Recent Comments

Blogger templates

ekonomi Executive

ekonomi

kursor

KODE 1 KODE 2

Empty Widget

Pages

lagu

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Popular Posts

RSS

iklan

Script Iklan anda

jalan-jalan

warunk materi ekonomi

pedoman penilaian kinerja sekolah



PENDAHULUAN

 

Pelaksanaan otonomi pendidikan juga menuntut perubahan dalam sistem supervisi yang bukan saja mengemban fungsi pengawasan tetapi juga fungsi pembinaan terhadap menyelenggaraan pendidikan. Pengawasan dan pembinaan pendidikan baik di tingkat lembaga pendidikan maupun birokrasi pengelolaan. Pengawasan dan pembinaan sebagai bagian dari manajemen harus dapat berjalan seimbang dengan fungsi manajemen lainnya agar dapat dicapai peningkatan kinerja penyelenggara pendidikan secara optimal. Pelaksanaan otonomi daerah mempunyai implikasi terhadap tuntutan pelaksanaan proses evaluasi yang lebih profesional, obyektif, jujur dan transparan sebagai rangkaian dari pengawasan dan pembinaan sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.
Proses evaluasi terhadap seluruh aspek pendidikan harus diarahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanan pendidikan yang berkualitas (Quality assurance) dan memberdayakan mereka yang dievaluasi sehingga menghasilkan lulusan pendidikan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Artinya pihak yang dievaluasi, apakah itu administrator pendidikan, Kepala Sekolah, guru, atau siswa akan merasakan bahwa kegiatan evaluasi membantu untuk mengenal berbagai kelebihan dan kekurangannya, serta memberikan arah yang jelas dilakukan untuk mencapai kualitas yang lebih baik. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan, komprehensif, dan transpa-ran serta memotivasi peserta didik dan pengelola pendidikan untuk terus menerus berupaya meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran dan pendidikan.
Sehubungan dengan prinsip evaluasi di atas, untuk menjaga komparabilitas dan pengakuan kualitas input, proses dan hasil dari setiap lembaga pendidikan perlu dilakukan penilaian kinerja sekolah. Proses penilaian kinerja sekolah dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan membantu dan memberdayakan sekolah agar mampu mengembangkan sumberdayanya dalam mencapai tujuan pendidikan.
Berangkat dari pemikiran tersebut, Direktorat PLP merasa perlu untuk membuat pedoman dan instrumen penilaian kinerja sekolah, yang dapat dipergunakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di Indonesia dalam rangka pembinaan sekolah.
Penilaian kinerja sekolah secara umum bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan pada unit pelaksana teknis (sekolah). Pengertian kualitas mencakup unsur-unsur konteks, masukan (input), proses dan hasil pendidikan (keluaran dan dampak pendidikan). Secara rinci tujuan penilaian kinerja sekolah adalah sebagai berikut:
1.             Memperoleh gambaran kinerja sekolah secara umum, yang dapat dipergunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu pendidikan.
2.             Menyediakan informasi yang akurat kepada masyarakat tentang mutu suatu sekolah.
3.             Memberikan masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan peningkatan kualitas layanan sekolah.

Sementara itu, penilaian kinerja sekolah memiliki manfaat bagi:
1.             Sekolah; hasil penilaian kinerja sekolah merupakan acuan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dan rencana pengembangan sekolah, dan sekaligus menjadi bahan masukan untuk usaha pembinaan dan pengembangan kinerja warga sekolah dalam rangka menerapkan visi, misi, dan peningkatan status jenjang akreditasi sekolah, termasuk dimanfaatkan sebagai tolok ukur untuk persai-ngan kualitas sekolah pada tingkat internasional, regional, nasional, propinsi, maupun tingkat kabupaten/kota.
2.             Masyarakat; hasil penilaian kinerja sekolah diharapkan menjadi informasi yang akurat untuk menyatakan kualitas pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah; Sehingga secara sadar dan bertanggung-jawab masyarakat dapat membuat keputusan dan pilihan yang tepat kaitannya dengan pendidikan bagi anak didik sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya masing-masing.
3.             Dinas Pendidikan; hasil penilaian kinerja sekolah diharapkan dapat menjadi acuan dalam rangka pembinaan dan pengembangan/ peningkatan kualitas pendidikan di daerah masing-masing.
4.             Pemerintah; hasil penilaian kinerja sekolah diharapkan menjadi bahan masukan untuk pengembangan sistem penilaian kinerja  sekolah di masa mendatang dan sekaligus menjadi alat pengendalian kualitas pelayanan pendidikan bagi masyarakat.

Selanjutnya sekolah sebagai institusi, hasil penilaian kinerja memiliki makna yang penting, karena dapat digunakan sebagai berikut :
1.             Acuan dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan rencana pengembangan sekolah.
2.             Umpan balik untuk usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga sekolah dalam rangka menetapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program sekolah.
3.             Pendorong motivasi untuk sekolah agar terus meningkatkan mutu sekolahnya secara bertahap, terencana, dan kompetitif di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, bahkan regional dan internasional.
4.             Bahan informasi bagi sekolah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga dan dana.

Untuk kepala sekolah hasil penilaian kinerja diharapkan dapat menjadi bahan informasi  untuk pemetaan indikator kinerja warga sekolah, termasuk kinerja kepala sekolah selama pereode kepemimpinannya. Di samping itu, hasil penilaian kinerja juga diperlukan kepala sekolah sebagai bahan masukan untuk penyusunan program serta anggaran pendapatan dan belanja sekolah.
Bagi guru, hasil penilaian kinerja merupakan dorongan untuk selalu meningkatkan diri dan bekerja keras untuk memberi layanan yang terbaik bagi peserta didiknya. Secara moral, guru senang bekerja di sekolah yang diakui sebagaisekolah baik. Oleh karena itu guru selalu berusaha untuk meningkatkan mutu sekolahnya. Selanjutnya bagi siswa, hasil penilaian kinerja juga menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka memperoleh pendidikan yang baik dan bermutu.
Untuk masyarakat dan khususnya orang tua murid, hasil penilaian kinerja diharapkan menjadi informasi yang akurat tentang layanan pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah, sehingga secara sadar dan bertanggung jawab masyarakat dan khususnya orang tua dapat membuat keputusan dan pilihan yang tepat dalam kaitannya dengan pendidikan bagi anaknya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

KINERJA SEKOLAH

 

Secara umum pengertian kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitiatif  yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan indikator masukan, proses, dan output.  Selanjutnya ahli lain mengatakan bahwa kinerja adalah kombinasi atau perpaduan antara motivasi yang ada pada diri seseorang dan kemampuannya melaksanakan suatu pekerjaan. (Fielmen, 1999). Dalam kaitan dengan kelembagaan termasuk sekolah kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seluruh warga sekolah di lembaga dengan wewenang dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan kelembagaan (sekolah).
Kriteria atau  indikator kinerja sekolah diadaptasi dari komponen-komponen sekolah yang menjadi bahan penilaian berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS). Penentuan kriteria di Badan Akreditasi Sekolah lebih ber-nuansa ”dikotomis”, artinya lambaga tersebut apakah sekolah memenuhi standar minimal, yang akan dinyatakan ”terakreditasi” atau tidak memenuhi syarat minimal, yang dinyatakan ”tidak terakreditasi”. Sedangkan pada konsep penilaian kinerja yang lebih bernuansa pembinaan berkesinambungan, penilaian lebih menekankan pada identifikasi permasalahan sekolah melalui penilaian kinerja, dimana kelemahan-kelemahan yang ada di sekolah diusahakan di atasi dengan berbagai kebijakan sekolah, baik pada tingkat kabupaten/kota, propinsi, maupun tingkat Departemen CQ. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Penilaian dilakukan melalui serangkaian kegiatan proses pembandingan kondisi sekolah dengan kriteria (standar) yang telah ditetapkan. Standar-standar tersebut meliputi : a) standar input, b) standar proses, maupun c) standar outout. Mengingat standar-standar tersebut terdiri dari berbagai aspek dan sub aspek yang saling terkait satu sama lain untuk mencapai tujuan sekolah, maka standar tersebut harus disusun secara kronologis berdasarkan standar yang ada yang isinya dari waktu ke waktu dapat berubah sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pendidikan masa depan.
Standar input mencakup : a) aspek tenaga kependidikan, b) aspek kesiswaan, dan c) aspek sarana dan d) pembiayaan. Standar proses mencakup : a) aspek kurikulum dan bahan ajar, b) aspek PBM, c) aspek penilaian,  dan d) aspek manajemen dan kepemimpinan. Sedangkan aspek output mencakup : a) aspek prestasi belajar siswa, b) aspek prestasi guru dan kepala sekolah, dan c) aspek prestasi sekolah. Selanjutnya setiap  aspek baik input, proses, maupun output akan diuraikan lebih rinci untuk mendapatkan gambaran data yang lebih jelas dan konkrit, agar kondisi sekolah benar-benar tercerminkan secara komprehensif, melaui indikator yang terukur.
Selanjutnya aspek tenaga kependidikan terdiri dari : guru, kepala sekolah, dan karyawan. Keberadaan guru, kepala sekolah dan karyawan akan ”dipotret” secara komprehensif dan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Aspek kesiswaaan terdiri dari ::  kondisi siswa dan prestasi siswa yang merupakan bahan baku sekolah dan  sangat menentukan pembinaan pretasi siswa ke depan. Sedangkan aspek sarana yang terdiri dari : keberadaan ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang keterampilan/kesenian, ruang administrasi, kamar kecil, lingkungan sekolah, dan fasilitas pendukung (media/alat peraga). Selanjutnya untuk aspek pembiayaan terdiri dari : sumber pendanaan, penggunaan dana, dan akuntabilitas penggunaan dana. Indikator-indikator yang ada pada aspek sarana maupun aspek pembiayaan cukup penting mengingat proses belajar mengajar tidak akan dapat optimal tanpa dukungan sarana yang lengkap dan pembiayaan yang cukup.
Dari sisi proses, aspek kurikulum dan bahan ajar terdiri dari: kurikulum, bahan ajar, dan buku siswa. Keberadaan tiga indikator ini cukup penting, karena tanpa kurikulum yang jelas, bahan ajar yang komprhensif dan buku penunjang untuk siswa yang mendukung kurikulum maka proses pembelajaran juga tidak akan dapat berjalan dengan efektif. Aspek PBM terdiri dari : kesiapan guru, pengelolaan kelas, metodologi pengajaran, dan penggunaan media pembelajaran. Sedangkan aspek penilaian terdiri dari : kesiapan guru, dan pelaksanaan penilaian. Kedua aspek tersebut (proses belajar mengajar dan penilaian) sangat penting dalam melihat keberhasilan program pengajaran. Sedangkan aspek manajemen dan kepemimpinan terdiri dari : perencanaan, implementasi program, pengawasan, dan kepemimpinan. Tidak berbeda dengan aspek-aspek yang lain, aspek manajemen dan kepemimpinan juga tidak kalah penting dalam melihat kinerja sekolah, khususnya pada komponen proses.
Dari sisi output, aspek prestasi belajar siswa terdiri dari : akademik, non-akademik, dan kepribadian. Prestasi siswa menjadi tolok ukur utama dalam melihat keberhasil pendidikan secara umum. Tolok ukur ini pada umumnya justru menjadi ukuran kemajuan sebuah lembaga pendidikan. Aspek pretasi guru dan kepala sekolah terdiri dari : prestasi guru dan prestasi kepala sekolah. Indikator ini yang selama ini sering dilupakan, padahal dilihat dari sisi efektivitas pembelajaran,  peran guru sangat penting dalam mengembangkan strategi pembelajaran, sedangkan kepala sekolah sangat berperan dalam mengelola sekolah sebagai agen perubahan. Sedangkan aspek prestasi sekolah terdiri dari : prestasi akademik dan non-akademik. 

Penilaian kinerja dilakukan dengan menggunakan instrumen yang komprehensif dan dikembangkan berdasarkan pada standar mutu yang ditetapkan, hasil penilaian diharapkan dapat memetakan secara utuh dan komprehensif profil sekolah. Oleh karena itu fungsi dari sistim penilaian, yakni :

1.             Dari sisi pengetahuan, yakni sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur terkait, mengacu pada standar yang ditetapkan beserta aspek-aspek sekaligus indikatornya.
2.             Dari sisi akuntabilitas, yakni sebagai bentuk pertanggung-jawaban sekolah kepada masyarakat, apakah layanan yang dilaksanakan dan diberikan oleh sekolah telah memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.
3.             Dari sisi pembinaan dan pengembangan, yakni sebagai dasar bagi sekolah, pemerintah, dan masyarakat dalam upaya peningkatan atau pengembangan mutu sekolah.

Dalam penilaian kinerja sekolah memiliki komponen-komponen utama yang menjadi tolok ukur penilaian kinerja sekolah. Dalam penilaian kinerja sekolah focus penilaian tidak hanya terbatas pada aspek tertentu saja, melainkan meliputi berbagai aspek yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian hasil yang diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan dan kinerja sekolah tersebut. Kinerja ini terutama ditinjau dari misi utamanya yakni memberikan layanan pendidikan dalam rangka membangun generasi yang memiliki pengetahuan dan kemampuan sebagai bekal kehidupan di masa datang. Dengan demikian komponen-komponen penilaian juga harus mencakup aspek input sekolah, proses sekolah, dan output sekolah yang secara integratif saling kait mengkait satu sama lain, sehingga membangun kinerja baik secara individu maupun sekolah. Selanjutnya secara lengkap akan diuraikan komponen-kompoen tersebut sebagai berikut : 
1.             Komponen Input
Input suatu sekolah dapat berupa input yang berkaitan dengan aspek tenaga kependidikan, aspek siswa, dan aspek sarana dan pembiayaan (tangible), di samping input harapan yang mencakup visi, misi, tujuan dan sasaran yang lebih menekankan pada aspek intangible. Dalam konteks ini akan lebih ditekankan pada aspek-aspek sepetti tersebut di atas yang lebih tangible.  Aspek tenaga kependidikan mencakup guru, kepala sekolah, dan karyawan. Aspek siswa mencakup kondisi siswa dan prestasi siswa. Aspek sarana mencakup ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang ketrampilan/ kesenian, ruang tata usaha, kamar kecil, lingkungan sekolah, dan fasilitas pendukung. Sedangkan aspek pembiayaan mencakup sumber dana, penggunaan dana, dan akuntabilitas penggunaan dana.
Walaupun aspek yang bersifat intangible (visi, misi, tujuan, dan sasaran) tidak ditekankan dalam identifikasi sekolah, namun dalam rencana pengembangan sekolah tetap harus ditekankan sebagaimana dijelaskan pada Buku Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), visi adalah gambaran masa depan yang ingin dicapai.  Dengan istilah lain, visi merupakan cita-cita yang ingin dicapai di masa depan.  Bagi sekolah, tentunya visi merupakan “sosok sekolah” yang diharapkan di masa datang.  Mengingat tujuan akhir sekolah adalah mendidik siswa, maka sebaiknya sosok sekolah di masa depan yang digambarkan pada visi, terkait erat dengan sosok lulusan.
Pada umumnya setiap orang punya visi, walaupun hal itu tidak disadari.  Misalnya seseorang bercita-cita menjadi pengusaha yang mampu memanfaatkan sumberdaya alam di daerah asal dan mampu menyejahterakan masyarakat setempat.  Cita-cita seperti itu pada dasarnya merupakan visi yang bersangkutan dan jika visi tersebut benar-benar diinternalisasi akan mampu mendorong yang bersangkutan selalu mencari cara untuk mewujudkannya.
Misi adalah tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi.  Perumusan misi harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak terkait dan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki sekolah maupun sumberdaya yang dapat diupayakan untuk digunakan dalam mewujudkan visinya. Selanjutnya misi yang terumuskan dengan jelas sangat penting, karena akan memberikan panduan kepada semua pihak, khususnya warga sekolah dalam berpartisipasi dalam mewujudkan visi bersama. Bahkan jika penyusunan misi telah melibatkan semua stakeholder, sangat mungkin masing-masing stakeholder sudah faham tentang apa yang perlu dan harus dilakukan, dalam mendukung misi tersebut.
Tujuan pada dasarnya tahapan dari visi,  Apabila visi merupakan sosok sekolah yang ingin diwujudkan dalam jangka panjang, misalnya 25 tahun atau bahkan lebih, maka tujuan merupakan tahapan sosok itu, untuk jangka waktu tertentu, misalnya untuk 3 tahun.  Dengan demikian harus disadari bahwa jika tujuan-tujuan tersebut “disambung” secara berkelanjutan sampai periode tertentu, akan berujung pada visi.
Sasaran pada dasarnya merupakan penjabaran dari tujuan, untuk periode waktu yang lebih pendek.  Misalnya, jika tujuan disusun untuk periode 3 tahun, sasaran dapat saja disusun untuk periode satu tahun.  Namun juga harus diingat bahwa jika sasaran-sasaran seperti itu disambung untuk periode 3 tahun, harus mewujudkan tujuan.
Bagaimana menyusun visi, misi, tujuan dan sasaran telah dimuat pada Buku Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diterbitkankan oleh Dit. PLP.  Pada naskah ini hanya ditekankan bahwa jika visi dan misi, tujuan dan sasaran dirumuskan secara jelas, dengan melibatkan semua stakeholder, akan mengarahkan warga sekolah dan stakeholder yang  lain, apa yang harus dicapai pada setiap periode dan bagaimana mewujudkannya.
a.             Aspek Tenaga Kependidikan
Input yang berkaitan dengan aspek tenaga kependidikan mencakup keberadaan guru, kepala sekolah, dan karyawan (laboran, tenaga kepustakaan, penjaga sekolah dan tenaga tata usaha). Keberadaan aspek-aspek tersebut sangat penting pada pengelolaan suatu organisasi, termasuk sekolah, karena jika benar-benar difahami dan diinternalisasi dengan baik oleh seluruh warga sekolah, akan mampu menjadi pendorong utama prestasi sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Standar sekolah yang baik sangat sumberdaya manusia dalam jenis, jumlah dan kualifikasi yang cukup, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Ketentuan berapa jumlah guru, kualifikasi guru, kualifikasi kepala sekolah, jumlah tata usaha, kualifikasi tata usaha, jumlah laboran dankualifikasinya serta tenaga karyawan lainnya telah dimuat dalam buku SPM.  Sekolah dikatakan memenuhi standar jika minimal telah memenuhi minimal 90% dari kebutuhan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya. Meskipun demikian dalam identifikasi tetap akan diungkap dengan data interval agar dapat ditetapkan langkah dan strategi peningkatan kualitas sekolah berdasarkan data sekolah tersebut.  
Tenaga kependidikan, khususnya guru merupakan merupakan kunci utama proses pendidikan.  Apapun kurikulum dan sarana yang dimiliki sekolah, pada akhirnya gurulah yang menggunakan dalam proses pendidikan.  Oleh karena itu faktor tenaga kependidikan, khususnya guru harus dikelola dengan baik, sehingga mampu dan siap bekerja secara optimal.
Proses pengelolaan tenaga kependidikan perlu berfokus pada dua hal, yaitu kemampuan dan komitmen kerja.  Peningkatan kemampuan sudah banyak dibahas dan bahkan telah banyak dilakukan melalui berbagai bentuk pelatihan dan peningkatan kualifikasi pendidikan.  Tetapi juga banyak dijumpai, setelah selesai mengikuti pelatihan atau peningkatan kualifikasi pendidikan, ternyata kinerja mereka tidak meningkat secara signifikan, bahkan muncul istilah “kembali seperti semula”.
Berbagai kajian menunjukkan bahwa yang menjadi penyebab adalah komitmen kerja mereka tidak berubah.  Pada hal, komitmen kerja itulah yang mengeluarkan kemampuan seseorang menjadi kinerja.  Setinggi apapun kemampuan seseorang, kalau komitmen kerjanya rendah, knierjanya juga akan rendah.  Oleh karena itu, pengembangan komitmen kerja bagi guru dan tenaga kependidikan perlu diupayakan.
Tenaga kependidikan (guru, kepala sekolah, dan karyawan) secara umum bertugas melaksanakan perencanaan, pembelajaran, pembimbingan, pelatihan, pengelolaan, penilaian, pengawasan, dan pelayanan yang diperlukan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran. Tenaga kependidikan merupakan jiwa sekolah, dan sekolah hanyalah merupakan wadahnya. Oleh karena itu tenaga kependidikan merupakan kunci bagi suksesnya pengembangan sekolah.
Indikator tenaga kependidikan, sekolah memiliki : a) tenaga kependidikan yang cukup jumlahnya, b) kualifikasi dan kompetensi yang memadai sesuai dengan tingkat pendididikan yang ditugaskan, c) tingkat kesesuaian dalam arti kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kependidikan sesuai dengan bidang kerja yang ditugaskan, dan kesanggupan kerja yang tinggi (Depdiknas, 2004).  Selanjutnya tenaga kependidikan berkewajiban : a) menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan, b) melaksanakan tugas kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya, dan c) meningkatkan kemampuan profesionalnya yang meliputi kemampuan intelektual, integritas kepribadian, dan interkasi sosial baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat.
b.            Aspek Kesiswaan
Input yang berkaitan dengan aspek kesiswaan yang mencakup kondisi siswa dan prestasi siswa.  Kondisi siswa dan prestasi siswa tersebut tidak terlepas dari proses penerimaan peserta didik yang didasarkan atas kriteria yang jelas, transparan dan akuntabel. Peserta didik memiliki tingkat kesiapan belajar yang memadai, baik mental maupun fisik. Sekolah memiliki program yang jelas tentang pembinaan, pengembangan, dan pembimbingan peserta didik. Sekolah memberi kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk berperan serta dalam penyelenggaraan program sekolah. Sekolah melakukan evaluasi kemajuan dan hasil belajar peserta didik yang memenuhi kaidah evaluasi yang baik (Depdiknas, 2004).
Selanjutnya dalam Kebijakan Akreditasi Sekolah (2004) dinyatakan bahwa peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu. Peserta didik merupakan salah satu masukan yang sangat menentukan bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Namun demikian prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik pada dasarnya merupakan upaya kolektif antara peserta didik dan guru. Selanjutnya berkaitan dengan peserta didik, ada enam hal yang harus diperhatikan oleh sekolah yaitu : a) penerimaan siswa baru, b) penyiapan belajar peserta didik, c) pembinaan dan pengembangan, d) pembimbingan, e) pemberian kesempatan, dan f) evaluasi hasil belajar siswa.
Aspek input yang berkaitan dengan kesiswaaan ditekankan pada kondisi siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah yakni rasio siswa per rombongan belajar dan juga rasio pendaftar terhadap siswa yang dterima. Di samping itu dalam aspek kesiswaaan juga diperhitungkan pretasi siswa sebelum masuk ke jenjang SMP, yakni prestasi di sekolah dasar (SD) dan juga kualitas (peringkat) sekolah asal sebelum masuk di tingkat SMP. Aspek ini cukup penting dan strategis karena akan sangat menentukan proses pembelajaran selanjutnya. Apabila inputnya berkualitas akan sangat mudah dalam proses pengembangan pembelajaran selanjutnya.
c.             Aspek sarana dan pembiayaan
Input yang berkaitan dengan sarana dan pembiayaan mencakup ruang kelas, labratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang keterampilan/kesenian/komputer, ruang administrasi, kamar kecil, lahan terbuka, fasilitas pendukung dan pembiayaan. Salah satu tujuan penyediaan sarana dan prasarana sekolah yang lengkap adalah untuk menjamin tercapainya tujuan sekolah dan tuntutan pedagogik yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai tuntutan karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan, dan perkembangan afektif, kognitif, dan psikomotor peserta didik.
Sumberdaya sarana-prasarana yang seharusnya dimiliki sekolah juga telah dijelaskan dalam dokumen SPM.  Sarana-prasarana yang dicakup pada SPM antara lain, lahan sekolah, ruang belajar beserta mebeler dan media pembelajaran yang diperlukan, ruang laboratorium beserta peralatan praktikum, perpustakaan berserta buku dan media belajar lainnya, kantor dan ruang guru beserta mebelernya, serta fasilitas pendukung, antara lain KM/WC, kantin sekolah, fasilitas olahraga serta bermain dan sebagainya.  Buku SPM telah memuat standar masing-masing jenis sarana dikaitkan dengan jumlah siswa dan juga menyebutkan bahwa sekolah minimal perlu memiliki minimal 90% dari standar tersebut.
Terdapat tiga hal penting dalam pengelolaan sarana-prasarana di sekolah, yaitu pemilihan sarana-prasarana yang diperlukan, optimalisasi penggunaan, dan perawatan.
Seringkali sekolah memiliki semangat ingin punya yang terlalu besar dan tidak mempertimbangkan apakah sarana itu benar-benar diperlukan dan berapa kali penggunaan dalam satu periode waktu tertentu.  Sebagai contoh, banyak sekolah menginginkan aula dan berupaya mengadakannya.  Tetapi jika ditanyakan berapa kali aula tersebut digunakan dalam satu tahun, ternyata hanya beberapa kali saja, khususnya kalau ada pertemuan wali murid atau pentas seni.   Pada kasus seperti itu perlu dipertanyakan apakah memang pembangunan aula merupakan prioritas dan apakah tidak ada sarana yang justru lebih penting untuk mendukung proses pembelajaran.
Jika sarana sudah dimiliki, perlu diupayakan akan dapat digunakan secara optimal.  Banyak kasus menunjukkan adanya sarana sekolah yang frekwensi penggunaannya sangat kecil, sehingga sarana tersebut rusak bukan karena digunakan, tetapi justru rusak karena jarang atau tidak pernah digunakan.  Jika memang keperluan untuk menggunakan oleh warga sekolah tidak terlalu banyak dan sarana itu sudah terlanjur ada (misalnya aula sekolah), maka perlu dicari jalan bagaimana mengoptimalkan.  Mungkin saja dapat digunakan untuk keperlukan lain atau jika mungkin ditawarkan untuk digunakan oleh pihak lain, asal saling menguntungkan.
Perawatan, khususnya perawatan preventif terhadap sarana seringkali kurang mendapat perhatian.  Contoh sederhana adalah ada genting bocor, tetapi dibiarkan cukup lama sehingga mengakibatkan rusaknya plafon.  Banyak alat laboratorium yang rusak karena kurang mendapatkan perawatan sehari-hari.  Memang banyak alat-alat laboratorium perlu perawatan, walaupun tidak digunakan.  Banyak alat elektronika dan optik cepat rusak karena lembab.  Pemanasan sebagain bagian perawatan preventif, memang diperlukan untuk peralatan seperti itu.
Dana juga merupakan sumberdaya yang sangat penting dalam pendidikan.  Tanpa dukungan dana yang cukup, akan sangat sulit proses pendidikan terlaksana dengan baik.  Dokumen SPM tidak menyebutkan secara tegas dana  yang perlu dimiliki oleh sekolah.  Namun pada buku MPMBS dijelaskan bagaimana sekolah dapat melakukan perhitungan berapa dana yang diperlukan, sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
d.            Aspek pembiayaan
Berkaitan dengan pembiayaan, tidak hanya menyangkut jumlah, tetapi yang tidak kalah pentingnya proses pengelolaan. Bahkan seringkali pengelolaan yang dana  yang kurang tepat menyebabkan iklim kerja berantakan.  Kunci pokok dalam pengelolaan dana adalah keadilan, efisiensi dan keterbukaan.
Dalam aspek pembiayaan mencakup : a) sumber pendanaan, b) penggunaan dana, dan c) akuntabilitas penggunaan dana. Dalam konteks penggunaan dana adil tidak berarti harus sama, tetapi program yang penting mendapatkan alokasi dana yang cukup dan yang mereka yang bekerja lebih banyak juga mendapatkan penghargaan lebih baik.  Penentuan prioritas perlu diputuskan secara terbuka dan melibatkan semua pihak yang terkait, sehingga semua pihak merasa ikut menentukan bahwa kegiatan “X” merupakan prioritas dan oleh karena itu perlu mendapatkan prioritas alokasi dana yang cukup.
Efisiensi belum banyak mendapat perhatian di sekolah.  Salah satu cara mengupayakan efisiensi dalam penggunaan dana adalah dengan menerapkan anggaran berbasis aktivitas (activities based budget). Artinya alokasi anggaran didasarkan pada aktivitas/kegiatan yang benar-benar diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.  Harus dihindari adanya alokasi dana yang tidak memiliki aktivitas yang terkait erat dengan pencapaian sasaran sekolah.
Keterbukaan atau transparasi merupakan masalah sangat penting dalam pengelolaan dana.  Pengelolaan dana yang tidak transparan seringkali menjadi penyebab munculnya kecurigaan dan kemudian merambat menjadi iklim kerja yang kurang harmonis, bahkan menurunkan semangat kerja.  Mungkin saja sebenarnya dana sudah digunakan secara benar, namun karena kurang transparan muncul dugaan-dugaan dan bahkan kecurigaan bahwa anggaran diselewengkan, sehingga menimbulkan iklim kerja yang kurang baik. Oleh karena pentingnya masalah ini, dalam buku MPMBS, transparansi dijadikan salah satu aspek yang harus dikembangkan di sekolah.  Bagaimana cara melaksanakan pengelolaan keuangan yang transparan dapat dibaca di buku tersebut.
2.             Komponen Proses
Proses pada dasarnya merupakan pengolahan input untuk menghasilkan output yang direncanakan.  Jadi pada aspek proses inilah seharusnya input diproses secara selaras dan sinergis, sehingga menghasilkan output yang diharapkan.  Proses pendidikan di sekolah mencakup : a)  aspek kurikulum dan bahan ajar, b) aspek PBM c) aspek penilaian, dan ) aspek manajemen dan kepemimpinan.  Proses pendidikan dikatakan baik, jika mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif dan mampu membantu siswa belajar, sehingga mencapai hasil belajar yang diharapkan.  Tentu saja untuk maksud itu harus dapat menggunakan input-input secara selaras dan harmonis, sehingga input-input tersebut dapat bersinergi secara maksimal dan proses berjalan secara efektif dan efisien.
a.             Aspek Kurikulum dan bahan ajar
Proses yang paling utama di sekolah adalah proses pembelajaran, karena memang proses pembelajaran itulah tugas dan fungsi utama sekolah.  Oleh karena itu, proses pembelajaran harus diupayakan dapat berjalan dengan efektivitas tinggi.  Dalam kurikulum 2004 aspek kurikulum dan bahan ajar tidak dapat dipisahkan secara dikotomis, karena dokumen kurikulum yang ditetapkan dalam standar kompetensi masih perlu dijabarkan menjadi lebih rinci (silabus dan satuan pembelajaran) dengan mengacu pada dokumen kurikulum yang ada.
Dalam buku kebijakan akreditasi sekolah (2004) ditegaskan bahwa sekolah melaksanakan kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal atau pilihan sesuai dengan potensi sekolah. Dalam pelaksanaannya sekolah berpegang pada dokumen kurikulum dan silabus yang dikembangkan dengan mengacu kepada dokumen tersebut. Standar kurikulum dibuat untuk membuat jaminan kepada masyarakat bahwa apa yang diperoleh di sekolah benar-benar konsisten dengan prinsip dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam kurikulum nasional. Meskipun sekolah diperkenankan untuk mengembangkan atau melaksanakan kerukulum yang menjadi ciri khas dari sekolah yang bersangkutan, namun kurikulum nasional tetap harus dilaksanakan sepenuhnya.
Penyediaan dan pemilihan buku ajar merupakan rangkaian kegiatan guru dalam rangka penyiapan proses belajar mengajar. Langkah ini merupakan kelanjutan dari pengembangan silabus yang telah dilaksanakan oleh guru berdassarkan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Dalam konteks implementasi kurikulum 2004 bahan ajar dikembangkan oleh guru berdasarkan kompetensi dasar (KD) yang dijabarkan dari standar kompetensi. Pemilihan bahan ajar sangat berperan penting dalam memahami kompetensi dasar yang harus diselesaikan oleh peserta didik dalam satu satuan waktu tertentu.
Selanjutnya buku siswa merupakan kelengkapan dari buku ajar yang telah dikembangkan oleh guru. Buku siswa sangat berperan dalam memudahkan siswa memahami topik permasalahan (kompetensi dasar) yang telah dikembangkan oleh guru. Dengan buku siswa juga diharapkan proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Di samping itu buku siswa juga menuntun kronologis berpikir siswa mengikuti logika atau alur keilmuan yang telah dijabarkan dalam kompetensi dasar yang merupakan penjabaran dari standar kompetensi pada mata pelajaran tertentu.
b.            Aspek Proses Belajar Mengajar
Proses pembelajaran adalah serngkaian aktivitas yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Perencanaan pembelajaran adalah penyusunan rencana tentang materi pembelajaran, bagaimana melaksanakan pembelajaran, dan bagaimana melaksanakan penilaian. Oleh karena itu esensi perencanaan pembelajaran adalah kesiapan yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran adalah interaksi antara pendidik dan peserta didik yang diharapkan menghasilkan perubahan peserta didik dan inti dari proses belajar mengajar adalah efektivitasnya. Sedangkan evaluasi pembelajaran adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil pembelajaran.
Pembelajaran dikatakan efektif jika mencapai hasil yang diinginkan.  Tentunya hasil pembelajaran, bukan sekedar siswa mendapatkan nilai tinggi, tetapi juga mampu mengembangkan potensinya untuk meningkatkan kecakapan hidup yang diperlukan guna mengatasi dan menyelesaikan problema kehidupan yang dihadapi.  Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak boleh berhenti sampai penguasaan bahan ajar saja, tetapi harus sampai terakumulasi menjadi kecakapan hidup (life skill).
Proses pembelajaran dapat berjalan efektif, jika siswa memiliki motivasi belajar yang bagus.  Sementara itu motivasi belajar siswa akan tumbuh, jika merasa apa yang dipelajari bermakna buat dirinya.  Oleh karena itu, isi pembelajaran harus memberikan makna (meaningful) bagi anak didik, sementara proses pembelajaran memberikan situasi yang menyenangkan (joyfull), dengan mengoptimalkan potensi dan tipologi anak didik.  Di sinilah pentingnya proses pembelajaran memperhatikan karateristik modalitas anak didik, sebagai pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran, sehingga dapat terjadi apa yang kini disebut dengan quantum learning.
Selain proses pembelajaran dilihat dari sisi substansial untuk mengoptimalkan hasil belajar mengajar, perlu juga diperhatikan dan dipertimbangkan aspek lingkungan sekolah. Oleha karena itu proses pembelajaran perlu didukung dengan lingkungan belajar yang kondusif.  Banyak studi yang menyimpulkan bahwa lingkungan belajar yang kondusif berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar siswa.  Oleh karena itu, sekolah harus mengupayakan sekolah merupakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
Dalam pengertian tersebut, lingkungan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga non fisik, misalnya tata hubungan dan pergaulan antar warga sekolah.  Jika guru dan pimpinan memberikan contoh belajar dan bekerja keras, akan mendorong siswa juga belajar dan bekerja keras.  Jika orang yang belajar dengan sungguh-sungguh mendapat penghargaan lebih dibanding yang tidak, akan mampu mendorong siswa belajar dengan sungguh-sungguh.  Jika guru secara periodik membuat rangkuman hasil bacaan dan ditempel di majalah dinding sekolah, akan mendorong siswa untuk membaca buku.
Lingkungan non fisik seperti yang diutarakan di atas, setapak demi setapak akan mampu menumbuhkan budaya mutu, yaitu situasi yang mendorong setiap orang untuk menghargai mutu dan selalu mengupayakan peningkatan mutu dalam setiap aspek kehidupan. Meskipun demikian tentu lingkungan fisik juga berpengaruh terhadap motivasi bekajar siswa.  Lingkungan sekolah yang bersih, tertata rapi, sejuk, tenang dan aman akan merupakan lingkungan belajar yang menyenangkan.  Sekolah tidak harus mewah, tetapi yang lebih penting situasinya dapat memberikan kesan longgar (tidak sumpek), sejuk (tidak panas), rapi dan bersih (tidak kumuh), tenang (tidak bising) dan memberikan perasaan aman bagi siswa.
c.             Aspek Penilaian
Aspek penilaian merupakan salah satu aspek yang tidak kalah penting dengan aspek-aspek lainnya. Proses pembelajaran yang berkualitas atau yang baik tanpa ditunjang dengan penilaian yang baik juga akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan secara umum. Dalam aspek penilaian mencakup : a) kesiapan guru dalam proses penilaian dan b) proses pelaksanaan penilaian. Dalam kurikulum berbasis kompetensi (kurikulum 2004) kesiapan guru dalam mendisain atau merencanakan penilaian menjadi salah satu bagian yang penting dalam program penilaian secara umum.
Kesiapan guru dalam proses penilaian antara lain terkait oleh sejauhmana guru mampu mengungkap kemampuan siswa dalam mempelajari pokok-pokok bahasan/kompetensi dasar (KD) tertentu dengan berbagai model penilaian. Hal ini menjadi penting karena setiap KD memiliki karakteristik keilmuan yang berbeda-beda, sehingga memerlukan model penilaian yang berbeda pula. Selanjutnya dalam hal proses pelaksanaan penilaian, juga tidak kalah penting dengan perencanaan (kesiapan guru). Walaupun perencanaannya sangat baik tapi kalau pelaksanaannya kurang optimal juga tidak akan berdampak positif pada aspek pemahaman siswa dalam mempelajari materi pelajaran.
d.            Aspek Manajemen  dan kepemimpinan
Proses yang berkaitan dengan aspek manajemen mencakup : a) perencanaan, b) implementasi program, c) pengawasan, dan d) kepemimpinan. Berkaitan dengan perencanaan sekolah memiliki perencanaan strategis dengan rumusan arah yang jelas dan tujuan yang jelas oleh setiap warga sekolah, yang digunakan sebagai acuan  bagi pengembangan rencana operasional dan program sekolah. Dari sisi implementasi sekolah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, kerjasama, tanggung jawab, keterbukaan, keluwesan, akuntabilitas, dan keberlangsungan. Dari sisi pengawasan, pimpinan sekolah melaksanakan pengawasan secara terencana dan berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan dari sisi kepemimpinan kepala sekolah menerapkan pola kepemimpinan yang terbuka dan melakukan pendelegasian tugas dengan baik.
Sehubungan dengan perencanaan, sekolah memiliki rencana yang akan dicapai dalam jangka panjang (rencana strategis) yang dijadikan acuan dalam rencana operasional. Dalam rencana ini wawasan masa depan (visi) dijadikan panduan bagi rumusan misi sekolah. Dengan kata lain, wawasan masa depan atau visi sekolah adalah gambaran masa depan yang dicita-citakan oleh sekolah. Adapun misi sekolah adalah tindakan untuk merealisasi visi. Visi dan misi dijadikan acuan dalam merumuskan tujuan sekolah, dan hasil yang diharapkan oleh sekolah. Kegiatan sekolah dilakukan berdasarkan tujuan sekolah yang dirumuskan secara jelas. Kriteria utama mutu perencanaan sekolah adalah sejauhmana warga sekolah memahami dan menyadari visi, misi, dan tujuan sekolah dan sejauhmana tujuan tersebut dicapai (Depdiknas, 2004).
Implementasi manajemen sekolah adalah pengelolaan sekolah yang dilakukan secara efektif dan efisien. Mengingat perubahan terletak pada inisiatif dan komitmen dari para tenaga kepemdidikan yang bekerja di sekolah, maka manajemen sekolah yang dimaksud adalah manajemen yang berpusat pada sekolah atau yang dikenal dengan manejemen berbasis sekolah (MBS). MBS adalah suatu model manajemen yang bertolak dari kemampuan, kesanggupan, dan kebutuhan sekolah, bukan perintah dan petunjuk dari lapisan birokrasi atasan, dengan catatan bahwa apa yang dilakukan oleh sekolah harus tetap dalam lingkup kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2004).
Sedangkan pengawasan merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen sekolah. Dalam pelaksanaan pengawasan ini terkandung pula fungsi pemamtauan yang diarahkan untuk melihat apakah semua kegiatan berjalan dengan lancar dan semua sumber daya dimanfaatkan secara optimal, efektif dan efisien.  Pengawasan dan monitroing dilakukan secara berkala dan tepat sasaran sehingga hasilnya dapat digunakan untuk melakukan perbaikan. Di samping itu pengawasan juga harus dilaksanakan berdasarkan item-item penilaian yang sesuai dengan tujuan sekolah.
Selanjutnya berkaitan dengan kepemimpinan, manajemen sekolah memfokuskan diri pada sekolah sebagai sistem dimana kepemimpinan menekankan pada orang sebagai jiwanya. Kepala sekolah berperan sebagai manajer dan pemimpin sekaligus. Tugas dan fungsi manajer adalah mengelola para pelaksana dengan sejumlah masukan manajemen, serta pengendalian agar sekolah sebagai sistem mampu berkembang. Sedang tugas dan fungsi pemimpin adalah memimpin warga sekolah agar posisi mereka sebagai jiwa dari sekolah benar-benar sehat, cerdas, dan dinamis.
3.             Komponen Output
Output sekolah pada umumnya dikaitkan dengan prestasi siswa, karena memang tujuan pokok sekolah adalah mengembangkan potensi siswa, sehingga terwujud dalam prestasi hasil belajar.  Seringkali hasil belajar seperti itu dipilah menjadi akademik dan non akademik.  Namun demikian dalam kaitan dengan peningkatan mutu sekolah secara keseluruhan, di samping prestasi siswa juga akan diungkap pretasi guru dan kepala sekolah, serta prestasi sekolah sebagai institusi yang akan dijadikan tolok ukur kualitas sekolah.
a.             Aspek Prestasi belajar sisw
Prestasi belajar siswa dapat dikategorikan menjadi pretasi akademik, non-akademik, dan kepribadian siswa. Prestasi akademik biasanya dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan erat dengan penalaran, misalnya nilai ujian (UNAS maupun US), lomba karya ilmiah dan lomba-lomba sejenis itu, yang semua itu pada dasarnya menunjukkan kemampuan berpikir seseorang. Prestasi non-akademik  biasanya dikaitkan dengan prestasi atau hasil belajar berupa olahraga, kesenian dsb. Sedangkan kepirbadian terkait dengan keagamaan, kedisiplinan, kerajinan dsb.
Dalam kaitan dengan prestasi akademik perlu disadari bahwa pada akhirnya kemampuan berpikir digunakan untuk memahami dan memecahkan problem kehidupan yang kita hadapi.  Oleh karena itu, pendidikan perlu mengembangkan kemampuan berpikir siswa yang tidak hanya sekedar untuk keperluan ujian, tetapi sampai pada pemecahan masalah sehari-hari.  Dalam buku Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup yang diterbitkan Depdiknas dijelaskan bagaimana pentingnya pengembangan kemampuan pemecahan masalah dan bagaimana cara mengembangkannya dalam pendidikan.
Pemilahan antara pretasi akademik dan non akademik sebenarnya lebih banyak didasarkan pada penekananan semata.  Sebenarnya antara keduanya terkait erat.  Dalam kemampuan olahraga juga terkandung kemampuan berpikir, demikian pula dalam kemampuan membuat patung juga terkandung kemampuan berpikir kreatif.  Sebaliknya dalam melakukan penelitian dan rancang bangun (menghasilkan KIR) juga terkandung unsur kiat-kiat yang mengandung unsur seni, kemampuan bekerjasama dan sebagainya.
Dalam praktek, hal-hal yang dikategorikan non akademik juga memegang peran penting dalam kehidupan.  Kini banyak keluhan bahwa “orang pandai banyak, tetapi mencari orang jujur sulit”.  Bahkan banyak ungkapan yang menyatakan bahwa kesuksesan hidup lebih banyak dipengaruhi oleh EQ, yang banyak terkait dengan hal-hal non akademik, dibanding IQ yang lebih banyak terkait dengan hal-hal yang bersifat akademik. Di samping itu faktor kepribadian siswa juga tidak kalah penting dalam mengarungi kehidupan di kelak kemudian hari. Kepribadian seseorang akan menjadi landasan dasar pengembangan karier seseorang. Banyak orang jatuh dalam karier hanya karena kurang baik dalam aspek kepribadian, mis. Tidak disiplin, kurang memiliki komitmen, dan juga masalah kerjasama.
b.            Prestasi guru dan Kepala sekolah
Kadang dalam menilai kualitas sekolah, sering dilupakan faktor guru dan kepala sekolah. Banyak praktisi pendidikan hanya memfokuskan prestasi siswa, padahal peran guru dan kepala sekolah dalam mengoptimalkan kemampuan siswa tidak dapat diabaikan. Guru merupakan faktor utama dalam mengembangkan cara berpikir siswa, mendorong kreativitas, serta men-support potensi siswa dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Demikian juga peran kepala sekolah tidak dapat di-nisbi-kan, karena hanya dengan intervensi kepala sekolah yang baik dan profesional kodusivitas belajar dapat teroptimalkan dan prestasi belajar dapat maksimalkan. Oleh karena itu prestasi guru sebagai ujung tombak terjadinya proses pembelajaran sangat penting dalam mengoptimalkan kemampuan siswa. Demikian juga peran sekolah tidak kalah penting dalam meningkatkan prestasi siswa.
c.             Prestasi Sekolah
Prestasi hasil belajar bukanlah sesuatu standar statis.  Setiap kelompok masyarakat memiliki standar yang tidak sama dan standar itu terus bergeser, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terkait dengan pola budaya dan harapan masa depan yang diyakini mereka.
Bertolak dari prinsip tersebut, kini berkembang konsep kepuasan stakeholder sebagai salah satu kriteria atau bentuk prestasi sekolah.  Artinya, prestasi sekolah dikatakan baik jika mencapai harapan stakeholder-nya.  Jika orangtua siswa dan masyarakat berharap siswa dapat lulus UNAS dan diterima di SLTA Negeri favorite, dan ternyata harapan itu tercapai, maka prestasi sekolah dianggap baik.  Sebaliknya, walaupun semua siswa lulusan UNAS dan diterima di SLTA Negeri, tetapi orangtua siswa tidak puas karena nilai anak-anak mereka dibawah 6,0 prestasi output sekolah tersebut kurang baik, karena tidak mencapai harapan masyarakat.
Konsep kepuasan stakeholder sebagai tolok ukur prestasi sekolah kini semakin banyak digunakan, karena harapan masyarakat terhadap lulusan sekolah semakin beragam.  Ada sebagian masyarakat yang berharap siswa lulus dengan nilai bagus, tetapi juga banyak masyarakat yang berhadap siswa berperilaku baik, kreatif dan mampu memecahkan masalah sehari-hari.  Nah, dua jenis masyarakat seperti itu memerlukan mutu layanan yang berbeda.
Fenomena seperti itu yang mendorong munculnya “sekolah-sekolah inovatif”, yang menawarkan pendidikan yang tidak seperti sekolah pada umumnya dan ternyata sekolah seperti itu banyak diminati masyarakat.  Dari pengamatan, ternyata yang banyak meminati “sekolah inovatif” tersebut justru keluarga yang berpendidikan dan tidak puas dengan layanan pendidikan pada sekolah “biasa”.
Indikator output pada intinya mempertanyakan apakah sasaran yang ingin dicapai pada tiap-tiap program telah tercapai. Komponen output harus selalu menekankan pada kinerja siswa atau hasil belajar, apapun kegiatannya. Oleh karena itu indikatornya meliputi:
1)             Bersifat akademik: NUAN, nilai ketuntasan pencapaian kompetensi siswa, nilai raport, kejuaraan LKIR, kejuaraan lomba olympiade mata pelajaran, dll
2)             Bersifat non akademik: prestasi OR, kesenian, keagamaan, dll.
Penilaian kinerja sekolah dilakukan terhadap semua sekolah jenjang SMP baik negeri maupun swasta pada pereode tertentu. Penilaian kinerja sekolah ini dilaksnakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/kota atau Dinas Pendidikan tingkat propinsi. Selanjutnya dalam pelaksanaan penilaian kinerja ini akan melalui tahapan-tahapan kunjungan sekolah (visitasi) yang dilakukan oleh tim penilai untuk mengklarifikasi, verifikasi, dan validasi terhadap data-data dan informasi yang telah ada baik di tingkat kabupaten/kota maupun propinsi. Selanjutnya hal-hal yang harus difahami oleh tim penilai adalah :
1.             Tujuan kunjungan sekolah dalam rangka penilaian
Dengan menggunakan instrumen peniaian kinerja sekolah, tim penilai melakukan kunjungan sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut di lapangan dapat berupa pengalamatan lapangan, wawancara, verifikasi atau pengamatan ulang berbagai data pendukung, serta pendalaman hal-hal khusus yang berkaitan dengan komponen dan aspek penilaian kinerja sekolah. Kunjungan sekolah ini dilakukan untuk meningkatkan kecermatan, keabsahan, serta kesesuaian antara fakta dengan data yang diperoleh melalui pengisian instrumen penilaian kinerja.
2.             Prinsip-prinsip kunjungan sekolah
Pelaksanaan kunjungan ke sekolah dalam rangka penilaian kinerja sekolah berpegang pada prinsip-prinsip :
a.             Efektif, artinya mampu menjaring informasi yang akurat dan valid sebagai dasar pengambilam keputusan yang tepat bagi semua pihak yang memerlukannya.
b.             Efisien, artinya dibatasi pada hal-hal pokok, namun cukup memberikan gambaran yang utuh dan terfokus pada substansi yang telah ditetapkan.
c.             Obyektif, artinya berdasarkan kenyataan pada sejumlah indikator dapat diamati.
Sebelum melaksanakan kegiatan kunjungan ke sekolah-sekolah yang telah ditetapkan, agar tujuan penilaian kinerja dapat mencapai tujuan, sehingga dapat mendukung hasil penilaian yang komprehensif, valid dan akurat serta dapat memberikan manfaat, maka kegiatan kunjungan tersebut harus melalui prosedure sebagai berikut :
a.             Persiapan kunjungan
Sebelum tim penilai melakukan kunjungan ke sekolah, seyogyanya tim penilai mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sekolah tersebut, sehingga penilai memiliki pengetahuan awal tentang kondisi sekolah tersebut.
b.            Verifikasi data dan informasi
Kunjungan ke sekolah diawali dengan menemui kepala sekolah dan warga sekolah dan menyampaikan tujuan dari kunjungan, melakukan klarifikasi, verifikasi, dan validasi atau cros-chek terhadap data dan informasi baik kuantitatif maupun kualitatif yang sudah ada. Kegiatan klarifikasi, validasi, dan verifikasi tersebut dilakukan dengan cara membandingkan data dan informasi yang sudah ada dengan kondisi nyata di sekolah melalui pengamatan lapangan, wawancara, dan observasi kelas serta pencermatan ulang dta pendukung.
c.             Klarifikasi temuan
Hasil temuan tim penilai yang tidak terjadi kesesuaian antara informasi dengan data lapangan perlu iklarifikasi dengan kepala sekolah. Dalam langkah ini kepala sekolah dapat mengklarifisi hal-hal yang dirasa ada ketidak cocok-an atau ketidak benaran informasi yang telah ada. Klarifikasi temuan ini dimaksudkan untuk menyampaikan secara umum gambaran yang diperoleh tim penilai untuk setiap komponen dan aspek untuk dijadikan bahan perbaikan bagi sekolah di masa yang akan datang.
d.            Penyusunan laporan
Berdasarkan hasil klarifikasi, verifikasi, dan validasi serta pendalaman terhadap data dan informasi, selanjutnya tim penilai menyusun laporan. Laporan individual ini memuat nilai dan catatan untuk maing-masing komponen atau aspek penilaian yang dibuat berdasarkan deskripsi yang telah ditetapkan.
3.             Norma Penilaian Kinerja Sekolah
Pelaksanaan penilaian kinerja sekolah harus perpedoman pada norma-norma yang sesuai dengan tujuan dan fungsi penilaian kinerja sekolah. Norma-norma ini harus menjadi pegangan dan komitmen semua pihak yang terlibat di dalam proses penilaian, norma tersebut antara lain :
a.             Kejujuran
Dalam pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, pihak sekolah harus secara jujur menyampaikan semua data dan informasi yang dibutuhkan. Sekolah harus memberikan kemudahan administratif dengan menyediakan data yang diperlukan, di samping itu sekolah harus memberikan kemudahan tim penilai untuk melakukan pengamatan, wawancara, dan pengkajian ulang data pendukung. Proses verifikasi dan validasi data dan penjaringan informasi lainnya oleh tim penilai harus dilaksanakan dengan jujur dan benar, sehingga semua data dan informasi yang diperoleh bermanfaat dan obyektif.
b.            Independen
Dalam pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, tim penilaian harus mandiri, dan tidak terpengaruh oleh intervensi apapun. Tim penilai tidak diperkenankan untuk menerima layanan dan pemberian dalam bentuk apapun sebelum, selama, sesudah proses kunjungan yang mungkin akan berpengaruh terhadap hasil penilaian kinerja sekolah.
c.             Profesionalisme
Dalam pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, tim penilaian harus benar-benar memahami ketentuan-ketentuan dan prosedure yang berlaku dalam pelaksanaan penilaian kinerja. Di samping itu tim penilai harus memiliki kecakapan yang memadai di dalam menggunakan perangkat  instrumen penilaian kinerja sekolah dan dapat memberikan penilaian berdasarkan profesionalismenya. Selanjutnya tim penilai harus mampu memberikan saran atau masukan yang membangun dalam rangka perbaikan, pengembangan dan peningkatan kinerja sekolah.
d.            Keadilan
Dalam pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, semua sekolah harus diperlakukan sama dengan tidak memandang apakah status sekolah negeri atau swasta. Sekolah harus dilayani sesuai dengan norma, kriteria, standar, serta mekanisme, dan prosedure kerja secara adil atau tidak dikriminatif.
e.             Kesejajaran
Semua responden harus dipandang sejajar dalam rangka pemberian data dan informasi. Hal ini dimaksudkan bahwa data dan informasi yangdiberikan oleh setiap responden sangat penting dalam proses penilaian kinerja sekolah. Dalam pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, kedudukan antara tim penilai dengan warga sekolah adalah sejajar. Di samping itu tim penilai dilarang melakukan penekanan dalam melaksanakan fungsinya sebagai tim penilai.
f.              Keterbukaan
Proses pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, sekolah harus secara terbuka menyampaikan data dan informasi tentang sekolah sesuai dengan kondisi nyata sekolah. Tim penilai harus transparan dalam menyampaikan norma, kriteria, standar, dan prosedure atau mekanisme kerja.
g.             Akuntabilitas
Hasil penilaian kinerja berdasarkan data dan informasi mengenai profil sekolah digunakan sebagai bahan dalam penetapan hasil dan peringkat akreditasi yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat.
h.            Keterbukaan
Proses pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, sekolah harus secara terbuka menyampaikan data dan informasi tentang sekolah sesuai dengan kondisi nyata sekolah. Tim penilai harus transparan dalam menyampaikan norma, kriteria, standar, dan prosedure atau mekanisme kerja.

KERANGKA INSTRUMEN DAN PEMBOBOTAN

 

Dalam pengembangan alat evaluasi, termasuk pengembangan instrumen penilaian kinerja sekolah, agar dapat dipertanggung-jawabkan secara akademik memerlukan konsstruk yang dapat dijadikan acuan pengembangan kisi-kisi. Dengan mengacu pada konstruk tersebut, selanjutnya dikembangkan komponen-komponen sekolah, aspek-aspek, beserta indikator-indikatornya. Berdasarkan indikator tersebut dikembangkan butir-butir penilaian, yang miliki validitas yang dapat dipertanggung-jawabkan secara akademik.
Dalam proses penilaian kinerja sekolah terkait oleh dua fokus utama yakni kelayakan dan kinerja. Kelayakan yang terkait dengan sumber daya, dan sarana yang dimiliki oleh sekolah. Sedang kinerja dapat dilihat dari proses dan hasil pendidikan yang dapat dicapai oleh sekolah.  Kedua fokus utama tersebut tercakup dalam indikator-indikator yang telah dikembangkan berdasarkan konstruk kinerja sekolah. Untuk kepentingan penilaian kinerja sekolah pengembangan konstruk sekolah didasarkan atas makna atau hakekat kualitas sekolah, baik yang digali dari bahan kepustakaan maupun dari pandangan-pandangan pihak yang berkepentingan terhadap pendidikan di sekolah.
Konstruk yang dikembangkan  ini menggambarkan kualitas sekolah sekolah secara general. Oleh karena  itu, konstruk ini hanya dapat  dijadikan acuan untuk mengembangkan instrumen penilaian kualitas yang bersifat general. Dengan demikian penilaian yang bersifat khusus (sekolah yang memiliki spesifikasi tertentu), selain  menggunakan instrumen ini juga harus ada instrumen tambahan untuk mengungkap aspek-aspek yang bersifat khusus. 
Kerangka acuan yang digunakan dalam pengembangan instrumen menggunakan pola : input – proses – output. Input, proses, dan output selanjutnya dalam pengembangan instrumen ini di sebut komponen. Selanjutnya sub-komponen disebut aspek, dan bagian dari aspek adalah indikator. Untuk lebih jelasnya hubungan antara komponen, aspek, dan indikator dapat dilihat pada Tabel di bawah.
Tabel 1 Hubungan Komponen, Aspek, dan Indikator
No.
Komponen
Aspek
Indikator
1.
Input
Tenaga kependidik-an
Guru
Kepala sekolah
Karyawan


Kesiswaan
Kondisi siswa
Prestasi siswa


Sarana dan Pem-biayaan
Ruang kelas
Laboratorium
Perpustakaan
Ruang Kepala Sekolah
Ruang Keterampilan/
Kesenian/komputer
Ruang administrasi
Kamar Kecil
Lingkungan sekolah
Fasilitas Pendukung
Pembiayaan


Pembiayaan
Sumber dana
Penggunaan dana
Akuntabilitas penggunaan dana
2.
Proses
Kurikulum dan bahan ajar
Kurikulum
Bahan ajar
Buku siswa


PBM
Kesiapan guru
Pengelolaan Kelas
Metodologi Pengajaran
Penggunaan media pem-belajaran


Penilaian
Kesiapan guru
Pelaksanaan Penilaian


Manajemen dan kepemimpinan
Perencanaan
Implementasi program
Pengawasan
Kepemimpinan
3.
Output
Prestasi siswa
Akademik
Non-akademik
Kepribadian


Pretasi guru dan kepala sekolah
Prestasi guru
Prestasi kepala sekolah


Prestasi sekolah
Akademik
Non-akademik


Setiap komponen, aspek, dan indikator memiliki bobot yang telah ditentukan berdasarkan besar kecilnya kontribusi komponen terhadap keseluruhan instrumen, aspek terhadap komponen, dan indikator terhadap aspek. Selanjutnya secara keseluruhan kontribusi komponen tersebut akan menentukan kinerja sekolah. Komposisi bobot  indikator terhadap aspek dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 2 Pembobotan Komponen, Aspek, dan Indikator
No.
Komponen
Aspek
Indikator
1.
Input (40)
Tenaga kependidikan  (15)
Guru (7)
Kepala sekolah (5)
Karyawan (3)


Kesiswaan (10)
Kondisi siswa (5)
Prestasi siswa (5)


Sarana (8)
Ruang kelas (2)
Laboratorium (1)
Perpustakaan (1)
Ruang Kepala Sekolah (0,5)
Ruang guru (0,5)
Ruang Keterampilan/
Kesenian (0,5)
Ruang tata usaha (0,5)
Kamar Kecil (0,5)
Lingkungan sekolah (0,5)
Fasilitas Pendukung (1)


Pembiayaan (7)
Sumber pendanaan (2)
Penggunaan dana (3)
Akuntabilitas penggunaan dana (2)
2.
Proses (30)
Kurikulum dan bahan ajar (5)
Kurikulum  (1)
Bahan ajar (3)
Buku siswa (1)


PBM (10)
Kesiapan guru (2)
Pengelolaan Kelas (3)
Metodologi Pengajaran (3)
Penggunaan Media (2)


Penilaian (5)
Kesiapan guru (2)
Pelaksanaan Penilaian (3)


Manajemen dan kepemimpinan (10)
Perencanaan (2)
Implementasi program (4)
Pengawasan (2)
Kepemimpinan (2)
3.
Output (30)
Prestasi siswa (15)
Akademik (7)
Non-akademik (4)
Kepribadian (4)


Pretasi guru dan kepala sekolah (7)
Prestasi guru (4)
Prestasi kepala sekolah (3)


Prestasi sekolah (8)
Akademik (5)
Non-akademik (3)

Jumlah komulatif komponen, aspek, ataupun indikator 100 point. Oleh karena itu, penilaian kinerja keseluruhan merupakan jumlah setiap indikator ataupun aspek atau komponen, tetapi lebih mudah penghitungannya  menggunakan skor komulatif indikator.  Indikator-indikator penilaian kinerja sekolah merupakan acuan untuk mengembangkan butir-butir penilaian kinerja sekolah. Indikator ini dijabarkan dari aspek-aspek penilaian yang menjadi fokus penilaian, yang merupakan jabaran dari komponen-komponen kinerja sekolah. Dalam merumuskan indikator-indikator ini digunakan kriteria :
1.             Teramati, kriteria ini menunjukkan bahwa setiap indikator yang digunakan sebagai acuan pengembangan butir-butir penilaian harus dapat diamati substansi dan keberadaanya.
2.             Terukur, kriteria ini menunjukkan bahwa setiap indikator dapat diukur dan ditujukkan.
3.             Praktis, kriteria ini menunjukan bahwa dari setiap indikator harus dapat diturunkan butir-butir penilaian yang akan digunakan sebagai alat untuk menilai kinerja sekolah.
4.             Relevan, kriteria ini menunjukkan bahwa setiap indikator yang dikembangkan harus relevan dengan harapan pihak yang berkepentingan di sekolah.
5.             Representatif, kriteria ini menunjukkan bahwa setiap indikator yang dikembangkan harus mewakili aspek-aspek tertentu dari komponen kualitas sekolah.
Pengembangan instrumen penilaian dalam rangka penilaian kinerja perlu memperhatikan kepentingan penilaian kinerja sekolah.
Langkah-langkah pen-sekor-an penilaian kinerja sekolah adalah sebagai berikut :
1.             Pen-sekor-an butir pertanyaan pada setiap indikator/aspek :
a.             Skor setiap indikator (mis. Indikator guru), menghitung jumlah skor semua butir dibagi dengan jumlah butir.
b.             Jumlah skor indikator (rentang 1 – 4)  kemudian dijumlahkan dengan indikator lain pada aspek tertentu (mis. Aspek tenaga kependidikan).
c.             Mengalikan rata-rata skor indikator dengan bobot tiap indikator.
d.            Menjumlahkan hasil perkalian antara indikator dengan bobot pada aspek tertentu (mis. Aspek tenaga kependidikan)
e.             Dengan cara yang sama diulangi dari  a s/d d  untuk aspek yang lain (mis. Aspek kesiswaan).
2.             Pen-sekor-an pada komponen (mis. Input) :    
a.             Skor aspek tertentu pada komponen input dijumlahkan dengan aspek yang lain (terbatas pada komponen input).
b.             Selanjutnya dilakukan cara yang sama untuk input lain (mis. Proses dan output).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasi perhitungan seperti di bawah untuk komponen input.

Pensekoran Komponen Input :

Komponen Input (Ki)  =  A1 + A2  + A3

A1 = Aspek Tenaga Kependidikan
A2 = Aspek Kesiswaan
A3 = Aspek Sarana
A4 = Aspek Pembiayaan

Selanjutnya :

A1 = Ind. Guru + Ind. Kepsek + Indi. Karyawan

A2 = Ind. KSis + Ind. PS

A3 = Ind. RK + Ind. Lab + Ind. Perp + Ind. RKs + Ind. Rg + Ind. Rket + Ind. RTU + Ind.  
Kk + Ind. LS +  Ind. FP

A4= Ind. SD + Ind. PD + Ind. APD

Pembobotan :

A1 = 7 (rerata butir Ind. Guru) + 5(rerata butir Ind. Kepsek) + 3(rerata butir Ind. Kary)

A2 = 5(rerata butir Ind. Kondisi Siswa) + 5 (rerata butir Ind. Prestasi Siswa)

A3 = 2(rerata butir Ind. RK) + 1(rerata butir Ind. Lab) + 1(rerata butir Ind. Perp) +         0,5(rerata butir Ind. RKs) + 0,5 (rerata butir Ind. Rg) + 0,5(rerata butir Ind. Rket) + 0,5(rerata butir Ind. RTU) + 0,5(rerata butir Ind. Kk) + 0,5(rerata butir Ind. LS) +  1(rerata butir Ind. FP)

A4 = 2(rerata butir Ind. SD) + 3(rerata butir Ind. PD) + 2(rerata butir Ind. APD)

Contoh Perhitungan :

A1 = 7 (rerata butir Ind. Guru) + 5(rerata butir Ind. Kepsek) + 3(rerata butir Ind. Kary)

A1 = 7 {(4+4+3+3+2)/5} } + 5 {(4+3+2)/3}} + 3{(4+3+3+3+2+2)/6}}

      = 7{(16)/5}} + 5{(9/3)} + 3{(17/6)} = 7(3,20) + 5(3,00) + 3(2,83)

      = 22,40 + 15,00 + 8,49  =  45,89
  
Dengan cara yang sama A2, A3, dan A4  dihitung seperti perhitungan A1

Sehingga :
                 Sekor Komponen Input (S-Ki)  =  A1 + A2  + A3  + A4

Catatan/keterangan :
Ind. Guru                         : Indikator Guru (7)
Ind. Kepsek         : Indikator Kepala Sekolah (5)
Ind. Karyawan     : Indikator Karyawan (3)

Ind. RK                : Indikator Ruang Kelas (2)
Ind. Lab.              : Indikator Laboratorium (1)
Ind. Perp              : Indikator Perpustakaan (1)
Ind. RKs              : Indokator Ruang Kepala Sekolah (0,5)
Ind. Rg                 : Indikator Ruang Guru (0,5)
Ind. Rket              : Indikator Ruang Keterampilan(0,5)
Ind. RA                : Indikator Ruang Tata Usaha (0,5)
Ind. Kk                : Indikator Kamar Kecil (0,5)
Ind. LT                 : Indikator Lingkungan sekolah (0,5)
Ind. FP                 : Indikator Fasilitas Pendukung (1)
    
Ind. SD                : Indikator Sumber Dana (2)
Ind. PD                : Indikator Penggunaan Dana (3)
Ind. APD             : Indikator Akuntabilitas Penggunaan Dana (2)

Ind. Ksis              : Indikator Kondisi Siswa (5)
Ind. PS                 : Indikator Prestasi Siswa (5)


Dengan cara yang sama dilakukan pen-sekor-an untuk komponen proses dan output (mis. Skor Komponen input = Sekor Ki, skor komponen proses = Sekor KP, Sekor komponen output = Sekor Ko), maka Nilai kinerja sekolah dapat diformulasikan sebagai berikut :


Nilai KINERJA SEKOLAH  = Nilai Ki + Nilai Kp + Nilai Ko

Keterangan = Sekor Kinerja sekolah maksimum 400


 

Nilai KINERJA SEKOLAH =


Instrumen penilaian kinerja sekolah secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.



SOSIALISASI PROGRAM PENILAIAN KINERJA SEKOLAH

 

Sosialisasi tentang proses penilaian kinerj sekolah sangat penting agar semua pihak memahami apa arti penilaian kinerja sekolah, latar belakang dikembangkan serta tahapan pengembangannya.  Sosialisasi disampaikan secara terbuka, intensif dan menyeluruh kepada jajaran kependidikan melalui berbagai bentuk sosialisasi, seperti pertemuan langsung di tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, dan tingkat sekolah.  Di samping itu sosialisasi juga dilakukan secara luas kepada masyarakat, khususnya dilakukan melalui bahan tertulis yang disebarluaskan kepada berbagai pihak.
Tahap sosialisasi dilakukan melalui serangkaian pertemuan, diskusi, workshop dan penyebarluasan berbagai dokumen, yaitu:
1.             Penyampaian informasi kepada Dinas Pendidikan Propinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota beserta jajarannya, yang dilakukan pada forum rapat kerja maupun forum sejenisnya dan melalui workshop yang berkaitan dengan pengembangan sekolah.
2.             Penerbitan dokumen yang terkait dengan penilaian kinerja sekolah, sebagai bahan rujukan bagi jajaran birokrasi pendidikan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota.  Bahan tersebut juga disebarluaskan ke berbagai pihak serta masyarakat.
Tahap sosialisasi ini sangat penting, khususnya jajaran dinas pendidikan dan sekolah agar dapat membantu dalam pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, khususnya Dinas Pendidikan tingkat kabupaten/kota.  Untuk itu, sosialisasi ini akan terus dilakukan dengan berbagai cara dan teknik serta sarana atau media yang sesuai agar masyarakat dapat memahami maksud dan tujuan penilaian kinerja sekolah.
Tahap pelaksanaan penilaian kinerja sekolah, idealnya diusulkan oleh sekolah yang telah merasa siap untuk dilakukan penilaian kinerja sekolah. Namun demikian untuk tahap awal sekolah-sekolah yang akan dinilai kinerjanya dapat ditetapkan oleh Dinas Pendidikan tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan skala prioritas pembinaan sekolah.
Penilaian kinerja sekolah secara internal sudah seharusnya menjadi tanggung jawab pihak sekolah bersama komite dan warga sekolah secara keseluruhan. Secara eksternal penilaian tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota, maka pemerintah kabupaten/kota seharusnya juga mendukung sekolah dalam melakukan evaluasi diri untuk menentukan berbagai hambatan dan  kendala dalam melakukan pengembangan sekolah.
Selanjutnya sekolah mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penilaian atau evaluasi secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Dalam melaksanakan penilaian kinerja sekolah, sekolah diharapkan dapat melakukan kerjasama yang harmonis dan terbuka, penuh tanggungjawab dan memegang akuntabilitas yang tinggi, baik dalam pelaksanaan proses penilaian dengan warga masyarakat, khususnya komite sekolah.




Kinerja sekolah merupakan ukuran kualitas kelembagaan yang dicerminkan oleh beberapa komponen, aspek dan indikator sebuah lembaga sekolah. Kinerja yang tinggi sebuah lembaga sekolah merupakan harapan kita bersama, dan peningkatan kinerja sekolah merupakan salah satu program yang ditetapkan untuk semua sekolah (SMP) di seluruh Indonesia. Oleh karena itu peningkatan kinerja sekolah juga merupakan program nasional, khususnya dalam peningkatan mutu lulusan sekolah, sehingga semua pihak berperan serta, sesuai dengan bidangnya.  Berikut ini diuraikan secara singkat peran serta untuk masing-masing pihak.
1.             Direktorat PLP
a.             Menyusun panduan penilaian kinerja sekolah, yang mencakup komponen input, proses, dan output sekolah.
b.             Menyusun dan mengembangkan instrument  penilaian kinerja sekolah, yang mencakup komponen seperti tersebut di atas.
c.             Melakukan sosialisasi panduan penilaian kinerja sekolah, baik melalui rapat dinas, lokakarya, penyebarluasan panduan dan cara lainnya.
d.            Bersama Dinas Pendidikan Propinsi dan Dinas pendidikan Kabupaten/kota mensosialisasikan panduan penilaian kinerja sekolah di sekolah.
e.             Bersama-sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota mensosialisasikan tata cara penilaian kinerja sekolah dan memberikan penjelasan tentang manfaat dan kegunaan penilaian kinerja sekolah baik untuk sekolah maupun untuk para guru dan staf administrasi sekolah.
f.              Bersama dengan Dinas Pendidikan Propinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan berdasarkan hasil penilaian kinerja sekolah dalam rangka peningkatan kinerja sekolah. 
2.             Dinas Pendidikan Propinsi
a.             Mensosialisasi panduan penilaian kinerja sekolah bersama-sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota kepada sekolah agar sekolah memahami manfaat dan kegunaan adanya penilaian kinerja sekolah secara pereodik.
b.             Bersama Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan penilaian kinerja sekolah dan menetapkan rambu-rambu atau aturan sekolah-sekolah yang harus diprioritaskan untuk dinilai kinerjanya.
c.             Bersama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan pelatihan singkat kepada pengawas tentang tata cara penilaian kinerja sekolah.
d.            Berkoordinasi dengan dengan Dit. PLP dalam menetapkan pola pembinaan sekolah berdasarkan hasil penilaian kinerja sekolah..
e.             Bersama Dit. PLP dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap peningkatan kinerja sekolah.
3.             Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
a.             Melakukan diskusi konsultatif dengan Dit. PLP/Dinas Pendidikan Propinsi tentang rambu-rambu sekolah yang diprioritaskan untuk dinilai kinerjanya.
b.             Bersama dengan Dit. PLP/Dinas Pendidikan Propinsi memberikan pelatihan singkat kepada pengawas sekolah tentang tata cara penilaian kinerja sekolah.
c.             Bersama dengan Dit. PLP/Dinas Pendidikan Propinsi melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap peningkatan kinerja sekolah.


Berdasarkan hasil penilaian kinerja sekolah yang telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan tingkat Kabupaten/kota, sekolah dapat berbagai program sekolah. Dengan mencermati hasil penilaian kinerja sekolah dapat diidentifikasi berbagai hambatan dalam pengembangan sekolah. Hasil penilaian kinerja tersebut berfungsi formatif, yaitu sebagai acuan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kendala dalam pelaksanaan program sekolah agar kinerjanya dapat lebih baik. Hal ini terutama menyangkut berbagai komponen dan indikator pendidikan yang secara langsung dapat ditangani oleh sekolah.
Kepala sekolah dapat menggunakan hasil penilaian kinerja sebagai acuan dalam melakukan pembinaan terhadap para guru dan staf lainnya, serta sebagai dasar dalam menyusun program sekolah yang akan datang. Berkaitan dengan hal tersebut, sebaiknya sekolah secara rutin mengadakan pertemuan dengan warga sekolah, termasuk komite sekolah untruk membahas berbagai temuan dalam penilaian kinerja sekolah.
Penilaian kinerja sekolah yang secara eksternal dilakukan oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota, Propinsi atau Pusat (Departemen), dimanfaatkan oleh sekolah sebagai bahan refleksi bagi sekolah. Dengan mencermati hasil penilaian kinerja sekolah, sekolah dapat mengetahui kelemahan dan keunggulan dibanding sekolah lain. Berkaitan dengan hal tersebut, bagi sekolah yang kinerjanya kurang baik dapat berkomunikasi dan berkonsultasi serta bertukar pengalaman dengan sekolah lain yang lebih baik kinerjanya. Demikian pula, sekolah hendaknya perlu berkonsultasi dengan pengawas atau staf Dinas Pendidikan Kabupaten/kota mengenai berbagai hal yang terkait dengan upaya untuk meningkatkan kinerjanya.
Selanjutnya beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam memanfaatkan hasil penilaian kinerja adalah sebagai berikut :
1.             Mengkaji hasil penilaian kinerja sekolah secara cermat, utamanya pada simpulan dan rekomendasi untuk cakupan Dinas Kabupaten/Kota.
2.             Membuat inventarisasi permasalahan yang akan digunakan  sebagai bahan pembinaan sekolah.
3.             Merumuskan tujuan, sasaran, strategi, dan program pembinaan berdasarkan skala prioritas atau secara keseluruhan.
4.             Menentukan sekolah-sekolah yang perlu dilakukan pembinaan.
5.             Merumuskan langkah-langkah pembinaan.
6.             Melaksanakan pembinaan
7.             Pembuatan Laporan.

Tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Dinas Pendidikan tingkat Kabupaten/Kota, pada dasarnya pembinaan juga dilakukan pada Dinas Pendidikan tingkat Propinsi, perbedaan pokoknya hanya terletak pada cakupan wilayah kerjanya. Dinas Pendidikan tingkat propinsi melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan tingkat kabupaten/Kota perlu mencermati hasil penilaian kinerja sekolah sebagai bahan pembinaan kepada sekolah baik melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota maupun secara langsung dengan sepengetahuan Dinas pendidikan Kabupaten/Kota. Hal lain yang perlu dilakukan kaitannya dengan hasil penilaian kinerja sekolah adalah melakukan koordinasi dengan Departemen Pendidikan Nasional Pusat.
Selanjutnya hasil penilaian kinerja sekolah yang telah disusun untuk tingkat nasional dapat dipergunakan untuk pembinaan tingkat nasional. Direktorat PLP perlu merangkum hasil-hasil penilaian kinerja yang berasal dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota maupun Dinas Pendidikan Propinsi. Berdasarkan hasil rangkuman akan dapat diketahui sejauhmana kemajuan pendidikan yang telah dicapai oleh sekolah, dan berbagai kendala yang dihadapinya, selanjutnya Direktorat dapat menyusun program-program pembinaan. Dalam hal ini perlu dicermati program-program pembinaan apa saja yang secara langsung dapat dilakukan Direktorat ke sekolah-sekolah, dan program apa saja yang sebaiknya dilakukan melalui Dinas Pendidikan kabupaten/Kota atau Propinsi.
Berbagai program dan anggaran lain hendaknya disinergikan secara terpadu dan diarahkan untuk mengatasi berbagai masalah yang ada di sekolahsesuai temuan dan rekomendasi dari hasil penilaian kinerja sekolah. Di samping itu berdasarkan hasil penilaian kinerja perlu melakukan pengembangan konsep-konsep dan penyelenggaraan manajemen sekolah yang lebih baik, yang dapat diaplikasikan, sesuai dengan permasalahan dan kondisi sekolah.

P E N U T U P

 

Memasuki era persaingan global, kita memerlukan sumberdaya manusia yang berakhlak mulia, jujur, cerdas, sehat dan kuat, memiliki kepedulian sosial yang tinggi dan mempunyai karakter. Pendidikan sebagai wahana strategis dalam pengembangan sumberdaya manusia dan pembentukan karakter, sangat menentukan masa depan bangsa. Untuk itu, mutu pendidikan harus terus dipacu dan ditingkatkan agar bangsa Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara lain.
Pengembangan Pedoman Penilaian kinerja sekolah, tidak terlepas dari bagaimana meningkatkan mutu pendidikan melalui pola evaluasi berkelanjutan. Dengan pola penilaian kinerja sekolah ini diharapkan sekolah (termasuk Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota) mengetahui sejauhmana keberhasilan, kendala dan hambatan yang dialami sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Selanjutnya diharapkan pula berdasarkan hasil penilaian kinerja sekolah tersebut, sekolah dapat menggunakan sebagai dasar pertimbangan untuk mengembangkan sekolah lebih lanjut. Berdasarkan hasil penilaian kinerja sekolah yang cukup mendatail akan lebih mudah bagi sekolah untuk mengembangkan lebih lanjut, sehingga tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan optimal.
Pada tahap awal model penilaian kinerja sekolah dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau Dinas Pendidikan Propinsi bertujuan untuk memetakan kualitas sekolah di wilayah baik kabupaten/Kota maupun Propinsi. Dengan penilaian kinerja yang berkelanjutan diharapkan sekolah dapat memulai mengelola sekolah dengan pola ”School Based Management” sehingga ketergantungan dengan pemerintah dapat diperkecil, dan memiliki kebebasan dalam mengelola sekolah sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini. Di samping itu penilaian kinerja sekolah ini juga dapat meningkatkan kepercayaan sekolah terhadap berbagai macam tuntutan masyarakat yang dari waktu ke waktu selalu meningkat. Berdasarkan hasil penilaian kinerja sekolah, sekolah akan dapat leluasa mengembangkan sekolah sebagaimana tuntutan masyarakat dewasa ini.
Sebagai suatu program, konsep maupun pola penilaian kinerja sekolah akan terus dievaluasi dan disempurnakan berdasarkan pengalaman di lapangan maupun dari sumber lainnya, sehingga pada saatnya ditemukan pola yang komprehensif dan sesuai dengan kondisi Indonesia. Konskwensinya, buku panduan ini juga akan terus disempurnakan berdasarkan temuan-temuan lapangan tersebut.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar