jika tujuan disusun
untuk periode 3 tahun, sasaran dapat saja disusun untuk periode satu
tahun. Namun juga harus diingat bahwa
jika sasaran-sasaran seperti itu disambung untuk periode 3 tahun, harus
mewujudkan tujuan.
Bagaimana
menyusun visi, misi, tujuan dan sasaran telah dimuat pada Buku Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) yang diterbitkankan oleh Dit. PLP. Pada naskah ini hanya ditekankan bahwa jika
visi dan misi, tujuan dan sasaran dirumuskan secara jelas, dengan melibatkan
semua stakeholder, akan mengarahkan
warga sekolah dan stakeholder
yang lain, apa yang harus dicapai pada
setiap periode dan bagaimana mewujudkannya.
a.
Aspek
Tenaga Kependidikan
Input yang
berkaitan dengan aspek tenaga kependidikan mencakup keberadaan guru, kepala
sekolah, dan karyawan (laboran, tenaga kepustakaan, penjaga sekolah dan tenaga
tata usaha). Keberadaan aspek-aspek tersebut sangat penting pada pengelolaan
suatu organisasi, termasuk sekolah, karena jika benar-benar difahami dan
diinternalisasi dengan baik oleh seluruh warga sekolah, akan mampu menjadi
pendorong utama prestasi sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Standar
sekolah yang baik sangat sumberdaya manusia dalam jenis, jumlah dan kualifikasi
yang cukup, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Ketentuan berapa
jumlah guru, kualifikasi guru, kualifikasi kepala sekolah, jumlah tata usaha,
kualifikasi tata usaha, jumlah laboran dankualifikasinya serta tenaga karyawan
lainnya telah dimuat dalam buku SPM.
Sekolah dikatakan memenuhi standar jika minimal telah memenuhi minimal
90% dari kebutuhan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya. Meskipun
demikian dalam identifikasi tetap akan diungkap dengan data interval agar dapat
ditetapkan langkah dan strategi peningkatan kualitas sekolah berdasarkan data
sekolah tersebut.
Tenaga
kependidikan, khususnya guru merupakan merupakan kunci utama proses
pendidikan. Apapun kurikulum dan sarana
yang dimiliki sekolah, pada akhirnya gurulah yang menggunakan dalam proses
pendidikan. Oleh karena itu faktor
tenaga kependidikan, khususnya guru harus dikelola dengan baik, sehingga mampu
dan siap bekerja secara optimal.
Proses
pengelolaan tenaga kependidikan perlu berfokus pada dua hal, yaitu kemampuan
dan komitmen kerja. Peningkatan
kemampuan sudah banyak dibahas dan bahkan telah banyak dilakukan melalui
berbagai bentuk pelatihan dan peningkatan kualifikasi pendidikan. Tetapi juga banyak dijumpai, setelah selesai
mengikuti pelatihan atau peningkatan kualifikasi pendidikan, ternyata kinerja
mereka tidak meningkat secara signifikan, bahkan muncul istilah “kembali
seperti semula”.
Berbagai kajian
menunjukkan bahwa yang menjadi penyebab adalah komitmen kerja mereka tidak
berubah. Pada hal, komitmen kerja itulah
yang mengeluarkan kemampuan seseorang menjadi kinerja. Setinggi apapun kemampuan seseorang, kalau
komitmen kerjanya rendah, knierjanya juga akan rendah. Oleh karena itu, pengembangan komitmen kerja
bagi guru dan tenaga kependidikan perlu diupayakan.
Tenaga
kependidikan (guru, kepala sekolah, dan karyawan) secara umum bertugas
melaksanakan perencanaan, pembelajaran, pembimbingan, pelatihan, pengelolaan,
penilaian, pengawasan, dan pelayanan yang diperlukan untuk meningkatkan mutu
proses pembelajaran. Tenaga kependidikan merupakan jiwa sekolah, dan sekolah
hanyalah merupakan wadahnya. Oleh karena itu tenaga kependidikan merupakan
kunci bagi suksesnya pengembangan sekolah.
Indikator tenaga
kependidikan, sekolah memiliki : a) tenaga kependidikan yang cukup jumlahnya,
b) kualifikasi dan kompetensi yang memadai sesuai dengan tingkat pendididikan
yang ditugaskan, c) tingkat kesesuaian dalam arti kemampuan yang dimiliki oleh
tenaga kependidikan sesuai dengan bidang kerja yang ditugaskan, dan kesanggupan
kerja yang tinggi (Depdiknas, 2004).
Selanjutnya tenaga kependidikan berkewajiban : a) menjaga nama baik
lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan, b)
melaksanakan tugas kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya, dan c)
meningkatkan kemampuan profesionalnya yang meliputi kemampuan intelektual,
integritas kepribadian, dan interkasi sosial baik di lingkungan kerja maupun di
masyarakat.
b.
Aspek
Kesiswaan
Input yang
berkaitan dengan aspek kesiswaan yang mencakup kondisi siswa dan prestasi
siswa. Kondisi siswa dan prestasi siswa
tersebut tidak terlepas dari proses penerimaan peserta didik yang didasarkan
atas kriteria yang jelas, transparan dan akuntabel. Peserta didik memiliki
tingkat kesiapan belajar yang memadai, baik mental maupun fisik. Sekolah
memiliki program yang jelas tentang pembinaan, pengembangan, dan pembimbingan
peserta didik. Sekolah memberi kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk
berperan serta dalam penyelenggaraan program sekolah. Sekolah melakukan
evaluasi kemajuan dan hasil belajar peserta didik yang memenuhi kaidah evaluasi
yang baik (Depdiknas, 2004).
Selanjutnya dalam
Kebijakan Akreditasi Sekolah (2004) dinyatakan bahwa peserta didik adalah warga
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses
pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu. Peserta didik merupakan salah
satu masukan yang sangat menentukan bagi berlangsungnya proses pembelajaran.
Namun demikian prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik pada dasarnya
merupakan upaya kolektif antara peserta didik dan guru. Selanjutnya berkaitan dengan
peserta didik, ada enam hal yang harus diperhatikan oleh sekolah yaitu : a)
penerimaan siswa baru, b) penyiapan belajar peserta didik, c) pembinaan dan
pengembangan, d) pembimbingan, e) pemberian kesempatan, dan f) evaluasi hasil
belajar siswa.
Aspek input yang
berkaitan dengan kesiswaaan ditekankan pada kondisi siswa dalam proses belajar
mengajar di sekolah yakni rasio siswa per rombongan belajar dan juga rasio
pendaftar terhadap siswa yang dterima. Di samping itu dalam aspek kesiswaaan
juga diperhitungkan pretasi siswa sebelum masuk ke jenjang SMP, yakni prestasi
di sekolah dasar (SD) dan juga kualitas (peringkat) sekolah asal sebelum masuk
di tingkat SMP. Aspek ini cukup penting dan strategis karena akan sangat
menentukan proses pembelajaran selanjutnya. Apabila inputnya berkualitas akan
sangat mudah dalam proses pengembangan pembelajaran selanjutnya.
c.
Aspek
sarana dan pembiayaan
Input yang
berkaitan dengan sarana dan pembiayaan mencakup ruang kelas, labratorium,
perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang keterampilan/kesenian/komputer, ruang
administrasi, kamar kecil, lahan terbuka, fasilitas pendukung dan pembiayaan. Salah satu tujuan penyediaan sarana dan
prasarana sekolah yang lengkap adalah untuk menjamin tercapainya tujuan sekolah
dan tuntutan pedagogik yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai tuntutan
karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan, dan perkembangan afektif, kognitif,
dan psikomotor peserta didik.
Sumberdaya
sarana-prasarana yang seharusnya dimiliki sekolah juga telah dijelaskan dalam
dokumen SPM. Sarana-prasarana yang
dicakup pada SPM antara lain, lahan sekolah, ruang belajar beserta mebeler dan
media pembelajaran yang diperlukan, ruang laboratorium beserta peralatan
praktikum, perpustakaan berserta buku dan media belajar lainnya, kantor dan
ruang guru beserta mebelernya, serta fasilitas pendukung, antara lain KM/WC,
kantin sekolah, fasilitas olahraga serta bermain dan sebagainya. Buku SPM telah memuat standar masing-masing
jenis sarana dikaitkan dengan jumlah siswa dan juga menyebutkan bahwa sekolah
minimal perlu memiliki minimal 90% dari standar tersebut.
Terdapat tiga hal
penting dalam pengelolaan sarana-prasarana di sekolah, yaitu pemilihan
sarana-prasarana yang diperlukan, optimalisasi penggunaan, dan perawatan.
Seringkali
sekolah memiliki semangat ingin punya yang terlalu besar dan tidak
mempertimbangkan apakah sarana itu benar-benar diperlukan dan berapa kali
penggunaan dalam satu periode waktu tertentu.
Sebagai contoh, banyak sekolah menginginkan aula dan berupaya
mengadakannya. Tetapi jika ditanyakan
berapa kali aula tersebut digunakan dalam satu tahun, ternyata hanya beberapa
kali saja, khususnya kalau ada pertemuan wali murid atau pentas seni. Pada kasus seperti itu perlu dipertanyakan
apakah memang pembangunan aula merupakan prioritas dan apakah tidak ada sarana
yang justru lebih penting untuk mendukung proses pembelajaran.
Jika sarana sudah
dimiliki, perlu diupayakan akan dapat digunakan secara optimal. Banyak kasus menunjukkan adanya sarana
sekolah yang frekwensi penggunaannya sangat kecil, sehingga sarana tersebut
rusak bukan karena digunakan, tetapi justru rusak karena jarang atau tidak
pernah digunakan. Jika memang keperluan
untuk menggunakan oleh warga sekolah tidak terlalu banyak dan sarana itu sudah
terlanjur ada (misalnya aula sekolah), maka perlu dicari jalan bagaimana
mengoptimalkan. Mungkin saja dapat
digunakan untuk keperlukan lain atau jika mungkin ditawarkan untuk digunakan oleh
pihak lain, asal saling menguntungkan.
Perawatan,
khususnya perawatan preventif terhadap sarana seringkali kurang mendapat
perhatian. Contoh sederhana adalah ada
genting bocor, tetapi dibiarkan cukup lama sehingga mengakibatkan rusaknya
plafon. Banyak alat laboratorium yang
rusak karena kurang mendapatkan perawatan sehari-hari. Memang banyak alat-alat laboratorium perlu
perawatan, walaupun tidak digunakan.
Banyak alat elektronika dan optik cepat rusak karena lembab. Pemanasan sebagain bagian perawatan
preventif, memang diperlukan untuk peralatan seperti itu.
Dana juga
merupakan sumberdaya yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa dukungan dana yang cukup, akan sangat
sulit proses pendidikan terlaksana dengan baik.
Dokumen SPM tidak menyebutkan secara tegas dana yang perlu dimiliki oleh sekolah. Namun pada buku MPMBS dijelaskan bagaimana
sekolah dapat melakukan perhitungan berapa dana yang diperlukan, sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
d.
Aspek
pembiayaan
Berkaitan dengan
pembiayaan, tidak hanya menyangkut jumlah, tetapi yang tidak kalah pentingnya
proses pengelolaan. Bahkan seringkali pengelolaan yang dana yang kurang tepat menyebabkan iklim kerja
berantakan. Kunci pokok dalam
pengelolaan dana adalah keadilan, efisiensi dan keterbukaan.
Dalam aspek
pembiayaan mencakup : a) sumber pendanaan, b) penggunaan dana, dan c)
akuntabilitas penggunaan dana. Dalam konteks penggunaan dana adil tidak berarti
harus sama, tetapi program yang penting mendapatkan alokasi dana yang cukup dan
yang mereka yang bekerja lebih banyak juga mendapatkan penghargaan lebih
baik. Penentuan prioritas perlu
diputuskan secara terbuka dan melibatkan semua pihak yang terkait, sehingga
semua pihak merasa ikut menentukan bahwa kegiatan “X” merupakan prioritas dan oleh
karena itu perlu mendapatkan prioritas alokasi dana yang cukup.
Efisiensi belum
banyak mendapat perhatian di sekolah.
Salah satu cara mengupayakan efisiensi dalam penggunaan dana adalah
dengan menerapkan anggaran berbasis aktivitas (activities based budget). Artinya alokasi anggaran didasarkan pada
aktivitas/kegiatan yang benar-benar diperlukan untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan. Harus dihindari adanya
alokasi dana yang tidak memiliki aktivitas yang terkait erat dengan pencapaian
sasaran sekolah.
Keterbukaan atau
transparasi merupakan masalah sangat penting dalam pengelolaan dana. Pengelolaan dana yang tidak transparan
seringkali menjadi penyebab munculnya kecurigaan dan kemudian merambat menjadi
iklim kerja yang kurang harmonis, bahkan menurunkan semangat kerja. Mungkin saja sebenarnya dana sudah digunakan
secara benar, namun karena kurang transparan muncul dugaan-dugaan dan bahkan
kecurigaan bahwa anggaran diselewengkan, sehingga menimbulkan iklim kerja yang
kurang baik. Oleh karena pentingnya masalah ini, dalam buku MPMBS, transparansi
dijadikan salah satu aspek yang harus dikembangkan di sekolah. Bagaimana cara melaksanakan pengelolaan
keuangan yang transparan dapat dibaca di buku tersebut.
2.
Komponen
Proses
Proses pada
dasarnya merupakan pengolahan input untuk menghasilkan output yang
direncanakan. Jadi pada aspek proses
inilah seharusnya input diproses secara selaras dan sinergis, sehingga
menghasilkan output yang diharapkan.
Proses pendidikan di sekolah mencakup : a) aspek kurikulum dan bahan ajar, b) aspek PBM
c) aspek penilaian, dan ) aspek manajemen dan kepemimpinan. Proses pendidikan dikatakan baik, jika mampu
menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif dan mampu membantu siswa
belajar, sehingga mencapai hasil belajar yang diharapkan. Tentu saja untuk maksud itu harus dapat
menggunakan input-input secara selaras dan harmonis, sehingga input-input
tersebut dapat bersinergi secara maksimal dan proses berjalan secara efektif
dan efisien.
a.
Aspek
Kurikulum dan bahan ajar
Proses yang
paling utama di sekolah adalah proses pembelajaran, karena memang proses
pembelajaran itulah tugas dan fungsi utama sekolah. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus
diupayakan dapat berjalan dengan efektivitas tinggi. Dalam kurikulum 2004 aspek kurikulum dan
bahan ajar tidak dapat dipisahkan secara dikotomis, karena dokumen kurikulum
yang ditetapkan dalam standar kompetensi masih perlu dijabarkan menjadi lebih
rinci (silabus dan satuan pembelajaran) dengan mengacu pada dokumen kurikulum
yang ada.
Dalam buku
kebijakan akreditasi sekolah (2004) ditegaskan bahwa sekolah melaksanakan
kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal atau pilihan sesuai dengan
potensi sekolah. Dalam pelaksanaannya sekolah berpegang pada dokumen kurikulum
dan silabus yang dikembangkan dengan mengacu kepada dokumen tersebut. Standar
kurikulum dibuat untuk membuat jaminan kepada masyarakat bahwa apa yang
diperoleh di sekolah benar-benar konsisten dengan prinsip dan tujuan pendidikan
nasional sebagaimana tertuang dalam kurikulum nasional. Meskipun sekolah
diperkenankan untuk mengembangkan atau melaksanakan kerukulum yang menjadi ciri
khas dari sekolah yang bersangkutan, namun kurikulum nasional tetap harus
dilaksanakan sepenuhnya.
Penyediaan dan
pemilihan buku ajar merupakan rangkaian kegiatan guru dalam rangka penyiapan
proses belajar mengajar. Langkah ini merupakan kelanjutan dari pengembangan
silabus yang telah dilaksanakan oleh guru berdassarkan standar kompetensi yang
telah ditetapkan. Dalam konteks implementasi kurikulum 2004 bahan ajar
dikembangkan oleh guru berdasarkan kompetensi dasar (KD) yang dijabarkan dari
standar kompetensi. Pemilihan bahan ajar sangat berperan penting dalam memahami
kompetensi dasar yang harus diselesaikan oleh peserta didik dalam satu satuan
waktu tertentu.
Selanjutnya buku
siswa merupakan kelengkapan dari buku ajar yang telah dikembangkan oleh guru.
Buku siswa sangat berperan dalam memudahkan siswa memahami topik permasalahan
(kompetensi dasar) yang telah dikembangkan oleh guru. Dengan buku siswa juga
diharapkan proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Di
samping itu buku siswa juga menuntun kronologis berpikir siswa mengikuti logika
atau alur keilmuan yang telah dijabarkan dalam kompetensi dasar yang merupakan
penjabaran dari standar kompetensi pada mata pelajaran tertentu.
b.
Aspek
Proses Belajar Mengajar
Proses
pembelajaran adalah serngkaian aktivitas yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian utuh yang
tidak dapat dipisah-pisahkan. Perencanaan pembelajaran adalah penyusunan
rencana tentang materi pembelajaran, bagaimana melaksanakan pembelajaran, dan
bagaimana melaksanakan penilaian. Oleh karena itu esensi perencanaan
pembelajaran adalah kesiapan yang diperlukan untuk berlangsungnya proses
pembelajaran. Proses pembelajaran adalah interaksi antara pendidik dan peserta
didik yang diharapkan menghasilkan perubahan peserta didik dan inti dari proses
belajar mengajar adalah efektivitasnya. Sedangkan evaluasi pembelajaran adalah
suatu proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil pembelajaran.
Pembelajaran
dikatakan efektif jika mencapai hasil yang diinginkan. Tentunya hasil pembelajaran, bukan sekedar
siswa mendapatkan nilai tinggi, tetapi juga mampu mengembangkan potensinya untuk
meningkatkan kecakapan hidup yang diperlukan guna mengatasi dan menyelesaikan
problema kehidupan yang dihadapi. Oleh
karena itu, proses pembelajaran tidak boleh berhenti sampai penguasaan bahan
ajar saja, tetapi harus sampai terakumulasi menjadi kecakapan hidup (life skill).
Proses
pembelajaran dapat berjalan efektif, jika siswa memiliki motivasi belajar yang
bagus. Sementara itu motivasi belajar
siswa akan tumbuh, jika merasa apa yang dipelajari bermakna buat dirinya. Oleh karena itu, isi pembelajaran harus
memberikan makna (meaningful) bagi
anak didik, sementara proses pembelajaran memberikan situasi yang menyenangkan (joyfull), dengan mengoptimalkan potensi
dan tipologi anak didik. Di sinilah
pentingnya proses pembelajaran memperhatikan karateristik modalitas anak didik,
sebagai pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran, sehingga dapat terjadi
apa yang kini disebut dengan quantum
learning.
Selain proses
pembelajaran dilihat dari sisi substansial untuk mengoptimalkan hasil belajar
mengajar, perlu juga diperhatikan dan dipertimbangkan aspek lingkungan sekolah.
Oleha karena itu proses pembelajaran perlu didukung dengan lingkungan belajar
yang kondusif. Banyak studi yang
menyimpulkan bahwa lingkungan belajar yang kondusif berpengaruh secara signifikan
terhadap motivasi belajar siswa. Oleh
karena itu, sekolah harus mengupayakan sekolah merupakan lingkungan belajar
yang menyenangkan.
Dalam pengertian
tersebut, lingkungan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga non fisik,
misalnya tata hubungan dan pergaulan antar warga sekolah. Jika guru dan pimpinan memberikan contoh
belajar dan bekerja keras, akan mendorong siswa juga belajar dan bekerja
keras. Jika orang yang belajar dengan
sungguh-sungguh mendapat penghargaan lebih dibanding yang tidak, akan mampu
mendorong siswa belajar dengan sungguh-sungguh.
Jika guru secara periodik membuat rangkuman hasil bacaan dan ditempel di
majalah dinding sekolah, akan mendorong siswa untuk membaca buku.
Lingkungan non
fisik seperti yang diutarakan di atas, setapak demi setapak akan mampu
menumbuhkan budaya mutu, yaitu situasi yang mendorong setiap orang untuk
menghargai mutu dan selalu mengupayakan peningkatan mutu dalam setiap aspek
kehidupan. Meskipun demikian tentu lingkungan fisik juga berpengaruh terhadap
motivasi bekajar siswa. Lingkungan
sekolah yang bersih, tertata rapi, sejuk, tenang dan aman akan merupakan
lingkungan belajar yang menyenangkan.
Sekolah tidak harus mewah, tetapi yang lebih penting situasinya dapat
memberikan kesan longgar (tidak sumpek), sejuk (tidak panas), rapi dan bersih
(tidak kumuh), tenang (tidak bising) dan memberikan perasaan aman bagi siswa.
c.
Aspek
Penilaian
Aspek penilaian
merupakan salah satu aspek yang tidak kalah penting dengan aspek-aspek lainnya.
Proses pembelajaran yang berkualitas atau yang baik tanpa ditunjang dengan
penilaian yang baik juga akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan secara
umum. Dalam aspek penilaian mencakup : a) kesiapan guru dalam proses penilaian
dan b) proses pelaksanaan penilaian. Dalam kurikulum berbasis kompetensi
(kurikulum 2004) kesiapan guru dalam mendisain atau merencanakan penilaian
menjadi salah satu bagian yang penting dalam program penilaian secara umum.
Kesiapan guru dalam
proses penilaian antara lain terkait oleh sejauhmana guru mampu mengungkap
kemampuan siswa dalam mempelajari pokok-pokok bahasan/kompetensi dasar (KD)
tertentu dengan berbagai model penilaian. Hal ini menjadi penting karena setiap
KD memiliki karakteristik keilmuan yang berbeda-beda, sehingga memerlukan model
penilaian yang berbeda pula. Selanjutnya dalam hal proses pelaksanaan
penilaian, juga tidak kalah penting dengan perencanaan (kesiapan guru).
Walaupun perencanaannya sangat baik tapi kalau pelaksanaannya kurang optimal
juga tidak akan berdampak positif pada aspek pemahaman siswa dalam mempelajari
materi pelajaran.
d.
Aspek
Manajemen dan kepemimpinan
Proses yang
berkaitan dengan aspek manajemen mencakup : a) perencanaan, b) implementasi
program, c) pengawasan, dan d) kepemimpinan. Berkaitan dengan perencanaan sekolah memiliki
perencanaan strategis dengan rumusan arah yang jelas dan tujuan yang jelas oleh
setiap warga sekolah, yang digunakan sebagai acuan bagi pengembangan rencana operasional dan
program sekolah. Dari sisi implementasi sekolah menerapkan manajemen berbasis
sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, kerjasama,
tanggung jawab, keterbukaan, keluwesan, akuntabilitas, dan keberlangsungan.
Dari sisi pengawasan, pimpinan sekolah melaksanakan pengawasan secara terencana
dan berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan dari sisi
kepemimpinan kepala sekolah menerapkan pola kepemimpinan yang terbuka dan
melakukan pendelegasian tugas dengan baik.
Sehubungan dengan
perencanaan, sekolah memiliki rencana yang akan dicapai dalam jangka panjang
(rencana strategis) yang dijadikan acuan dalam rencana operasional. Dalam
rencana ini wawasan masa depan (visi) dijadikan panduan bagi rumusan misi
sekolah. Dengan kata lain, wawasan masa depan atau visi sekolah adalah gambaran
masa depan yang dicita-citakan oleh sekolah. Adapun misi sekolah adalah
tindakan untuk merealisasi visi. Visi dan misi dijadikan acuan dalam merumuskan
tujuan sekolah, dan hasil yang diharapkan oleh sekolah. Kegiatan sekolah
dilakukan berdasarkan tujuan sekolah yang dirumuskan secara jelas. Kriteria
utama mutu perencanaan sekolah adalah sejauhmana warga sekolah memahami dan
menyadari visi, misi, dan tujuan sekolah dan sejauhmana tujuan tersebut dicapai
(Depdiknas, 2004).
Implementasi
manajemen sekolah adalah pengelolaan sekolah yang dilakukan secara efektif dan
efisien. Mengingat perubahan terletak pada inisiatif dan komitmen dari para
tenaga kepemdidikan yang bekerja di sekolah, maka manajemen sekolah yang
dimaksud adalah manajemen yang berpusat pada sekolah atau yang dikenal dengan
manejemen berbasis sekolah (MBS). MBS adalah suatu model manajemen yang
bertolak dari kemampuan, kesanggupan, dan kebutuhan sekolah, bukan perintah dan
petunjuk dari lapisan birokrasi atasan, dengan catatan bahwa apa yang dilakukan
oleh sekolah harus tetap dalam lingkup kebijakan pendidikan nasional
(Depdiknas, 2004).
Sedangkan
pengawasan merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen sekolah. Dalam
pelaksanaan pengawasan ini terkandung pula fungsi pemamtauan yang diarahkan
untuk melihat apakah semua kegiatan berjalan dengan lancar dan semua sumber
daya dimanfaatkan secara optimal, efektif dan efisien. Pengawasan dan monitroing dilakukan secara
berkala dan tepat sasaran sehingga hasilnya dapat digunakan untuk melakukan
perbaikan. Di samping itu pengawasan juga harus dilaksanakan berdasarkan
item-item penilaian yang sesuai dengan tujuan sekolah.
Selanjutnya
berkaitan dengan kepemimpinan, manajemen sekolah memfokuskan diri pada sekolah
sebagai sistem dimana kepemimpinan menekankan pada orang sebagai jiwanya.
Kepala sekolah berperan sebagai manajer dan pemimpin sekaligus. Tugas dan
fungsi manajer adalah mengelola para pelaksana dengan sejumlah masukan
manajemen, serta pengendalian agar sekolah sebagai sistem mampu berkembang.
Sedang tugas dan fungsi pemimpin adalah memimpin warga sekolah agar posisi
mereka sebagai jiwa dari sekolah benar-benar sehat, cerdas, dan dinamis.
3.
Komponen
Output
Output
sekolah pada umumnya dikaitkan dengan prestasi siswa, karena memang tujuan
pokok sekolah adalah mengembangkan potensi siswa, sehingga terwujud dalam
prestasi hasil belajar. Seringkali hasil belajar seperti itu
dipilah menjadi akademik dan non akademik.
Namun demikian dalam kaitan dengan peningkatan mutu sekolah secara
keseluruhan, di samping prestasi siswa juga akan diungkap pretasi guru dan
kepala sekolah, serta prestasi sekolah sebagai institusi yang akan dijadikan
tolok ukur kualitas sekolah.
a.
Aspek
Prestasi belajar sisw
Prestasi belajar
siswa dapat dikategorikan menjadi pretasi akademik, non-akademik, dan
kepribadian siswa. Prestasi akademik biasanya dikaitkan dengan hal-hal yang
berhubungan erat dengan penalaran, misalnya nilai ujian (UNAS maupun US), lomba
karya ilmiah dan lomba-lomba sejenis itu, yang semua itu pada dasarnya
menunjukkan kemampuan berpikir seseorang. Prestasi non-akademik biasanya dikaitkan dengan prestasi atau hasil
belajar berupa olahraga, kesenian dsb. Sedangkan kepirbadian terkait dengan
keagamaan, kedisiplinan, kerajinan dsb.
Dalam kaitan
dengan prestasi akademik perlu disadari bahwa pada akhirnya kemampuan berpikir
digunakan untuk memahami dan memecahkan problem kehidupan yang kita
hadapi. Oleh karena itu, pendidikan
perlu mengembangkan kemampuan berpikir siswa yang tidak hanya sekedar untuk
keperluan ujian, tetapi sampai pada pemecahan masalah sehari-hari. Dalam buku Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup
yang diterbitkan Depdiknas dijelaskan bagaimana pentingnya pengembangan
kemampuan pemecahan masalah dan bagaimana cara mengembangkannya dalam pendidikan.
Pemilahan antara
pretasi akademik dan non akademik sebenarnya lebih banyak didasarkan pada
penekananan semata. Sebenarnya antara
keduanya terkait erat. Dalam kemampuan
olahraga juga terkandung kemampuan berpikir, demikian pula dalam kemampuan
membuat patung juga terkandung kemampuan berpikir kreatif. Sebaliknya dalam melakukan penelitian dan
rancang bangun (menghasilkan KIR) juga terkandung unsur kiat-kiat yang
mengandung unsur seni, kemampuan bekerjasama dan sebagainya.
Dalam praktek,
hal-hal yang dikategorikan non akademik juga memegang peran penting dalam
kehidupan. Kini banyak keluhan bahwa
“orang pandai banyak, tetapi mencari orang jujur sulit”. Bahkan banyak ungkapan yang menyatakan bahwa
kesuksesan hidup lebih banyak dipengaruhi oleh EQ, yang banyak terkait dengan
hal-hal non akademik, dibanding IQ yang lebih banyak terkait dengan hal-hal
yang bersifat akademik. Di samping itu faktor kepribadian siswa juga tidak
kalah penting dalam mengarungi kehidupan di kelak kemudian hari. Kepribadian
seseorang akan menjadi landasan dasar pengembangan karier seseorang. Banyak
orang jatuh dalam karier hanya karena kurang baik dalam aspek kepribadian, mis.
Tidak disiplin, kurang memiliki komitmen, dan juga masalah kerjasama.
b.
Prestasi
guru dan Kepala sekolah
Kadang dalam
menilai kualitas sekolah, sering dilupakan faktor guru dan kepala sekolah.
Banyak praktisi pendidikan hanya memfokuskan prestasi siswa, padahal peran guru
dan kepala sekolah dalam mengoptimalkan kemampuan siswa tidak dapat diabaikan.
Guru merupakan faktor utama dalam mengembangkan cara berpikir siswa, mendorong
kreativitas, serta men-support potensi siswa dalam mempelajari mata pelajaran
tertentu. Demikian juga peran kepala sekolah tidak dapat di-nisbi-kan, karena
hanya dengan intervensi kepala sekolah yang baik dan profesional kodusivitas
belajar dapat teroptimalkan dan prestasi belajar dapat maksimalkan. Oleh karena
itu prestasi guru sebagai ujung tombak terjadinya proses pembelajaran sangat
penting dalam mengoptimalkan kemampuan siswa. Demikian juga peran sekolah tidak
kalah penting dalam meningkatkan prestasi siswa.
c.
Prestasi
Sekolah
Prestasi hasil
belajar bukanlah sesuatu standar statis.
Setiap kelompok masyarakat memiliki standar yang tidak sama dan standar
itu terus bergeser, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terkait dengan pola
budaya dan harapan masa depan yang diyakini mereka.
Bertolak dari
prinsip tersebut, kini berkembang konsep kepuasan stakeholder sebagai salah satu kriteria atau bentuk prestasi
sekolah. Artinya, prestasi sekolah
dikatakan baik jika mencapai harapan stakeholder-nya. Jika orangtua siswa dan masyarakat berharap
siswa dapat lulus UNAS dan diterima di SLTA Negeri favorite, dan ternyata
harapan itu tercapai, maka prestasi sekolah dianggap baik. Sebaliknya, walaupun semua siswa lulusan UNAS
dan diterima di SLTA Negeri, tetapi orangtua siswa tidak puas karena nilai
anak-anak mereka dibawah 6,0 prestasi output sekolah tersebut kurang baik,
karena tidak mencapai harapan masyarakat.
Konsep kepuasan stakeholder sebagai tolok ukur prestasi
sekolah kini semakin banyak digunakan, karena harapan masyarakat terhadap
lulusan sekolah semakin beragam. Ada
sebagian masyarakat yang berharap siswa lulus dengan nilai bagus, tetapi juga
banyak masyarakat yang berhadap siswa berperilaku baik, kreatif dan mampu
memecahkan masalah sehari-hari. Nah, dua
jenis masyarakat seperti itu memerlukan mutu layanan yang berbeda.
Fenomena seperti
itu yang mendorong munculnya “sekolah-sekolah inovatif”, yang menawarkan
pendidikan yang tidak seperti sekolah pada umumnya dan ternyata sekolah seperti
itu banyak diminati masyarakat. Dari
pengamatan, ternyata yang banyak meminati “sekolah inovatif” tersebut justru
keluarga yang berpendidikan dan tidak puas dengan layanan pendidikan pada
sekolah “biasa”.
Indikator output pada intinya mempertanyakan
apakah sasaran yang ingin dicapai pada tiap-tiap program telah tercapai.
Komponen output harus selalu menekankan pada kinerja siswa atau hasil belajar,
apapun kegiatannya. Oleh karena itu indikatornya meliputi:
1)
Bersifat akademik: NUAN, nilai
ketuntasan pencapaian kompetensi siswa, nilai raport, kejuaraan LKIR, kejuaraan
lomba olympiade mata pelajaran, dll
2)
Bersifat
non akademik: prestasi OR, kesenian, keagamaan, dll.
Penilaian kinerja sekolah dilakukan terhadap
semua sekolah jenjang SMP baik negeri maupun swasta pada pereode tertentu.
Penilaian kinerja sekolah ini dilaksnakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/kota
atau Dinas Pendidikan tingkat propinsi. Selanjutnya dalam pelaksanaan penilaian
kinerja ini akan melalui tahapan-tahapan kunjungan sekolah (visitasi) yang
dilakukan oleh tim penilai untuk mengklarifikasi, verifikasi, dan validasi
terhadap data-data dan informasi yang telah ada baik di tingkat kabupaten/kota
maupun propinsi. Selanjutnya hal-hal yang harus difahami oleh tim penilai
adalah :
1.
Tujuan
kunjungan sekolah dalam rangka penilaian
Dengan
menggunakan instrumen peniaian kinerja sekolah, tim penilai melakukan kunjungan
sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut di lapangan dapat berupa pengalamatan
lapangan, wawancara, verifikasi atau pengamatan ulang berbagai data pendukung,
serta pendalaman hal-hal khusus yang berkaitan dengan komponen dan aspek
penilaian kinerja sekolah. Kunjungan sekolah ini dilakukan untuk meningkatkan
kecermatan, keabsahan, serta kesesuaian antara fakta dengan data yang diperoleh
melalui pengisian instrumen penilaian kinerja.
2.
Prinsip-prinsip
kunjungan sekolah
Pelaksanaan
kunjungan ke sekolah dalam rangka penilaian kinerja sekolah berpegang pada
prinsip-prinsip :
a.
Efektif, artinya mampu menjaring informasi yang akurat dan
valid sebagai dasar pengambilam keputusan yang tepat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
b.
Efisien, artinya dibatasi pada hal-hal pokok, namun cukup
memberikan gambaran yang utuh dan terfokus pada substansi yang telah ditetapkan.
c.
Obyektif, artinya berdasarkan kenyataan pada sejumlah
indikator dapat diamati.
Sebelum
melaksanakan kegiatan kunjungan ke sekolah-sekolah yang telah ditetapkan, agar
tujuan penilaian kinerja dapat mencapai tujuan, sehingga dapat mendukung hasil
penilaian yang komprehensif, valid dan akurat serta dapat memberikan manfaat,
maka kegiatan kunjungan tersebut harus melalui prosedure sebagai berikut :
a.
Persiapan
kunjungan
Sebelum tim
penilai melakukan kunjungan ke sekolah, seyogyanya tim penilai mempelajari
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sekolah tersebut, sehingga penilai
memiliki pengetahuan awal tentang kondisi sekolah tersebut.
b.
Verifikasi
data dan informasi
Kunjungan ke
sekolah diawali dengan menemui kepala sekolah dan warga sekolah dan menyampaikan
tujuan dari kunjungan, melakukan klarifikasi, verifikasi, dan validasi atau
cros-chek terhadap data dan informasi baik kuantitatif maupun kualitatif yang
sudah ada. Kegiatan klarifikasi, validasi, dan verifikasi tersebut dilakukan
dengan cara membandingkan data dan informasi yang sudah ada dengan kondisi
nyata di sekolah melalui pengamatan lapangan, wawancara, dan observasi kelas
serta pencermatan ulang dta pendukung.
c.
Klarifikasi
temuan
Hasil temuan tim
penilai yang tidak terjadi kesesuaian antara informasi dengan data lapangan
perlu iklarifikasi dengan kepala sekolah. Dalam langkah ini kepala sekolah
dapat mengklarifisi hal-hal yang dirasa ada ketidak cocok-an atau ketidak
benaran informasi yang telah ada. Klarifikasi temuan ini dimaksudkan untuk menyampaikan
secara umum gambaran yang diperoleh tim penilai untuk setiap komponen dan aspek
untuk dijadikan bahan perbaikan bagi sekolah di masa yang akan datang.
d.
Penyusunan
laporan
Berdasarkan hasil
klarifikasi, verifikasi, dan validasi serta pendalaman terhadap data dan
informasi, selanjutnya tim penilai menyusun laporan. Laporan individual ini
memuat nilai dan catatan untuk maing-masing komponen atau aspek penilaian yang
dibuat berdasarkan deskripsi yang telah ditetapkan.
3.
Norma
Penilaian Kinerja Sekolah
Pelaksanaan
penilaian kinerja sekolah harus perpedoman pada norma-norma yang sesuai dengan
tujuan dan fungsi penilaian kinerja sekolah. Norma-norma ini harus menjadi
pegangan dan komitmen semua pihak yang terlibat di dalam proses penilaian,
norma tersebut antara lain :
a.
Kejujuran
Dalam pelaksanaan
penilaian kinerja sekolah, pihak sekolah harus secara jujur menyampaikan semua
data dan informasi yang dibutuhkan. Sekolah harus memberikan kemudahan
administratif dengan menyediakan data yang diperlukan, di samping itu sekolah
harus memberikan kemudahan tim penilai untuk melakukan pengamatan, wawancara,
dan pengkajian ulang data pendukung. Proses verifikasi dan validasi data dan
penjaringan informasi lainnya oleh tim penilai harus dilaksanakan dengan jujur dan
benar, sehingga semua data dan informasi yang diperoleh bermanfaat dan
obyektif.
b.
Independen
Dalam pelaksanaan
penilaian kinerja sekolah, tim penilaian harus mandiri, dan tidak terpengaruh
oleh intervensi apapun. Tim penilai tidak diperkenankan untuk menerima layanan
dan pemberian dalam bentuk apapun sebelum, selama, sesudah proses kunjungan
yang mungkin akan berpengaruh terhadap hasil penilaian kinerja sekolah.
c.
Profesionalisme
Dalam pelaksanaan
penilaian kinerja sekolah, tim penilaian harus benar-benar memahami
ketentuan-ketentuan dan prosedure yang berlaku dalam pelaksanaan penilaian
kinerja. Di samping itu tim penilai harus memiliki kecakapan yang memadai di
dalam menggunakan perangkat instrumen
penilaian kinerja sekolah dan dapat memberikan penilaian berdasarkan
profesionalismenya. Selanjutnya tim penilai harus mampu memberikan saran atau
masukan yang membangun dalam rangka perbaikan, pengembangan dan peningkatan
kinerja sekolah.
d.
Keadilan
Dalam pelaksanaan
penilaian kinerja sekolah, semua sekolah harus diperlakukan sama dengan tidak
memandang apakah status sekolah negeri atau swasta. Sekolah harus dilayani
sesuai dengan norma, kriteria, standar, serta mekanisme, dan prosedure kerja
secara adil atau tidak dikriminatif.
e.
Kesejajaran
Semua responden harus
dipandang sejajar dalam rangka pemberian data dan informasi. Hal ini
dimaksudkan bahwa data dan informasi yangdiberikan oleh setiap responden sangat
penting dalam proses penilaian kinerja sekolah. Dalam pelaksanaan penilaian
kinerja sekolah, kedudukan antara tim penilai dengan warga sekolah adalah
sejajar. Di samping itu tim penilai dilarang melakukan penekanan dalam
melaksanakan fungsinya sebagai tim penilai.
f.
Keterbukaan
Proses
pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, sekolah harus secara terbuka menyampaikan
data dan informasi tentang sekolah sesuai dengan kondisi nyata sekolah. Tim
penilai harus transparan dalam menyampaikan norma, kriteria, standar, dan
prosedure atau mekanisme kerja.
g.
Akuntabilitas
Hasil penilaian
kinerja berdasarkan data dan informasi mengenai profil sekolah digunakan
sebagai bahan dalam penetapan hasil dan peringkat akreditasi yang dapat
dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat.
h.
Keterbukaan
Proses
pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, sekolah harus secara terbuka
menyampaikan data dan informasi tentang sekolah sesuai dengan kondisi nyata
sekolah. Tim penilai harus transparan dalam menyampaikan norma, kriteria,
standar, dan prosedure atau mekanisme kerja.
KERANGKA
INSTRUMEN DAN PEMBOBOTAN
Dalam pengembangan alat evaluasi, termasuk
pengembangan instrumen penilaian kinerja sekolah, agar dapat
dipertanggung-jawabkan secara akademik memerlukan konsstruk yang dapat
dijadikan acuan pengembangan kisi-kisi. Dengan mengacu pada konstruk tersebut,
selanjutnya dikembangkan komponen-komponen sekolah, aspek-aspek, beserta
indikator-indikatornya. Berdasarkan indikator tersebut dikembangkan butir-butir
penilaian, yang miliki validitas yang dapat dipertanggung-jawabkan secara
akademik.
Dalam proses penilaian kinerja sekolah terkait
oleh dua fokus utama yakni kelayakan dan kinerja. Kelayakan yang terkait dengan
sumber daya, dan sarana yang dimiliki oleh sekolah. Sedang kinerja dapat
dilihat dari proses dan hasil pendidikan yang dapat dicapai oleh sekolah. Kedua fokus utama tersebut tercakup dalam
indikator-indikator yang telah dikembangkan berdasarkan konstruk kinerja
sekolah. Untuk kepentingan penilaian kinerja sekolah pengembangan konstruk
sekolah didasarkan atas makna atau hakekat kualitas sekolah, baik yang digali
dari bahan kepustakaan maupun dari pandangan-pandangan pihak yang
berkepentingan terhadap pendidikan di sekolah.
Konstruk yang dikembangkan ini menggambarkan kualitas sekolah sekolah
secara general. Oleh karena itu,
konstruk ini hanya dapat dijadikan acuan
untuk mengembangkan instrumen penilaian kualitas yang bersifat general. Dengan
demikian penilaian yang bersifat khusus (sekolah yang memiliki spesifikasi
tertentu), selain menggunakan instrumen
ini juga harus ada instrumen tambahan untuk mengungkap aspek-aspek yang
bersifat khusus.
Kerangka acuan yang digunakan dalam
pengembangan instrumen menggunakan pola : input – proses – output. Input,
proses, dan output selanjutnya dalam pengembangan instrumen ini di sebut
komponen. Selanjutnya sub-komponen disebut aspek, dan bagian dari aspek adalah
indikator. Untuk lebih jelasnya hubungan antara komponen, aspek, dan indikator
dapat dilihat pada Tabel di bawah.
Tabel 1 Hubungan Komponen, Aspek, dan Indikator
No.
|
Komponen
|
Aspek
|
Indikator
|
1.
|
Input
|
Tenaga kependidik-an
|
Guru
Kepala sekolah
Karyawan
|
|
|
Kesiswaan
|
Kondisi siswa
Prestasi siswa
|
|
|
Sarana dan Pem-biayaan
|
Ruang kelas
Laboratorium
Perpustakaan
Ruang Kepala Sekolah
Ruang Keterampilan/
Kesenian/komputer
Ruang administrasi
Kamar Kecil
Lingkungan sekolah
Fasilitas Pendukung
Pembiayaan
|
|
|
Pembiayaan
|
Sumber dana
Penggunaan dana
Akuntabilitas penggunaan dana
|
2.
|
Proses
|
Kurikulum dan bahan ajar
|
Kurikulum
Bahan ajar
Buku siswa
|
|
|
PBM
|
Kesiapan guru
Pengelolaan Kelas
Metodologi Pengajaran
Penggunaan
media pem-belajaran
|
|
|
Penilaian
|
Kesiapan guru
Pelaksanaan Penilaian
|
|
|
Manajemen dan kepemimpinan
|
Perencanaan
Implementasi program
Pengawasan
Kepemimpinan
|
3.
|
Output
|
Prestasi siswa
|
Akademik
Non-akademik
Kepribadian
|
|
|
Pretasi guru dan kepala sekolah
|
Prestasi guru
Prestasi kepala sekolah
|
|
|
Prestasi sekolah
|
Akademik
Non-akademik
|
Setiap komponen, aspek, dan indikator memiliki
bobot yang telah ditentukan berdasarkan besar kecilnya kontribusi komponen
terhadap keseluruhan instrumen, aspek terhadap komponen, dan indikator terhadap
aspek. Selanjutnya secara keseluruhan kontribusi komponen tersebut akan
menentukan kinerja sekolah. Komposisi bobot
indikator terhadap aspek dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 2 Pembobotan Komponen, Aspek, dan Indikator
No.
|
Komponen
|
Aspek
|
Indikator
|
1.
|
Input (40)
|
Tenaga kependidikan (15)
|
Guru (7)
Kepala sekolah (5)
Karyawan (3)
|
|
|
Kesiswaan (10)
|
Kondisi siswa (5)
Prestasi siswa (5)
|
|
|
Sarana (8)
|
Ruang kelas (2)
Laboratorium (1)
Perpustakaan (1)
Ruang Kepala Sekolah (0,5)
Ruang guru (0,5)
Ruang Keterampilan/
Kesenian (0,5)
Ruang tata usaha (0,5)
Kamar Kecil (0,5)
Lingkungan sekolah (0,5)
Fasilitas Pendukung (1)
|
|
|
Pembiayaan (7)
|
Sumber pendanaan (2)
Penggunaan dana (3)
Akuntabilitas penggunaan dana (2)
|
2.
|
Proses (30)
|
Kurikulum dan bahan ajar (5)
|
Kurikulum (1)
Bahan ajar (3)
Buku siswa (1)
|
|
|
PBM (10)
|
Kesiapan guru (2)
Pengelolaan Kelas (3)
Metodologi Pengajaran (3)
Penggunaan Media (2)
|
|
|
Penilaian (5)
|
Kesiapan guru (2)
Pelaksanaan Penilaian (3)
|
|
|
Manajemen dan kepemimpinan (10)
|
Perencanaan (2)
Implementasi program (4)
Pengawasan (2)
Kepemimpinan (2)
|
3.
|
Output (30)
|
Prestasi siswa (15)
|
Akademik (7)
Non-akademik (4)
Kepribadian (4)
|
|
|
Pretasi guru dan kepala sekolah (7)
|
Prestasi guru (4)
Prestasi kepala sekolah (3)
|
|
|
Prestasi sekolah (8)
|
Akademik (5)
Non-akademik (3)
|
Jumlah komulatif komponen, aspek, ataupun
indikator 100 point. Oleh karena itu, penilaian kinerja keseluruhan merupakan jumlah
setiap indikator ataupun aspek atau komponen, tetapi lebih mudah
penghitungannya menggunakan skor
komulatif indikator. Indikator-indikator
penilaian kinerja sekolah merupakan acuan untuk mengembangkan butir-butir
penilaian kinerja sekolah. Indikator ini dijabarkan dari aspek-aspek penilaian
yang menjadi fokus penilaian, yang merupakan jabaran dari komponen-komponen
kinerja sekolah. Dalam merumuskan indikator-indikator ini digunakan kriteria :
1.
Teramati,
kriteria ini menunjukkan bahwa setiap indikator yang digunakan sebagai acuan
pengembangan butir-butir penilaian harus dapat diamati substansi dan
keberadaanya.
2.
Terukur,
kriteria ini menunjukkan bahwa setiap indikator dapat diukur dan ditujukkan.
3.
Praktis,
kriteria ini menunjukan bahwa dari setiap indikator harus dapat diturunkan
butir-butir penilaian yang akan digunakan sebagai alat untuk menilai kinerja
sekolah.
4.
Relevan,
kriteria ini menunjukkan bahwa setiap indikator yang dikembangkan harus relevan
dengan harapan pihak yang berkepentingan di sekolah.
5.
Representatif,
kriteria ini menunjukkan bahwa setiap indikator yang dikembangkan harus
mewakili aspek-aspek tertentu dari komponen kualitas sekolah.
Pengembangan instrumen penilaian dalam rangka
penilaian kinerja perlu memperhatikan kepentingan penilaian kinerja sekolah.
Langkah-langkah pen-sekor-an penilaian kinerja
sekolah adalah sebagai berikut :
1.
Pen-sekor-an
butir pertanyaan pada setiap indikator/aspek :
a.
Skor
setiap indikator (mis. Indikator guru), menghitung jumlah skor semua butir
dibagi dengan jumlah butir.
b.
Jumlah
skor indikator (rentang 1 – 4) kemudian
dijumlahkan dengan indikator lain pada aspek tertentu (mis. Aspek tenaga
kependidikan).
c.
Mengalikan
rata-rata skor indikator dengan bobot tiap indikator.
d.
Menjumlahkan
hasil perkalian antara indikator dengan bobot pada aspek tertentu (mis. Aspek
tenaga kependidikan)
e.
Dengan
cara yang sama diulangi dari a s/d
d untuk aspek yang lain (mis. Aspek
kesiswaan).
2.
Pen-sekor-an
pada komponen (mis. Input) :
a.
Skor
aspek tertentu pada komponen input dijumlahkan dengan aspek yang lain (terbatas
pada komponen input).
b.
Selanjutnya
dilakukan cara yang sama untuk input lain (mis. Proses dan output).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasi
perhitungan seperti di bawah untuk komponen input.
Pensekoran
Komponen Input :
Komponen
Input (Ki) = A1 + A2
+ A3
A1 = Aspek Tenaga Kependidikan
A2 = Aspek Kesiswaan
A3 = Aspek Sarana
A4 = Aspek Pembiayaan
Selanjutnya :
A1 = Ind. Guru + Ind. Kepsek + Indi. Karyawan
A2 = Ind. KSis + Ind. PS
A3 = Ind. RK + Ind. Lab + Ind. Perp + Ind. RKs +
Ind. Rg + Ind. Rket + Ind. RTU + Ind.
Kk + Ind. LS +
Ind. FP
A4= Ind. SD + Ind. PD + Ind. APD
Pembobotan :
A1 = 7 (rerata butir Ind. Guru) + 5(rerata butir
Ind. Kepsek) + 3(rerata butir Ind. Kary)
A2 = 5(rerata butir Ind. Kondisi Siswa) + 5
(rerata butir Ind. Prestasi Siswa)
A3 = 2(rerata butir Ind. RK) + 1(rerata butir Ind.
Lab) + 1(rerata butir Ind. Perp) +
0,5(rerata butir Ind. RKs) + 0,5 (rerata butir Ind. Rg) + 0,5(rerata
butir Ind. Rket) + 0,5(rerata butir Ind. RTU) + 0,5(rerata butir Ind. Kk) +
0,5(rerata butir Ind. LS) + 1(rerata
butir Ind. FP)
A4 = 2(rerata butir Ind. SD) + 3(rerata butir Ind.
PD) + 2(rerata butir Ind. APD)
Contoh
Perhitungan :
A1 = 7 (rerata butir Ind. Guru) + 5(rerata butir
Ind. Kepsek) + 3(rerata butir Ind. Kary)
A1 = 7
{(4+4+3+3+2)/5} } + 5 {(4+3+2)/3}} +
3{(4+3+3+3+2+2)/6}}
= 7{(16)/5}} + 5{(9/3)} + 3{(17/6)} = 7(3,20) + 5(3,00) + 3(2,83)
=
22,40 + 15,00 + 8,49 = 45,89
Dengan cara yang sama A2, A3, dan A4 dihitung seperti perhitungan A1
Sehingga :
Sekor Komponen Input (S-Ki) = A1 +
A2 + A3
+ A4
Catatan/keterangan :
Ind. Guru :
Indikator Guru (7)
Ind. Kepsek :
Indikator Kepala Sekolah (5)
Ind. Karyawan :
Indikator Karyawan (3)
Ind. RK :
Indikator Ruang Kelas (2)
Ind. Lab. :
Indikator Laboratorium (1)
Ind. Perp :
Indikator Perpustakaan (1)
Ind. RKs :
Indokator Ruang Kepala Sekolah (0,5)
Ind. Rg :
Indikator Ruang Guru (0,5)
Ind. Rket :
Indikator Ruang Keterampilan(0,5)
Ind. RA :
Indikator Ruang Tata Usaha (0,5)
Ind. Kk :
Indikator Kamar Kecil (0,5)
Ind. LT :
Indikator Lingkungan sekolah (0,5)
Ind. FP :
Indikator Fasilitas Pendukung (1)
Ind. SD :
Indikator Sumber Dana (2)
Ind. PD :
Indikator Penggunaan Dana (3)
Ind. APD :
Indikator Akuntabilitas Penggunaan Dana (2)
Ind. Ksis :
Indikator Kondisi Siswa (5)
Ind. PS :
Indikator Prestasi Siswa (5)
Dengan cara yang sama dilakukan pen-sekor-an untuk
komponen proses dan output (mis. Skor Komponen input = Sekor Ki, skor komponen
proses = Sekor KP, Sekor komponen output = Sekor Ko), maka Nilai kinerja
sekolah dapat diformulasikan sebagai berikut :
Nilai
KINERJA SEKOLAH = Nilai Ki + Nilai Kp +
Nilai Ko
Keterangan = Sekor Kinerja sekolah maksimum 400
Nilai KINERJA SEKOLAH =
Instrumen penilaian kinerja sekolah secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
SOSIALISASI
PROGRAM PENILAIAN KINERJA SEKOLAH
Sosialisasi tentang proses penilaian kinerj
sekolah sangat penting agar semua pihak memahami apa arti penilaian kinerja
sekolah, latar belakang dikembangkan serta tahapan pengembangannya. Sosialisasi disampaikan secara terbuka,
intensif dan menyeluruh kepada jajaran kependidikan melalui berbagai bentuk
sosialisasi, seperti pertemuan langsung di tingkat pusat, propinsi,
kabupaten/kota, dan tingkat sekolah. Di
samping itu sosialisasi juga dilakukan secara luas kepada masyarakat, khususnya
dilakukan melalui bahan tertulis yang disebarluaskan kepada berbagai pihak.
Tahap sosialisasi dilakukan melalui
serangkaian pertemuan, diskusi, workshop dan penyebarluasan berbagai dokumen,
yaitu:
1.
Penyampaian
informasi kepada Dinas Pendidikan Propinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
beserta jajarannya, yang dilakukan pada forum rapat kerja maupun forum
sejenisnya dan melalui workshop yang berkaitan dengan pengembangan sekolah.
2.
Penerbitan
dokumen yang terkait dengan penilaian kinerja sekolah, sebagai bahan rujukan
bagi jajaran birokrasi pendidikan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Bahan tersebut juga disebarluaskan ke
berbagai pihak serta masyarakat.
Tahap sosialisasi ini sangat penting,
khususnya jajaran dinas pendidikan dan sekolah agar dapat membantu dalam
pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, khususnya Dinas Pendidikan tingkat
kabupaten/kota. Untuk itu, sosialisasi
ini akan terus dilakukan dengan berbagai cara dan teknik serta sarana atau
media yang sesuai agar masyarakat dapat memahami maksud dan tujuan penilaian
kinerja sekolah.
Tahap pelaksanaan penilaian kinerja sekolah,
idealnya diusulkan oleh sekolah yang telah merasa siap untuk dilakukan
penilaian kinerja sekolah. Namun demikian untuk tahap awal sekolah-sekolah yang
akan dinilai kinerjanya dapat ditetapkan oleh Dinas Pendidikan tingkat
Kabupaten/Kota berdasarkan skala prioritas pembinaan sekolah.
Penilaian kinerja sekolah secara internal
sudah seharusnya menjadi tanggung jawab pihak sekolah bersama komite dan warga
sekolah secara keseluruhan. Secara eksternal penilaian tersebut menjadi
tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota,
maka pemerintah kabupaten/kota seharusnya juga mendukung sekolah dalam
melakukan evaluasi diri untuk menentukan berbagai hambatan dan kendala dalam melakukan pengembangan sekolah.
Selanjutnya sekolah mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penilaian atau evaluasi secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Dalam melaksanakan penilaian kinerja sekolah, sekolah diharapkan dapat
melakukan kerjasama yang harmonis dan terbuka, penuh tanggungjawab dan memegang
akuntabilitas yang tinggi, baik dalam pelaksanaan proses penilaian dengan warga
masyarakat, khususnya komite sekolah.
Kinerja sekolah merupakan ukuran kualitas
kelembagaan yang dicerminkan oleh beberapa komponen, aspek dan indikator sebuah
lembaga sekolah. Kinerja yang tinggi sebuah lembaga sekolah merupakan harapan
kita bersama, dan peningkatan kinerja sekolah merupakan salah satu program yang
ditetapkan untuk semua sekolah (SMP) di seluruh Indonesia. Oleh karena itu
peningkatan kinerja sekolah juga merupakan program nasional, khususnya dalam
peningkatan mutu lulusan sekolah, sehingga semua pihak berperan serta, sesuai
dengan bidangnya. Berikut ini diuraikan
secara singkat peran serta untuk masing-masing pihak.
1.
Direktorat PLP
a.
Menyusun panduan penilaian
kinerja sekolah, yang mencakup komponen input, proses, dan output sekolah.
b.
Menyusun dan mengembangkan
instrument penilaian kinerja sekolah,
yang mencakup komponen seperti tersebut di atas.
c.
Melakukan sosialisasi panduan
penilaian kinerja sekolah, baik melalui rapat dinas, lokakarya, penyebarluasan
panduan dan cara lainnya.
d.
Bersama Dinas Pendidikan
Propinsi dan Dinas pendidikan Kabupaten/kota mensosialisasikan panduan
penilaian kinerja sekolah di sekolah.
e.
Bersama-sama dengan Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota mensosialisasikan tata cara penilaian kinerja sekolah
dan memberikan penjelasan tentang manfaat dan kegunaan penilaian kinerja
sekolah baik untuk sekolah maupun untuk para guru dan staf administrasi
sekolah.
f.
Bersama dengan Dinas Pendidikan
Propinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan berdasarkan
hasil penilaian kinerja sekolah dalam rangka peningkatan kinerja sekolah.
2.
Dinas Pendidikan Propinsi
a.
Mensosialisasi panduan penilaian
kinerja sekolah bersama-sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota kepada
sekolah agar sekolah memahami manfaat dan kegunaan adanya penilaian kinerja
sekolah secara pereodik.
b.
Bersama Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota melakukan penilaian kinerja sekolah dan menetapkan rambu-rambu
atau aturan sekolah-sekolah yang harus diprioritaskan untuk dinilai kinerjanya.
c.
Bersama dengan Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota melakukan pelatihan singkat kepada pengawas tentang tata cara
penilaian kinerja sekolah.
d.
Berkoordinasi dengan dengan Dit. PLP
dalam menetapkan pola pembinaan sekolah berdasarkan hasil penilaian kinerja
sekolah..
e.
Bersama Dit. PLP dan Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap
peningkatan kinerja sekolah.
3.
Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota
a.
Melakukan
diskusi konsultatif dengan Dit. PLP/Dinas Pendidikan Propinsi tentang
rambu-rambu sekolah yang diprioritaskan untuk dinilai kinerjanya.
b.
Bersama
dengan Dit. PLP/Dinas Pendidikan Propinsi memberikan pelatihan singkat kepada
pengawas sekolah tentang tata cara penilaian kinerja sekolah.
c.
Bersama
dengan Dit. PLP/Dinas Pendidikan Propinsi melakukan pembinaan, monitoring dan
evaluasi terhadap peningkatan kinerja sekolah.
Berdasarkan hasil penilaian kinerja sekolah
yang telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan tingkat Kabupaten/kota, sekolah
dapat berbagai program sekolah. Dengan mencermati hasil penilaian kinerja
sekolah dapat diidentifikasi berbagai hambatan dalam pengembangan sekolah.
Hasil penilaian kinerja tersebut berfungsi formatif, yaitu sebagai acuan untuk
memperbaiki berbagai kelemahan dan kendala dalam pelaksanaan program sekolah
agar kinerjanya dapat lebih baik. Hal ini terutama menyangkut berbagai komponen
dan indikator pendidikan yang secara langsung dapat ditangani oleh sekolah.
Kepala sekolah dapat menggunakan hasil
penilaian kinerja sebagai acuan dalam melakukan pembinaan terhadap para guru
dan staf lainnya, serta sebagai dasar dalam menyusun program sekolah yang akan
datang. Berkaitan dengan hal tersebut, sebaiknya sekolah secara rutin
mengadakan pertemuan dengan warga sekolah, termasuk komite sekolah untruk
membahas berbagai temuan dalam penilaian kinerja sekolah.
Penilaian kinerja sekolah yang secara
eksternal dilakukan oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota, Propinsi atau Pusat
(Departemen), dimanfaatkan oleh sekolah sebagai bahan refleksi bagi sekolah.
Dengan mencermati hasil penilaian kinerja sekolah, sekolah dapat mengetahui
kelemahan dan keunggulan dibanding sekolah lain. Berkaitan dengan hal tersebut,
bagi sekolah yang kinerjanya kurang baik dapat berkomunikasi dan berkonsultasi
serta bertukar pengalaman dengan sekolah lain yang lebih baik kinerjanya.
Demikian pula, sekolah hendaknya perlu berkonsultasi dengan pengawas atau staf
Dinas Pendidikan Kabupaten/kota mengenai berbagai hal yang terkait dengan upaya
untuk meningkatkan kinerjanya.
Selanjutnya beberapa hal yang perlu dilakukan
oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam memanfaatkan hasil penilaian kinerja
adalah sebagai berikut :
1.
Mengkaji
hasil penilaian kinerja sekolah secara cermat, utamanya pada simpulan dan
rekomendasi untuk cakupan Dinas Kabupaten/Kota.
2.
Membuat
inventarisasi permasalahan yang akan digunakan
sebagai bahan pembinaan sekolah.
3.
Merumuskan
tujuan, sasaran, strategi, dan program pembinaan berdasarkan skala prioritas
atau secara keseluruhan.
4.
Menentukan
sekolah-sekolah yang perlu dilakukan pembinaan.
5.
Merumuskan
langkah-langkah pembinaan.
6.
Melaksanakan
pembinaan
7.
Pembuatan
Laporan.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan
Dinas Pendidikan tingkat Kabupaten/Kota, pada dasarnya pembinaan juga dilakukan
pada Dinas Pendidikan tingkat Propinsi, perbedaan pokoknya hanya terletak pada
cakupan wilayah kerjanya. Dinas Pendidikan tingkat propinsi melalui koordinasi
dengan Dinas Pendidikan tingkat kabupaten/Kota perlu mencermati hasil penilaian
kinerja sekolah sebagai bahan pembinaan kepada sekolah baik melalui Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota maupun secara langsung dengan sepengetahuan Dinas
pendidikan Kabupaten/Kota. Hal lain yang perlu dilakukan kaitannya dengan hasil
penilaian kinerja sekolah adalah melakukan koordinasi dengan Departemen
Pendidikan Nasional Pusat.
Selanjutnya hasil penilaian kinerja sekolah
yang telah disusun untuk tingkat nasional dapat dipergunakan untuk pembinaan
tingkat nasional. Direktorat PLP perlu merangkum hasil-hasil penilaian kinerja
yang berasal dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota maupun Dinas Pendidikan
Propinsi. Berdasarkan hasil rangkuman akan dapat diketahui sejauhmana kemajuan
pendidikan yang telah dicapai oleh sekolah, dan berbagai kendala yang
dihadapinya, selanjutnya Direktorat dapat menyusun program-program pembinaan.
Dalam hal ini perlu dicermati program-program pembinaan apa saja yang secara
langsung dapat dilakukan Direktorat ke sekolah-sekolah, dan program apa saja
yang sebaiknya dilakukan melalui Dinas Pendidikan kabupaten/Kota atau Propinsi.
Berbagai program dan anggaran lain hendaknya
disinergikan secara terpadu dan diarahkan untuk mengatasi berbagai masalah yang
ada di sekolahsesuai temuan dan rekomendasi dari hasil penilaian kinerja
sekolah. Di samping itu berdasarkan hasil penilaian kinerja perlu melakukan
pengembangan konsep-konsep dan penyelenggaraan manajemen sekolah yang lebih
baik, yang dapat diaplikasikan, sesuai dengan permasalahan dan kondisi sekolah.
P
E N U T U P
Memasuki era persaingan
global, kita memerlukan sumberdaya manusia yang berakhlak mulia, jujur, cerdas,
sehat dan kuat, memiliki kepedulian sosial yang tinggi dan mempunyai karakter. Pendidikan sebagai wahana strategis dalam
pengembangan sumberdaya manusia dan pembentukan karakter, sangat menentukan
masa depan bangsa. Untuk itu, mutu pendidikan harus terus dipacu dan
ditingkatkan agar bangsa Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara lain.
Pengembangan Pedoman
Penilaian kinerja sekolah, tidak terlepas dari bagaimana meningkatkan mutu
pendidikan melalui pola evaluasi berkelanjutan. Dengan pola penilaian kinerja
sekolah ini diharapkan sekolah (termasuk Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota)
mengetahui sejauhmana keberhasilan, kendala dan hambatan yang dialami sekolah
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Selanjutnya diharapkan pula berdasarkan
hasil penilaian kinerja sekolah tersebut, sekolah dapat menggunakan sebagai
dasar pertimbangan untuk mengembangkan sekolah lebih lanjut. Berdasarkan hasil
penilaian kinerja sekolah yang cukup mendatail akan lebih mudah bagi sekolah
untuk mengembangkan lebih lanjut, sehingga tujuan sekolah yang telah ditetapkan
dapat tercapai dengan optimal.
Pada tahap awal model
penilaian kinerja sekolah dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau
Dinas Pendidikan Propinsi bertujuan untuk memetakan kualitas sekolah di wilayah
baik kabupaten/Kota maupun Propinsi. Dengan penilaian kinerja yang
berkelanjutan diharapkan sekolah dapat memulai mengelola sekolah dengan pola
”School Based Management” sehingga ketergantungan dengan pemerintah dapat
diperkecil, dan memiliki kebebasan dalam mengelola sekolah sesuai dengan
tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini.
Di samping itu penilaian kinerja sekolah ini juga dapat meningkatkan
kepercayaan sekolah terhadap berbagai macam tuntutan masyarakat yang dari waktu
ke waktu selalu meningkat. Berdasarkan hasil penilaian kinerja sekolah, sekolah
akan dapat leluasa mengembangkan sekolah sebagaimana tuntutan masyarakat dewasa
ini.
Sebagai suatu program,
konsep maupun pola penilaian kinerja sekolah akan terus dievaluasi dan
disempurnakan berdasarkan pengalaman di lapangan maupun dari sumber lainnya,
sehingga pada saatnya ditemukan pola yang komprehensif dan sesuai dengan
kondisi Indonesia. Konskwensinya, buku panduan ini juga akan terus
disempurnakan berdasarkan temuan-temuan lapangan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar