aktiva tak berwujud
03.39 |
Daftar Isi
1 BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan telah diterbitkan dan
diimplementasikannya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam rangka
penyusunan laporan keuangan pemerintah, yang disusun oleh Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan (KSAP), perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia
telah berlangsung dengan sangat dinamis serta komplikatif dengan adanya berbagai permasalahan dalam pengelolaan
keuangan pemerintahan. Oleh karenanya SAP yang telah digunakan oleh Pemerintah
Pusat maupun pemerintah daerah sebagai acuan dalam menyusun Laporan Keuangannya,
dipandang perlu dilengkapi untuk dapat memenuhi kebutuhan penyusun dan pengguna
baik Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) maupun Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD).
Beberapa permasalahan dimaksud yang cukup
memerlukan perhatian dan perlakuan tertentu, salah satunya adalah
transaksi-transaksi yang terkait dengan Aset Tidak Berwujud (ATB). Dalam PP 71/2010
Lampiran 2, ATB belum diatur secara terperinci. Paragraf 50 PSAP 01 tentang
Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa ATB merupakan bagian dari Aset Nonlancar
yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah
atau yang digunakan masyarakat umum. Kemudian pada paragraf 60 disebutkan bahwa
ATB adalah merupakan bagian dari Aset Nonlancar lainnya yang di neraca diklasifikasikan
dan disajikan sebagai Aset Lainnya. Penjelasan yang lebih terinci mengenai ATB
terdapat pada Buletin Teknis 01 mengenai Penyusunan Neraca Awal Pemerintah
Pusat. Selain definisi ATB dan penjelasan bahwa ATB merupakan bagian dari Aset
Lainnya, Buletin Teknis 01 menguraikan jenis-jenis atau cakupan dari ATB
tersebut yang meliputi; Software komputer,
lisensi dan franchise, hak cipta (copyright); paten; dan hak lainnya,
serta hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang, serta memberikan
ilustrasi dan jurnal untuk mencatat saldo awal ATB.
Dengan penjelasan yang sangat minim ini
tentu saja berpotensi pada kurang akuratnya pencatatan terhadap transaksi ATB
tersebut. Sebagai bagian dari neraca, ATB juga memerlukan standar akuntansi
untuk memberi penjelasan yang terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta
pengungkapan dan penyajian dalam laporan keuangan. Selain itu juga terdapat
kemungkinan adanya perlakuan khusus, contohnya yang terkait dengan amortisasi
dan penghentian serta penghapusannya.
Dalam praktiknya terdapat beberapa
permasalahan pencatatan ATB di beberapa Kementrian/Lembaga (K/L) maupun Pemda
antara lain dalam hal pengidentifikasian dan pencatatan hasil kajian, pengidentifikasian
dan pencatatan ATB yang diperoleh dari dana bantuan penelitian instansi lain
dan sharing dana penelitian bersama,
penilaian dan pencatatan paten, serta pengidentifikasian dan pencatatan software.
Permasalahan
yang sering timbul terkait dengan Hasil Kajian/Pengembangan adalah menentukan
bagaimana kriteria memberikan manfaat dalam jangka panjang dan yang tidak. Tidak
jelasnya batasan manfaat dalam jangka panjang yang akan diperoleh dapat
berakibat pada ketidakakuratan pencatatan yang berujung pada overstated atau understated atas nilai ATB dalam neraca.
Permasalahan lain yang timbul sehubungan
dengan ATB adalah kepemilikannya bila didanai lebih dari satu K/L. Sebagai
contoh, pada K/L yang mempunyai alokasi dana bantuan penelitian seperti
Kementerian Negara Riset dan Teknologi, yang dananya disalurkan kepada
instansi-instansi pemerintah lain untuk melakukan penelitian seperti LIPI,
BPPT, dan lainnya. Apabila hasil penelitian ini nantinya menjadi suatu ATB,
timbul pertanyaan instansi mana yang berhak mencatat ATB tersebut. Di dalam
pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih
Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan
oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan, hanya disebutkan
bahwa Kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan
oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan yang dibiayai
sepenuhnya oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah merupakan milik
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Pasal ini tidak menjelaskan mengenai
kepemilikan apabila baik pemberi dana maupun penerima dana penelitian adalah
sesama instansi pemerintah.
K/L juga sering dihadapi dengan masalah
kapan saatnya suatu ATB dapat dicatat di neraca. Pada beberapa K/L, terdapat
perbedaan dalam penilaian ATB khususnya yang terkait dengan pencatatan paten.
Kasus pada LIPI, terdapat pendapat bahwa
paten yang dicatat dalam neraca sebagai ATB adalah yang sudah tersertifikasi.
Sedangkan yang belum tersertifikasi tidak dimasukkan sebagai ATB pada neraca. Terdapat
pendapat lain bahwa semua paten baik yang tersertifikasi maupun belum harus
dicatat di neraca sebagai ATB.
Selain beberapa permasalahan di atas
masih ada permasalahan lain terkait ATB yang terjadi di Pemerintah Pusat maupun
pemerintah daerah, contohnya mengenai Software
Komputer. Kebanyakan K/L ataupun Satuan Kerja Perangkat Daerah belum mempunyai
pedoman untuk mengklasifikasikan software
komputer yang masuk kategori Peralatan dan Mesin ataupun yang masuk dan dicatat
sebagai ATB. Dengan demikian berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, maka
diperlukan pedoman teknis yang dituangkan dalam Buletin Teknis ini agar
terdapat persamaan persepsi dalam hal pengakuan, pencatatan dan pengungkapannya.
Melihat kompleksitas berbagai macam
transaksi ATB dan kemungkinan tingkat materialitas yang cukup signifikan yang
dapat mempengaruhi keakuratan laporan keuangan, maka Buletin Teknis tentang ATB
ini menjadi sangat krusial untuk disusun dan dipedomani. Tidak saja diperlukan
untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang timbul, namun juga memberikan
kepastian hukum dan menjamin kewajaran penyajian setiap transaksi ATB pada LKPP
dan LKPD.
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari Buletin Teknis ini adalah
untuk memberikan pedoman perlakuan akuntansi atas ATB yang tidak secara khusus
diatur pada satu standar atau bulletin teknis lainnya. Buletin teknis ini
mewajibkan entitas pemerintah untuk mengakui ATB jika, dan hanya jika telah
memenuhi kriteria yang ditetapkan. Buletin Teknis ini juga menguraikan
bagaimana mengukur nilai tercatat atas ATB dan menguraikan pengungkapan yang
diharuskan berkenaan dengan ATB.
1.3.2 Lingkup
Buletin teknis ini mengatur perlakuan ATB
pemerintah, kecuali:
1.
Kewenangan untuk memberikan
perijinan oleh instansi pemerintah
2.
Kewenangan untuk menarik pungutan perpajakan oleh intansi pemerintah
3.
ATB yang dimiliki untuk dijual
oleh entitas dalam rangka operasi normal (diakui sebagai persediaan)
4.
Hak pengusahaan hutan
5.
Hak pengusahaan jalan tol
6.
Hak pengelolaan suatu wilayah
7.
Hak penambangan dan pengeluaran
yang dilakukan dalam rangka eksplorasi, pengembangan dan penambangan mineral,
minnyak, gas alam, dan sumber daya lainnya yang tidak dapat diperbarui.
03.32 |
Pelaku Ekonomi di Indonesia
Untuk menjalankan suatu aktivitas ekonomi diperlukan penggerak(motor) kegiatan ekonomi, yaitu para pelaku ekonomi. Para pelaku ekonomi adalah semua orang(baik individu maupun lembaga) yang menjalankan aktivitas ekonomi, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi.
Langganan:
Postingan (Atom)