Daftar Isi
1 BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan telah diterbitkan dan
diimplementasikannya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam rangka
penyusunan laporan keuangan pemerintah, yang disusun oleh Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan (KSAP), perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia
telah berlangsung dengan sangat dinamis serta komplikatif dengan adanya berbagai permasalahan dalam pengelolaan
keuangan pemerintahan. Oleh karenanya SAP yang telah digunakan oleh Pemerintah
Pusat maupun pemerintah daerah sebagai acuan dalam menyusun Laporan Keuangannya,
dipandang perlu dilengkapi untuk dapat memenuhi kebutuhan penyusun dan pengguna
baik Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) maupun Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD).
Beberapa permasalahan dimaksud yang cukup
memerlukan perhatian dan perlakuan tertentu, salah satunya adalah
transaksi-transaksi yang terkait dengan Aset Tidak Berwujud (ATB). Dalam PP 71/2010
Lampiran 2, ATB belum diatur secara terperinci. Paragraf 50 PSAP 01 tentang
Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa ATB merupakan bagian dari Aset Nonlancar
yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah
atau yang digunakan masyarakat umum. Kemudian pada paragraf 60 disebutkan bahwa
ATB adalah merupakan bagian dari Aset Nonlancar lainnya yang di neraca diklasifikasikan
dan disajikan sebagai Aset Lainnya. Penjelasan yang lebih terinci mengenai ATB
terdapat pada Buletin Teknis 01 mengenai Penyusunan Neraca Awal Pemerintah
Pusat. Selain definisi ATB dan penjelasan bahwa ATB merupakan bagian dari Aset
Lainnya, Buletin Teknis 01 menguraikan jenis-jenis atau cakupan dari ATB
tersebut yang meliputi; Software komputer,
lisensi dan franchise, hak cipta (copyright); paten; dan hak lainnya,
serta hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang, serta memberikan
ilustrasi dan jurnal untuk mencatat saldo awal ATB.
Dengan penjelasan yang sangat minim ini
tentu saja berpotensi pada kurang akuratnya pencatatan terhadap transaksi ATB
tersebut. Sebagai bagian dari neraca, ATB juga memerlukan standar akuntansi
untuk memberi penjelasan yang terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta
pengungkapan dan penyajian dalam laporan keuangan. Selain itu juga terdapat
kemungkinan adanya perlakuan khusus, contohnya yang terkait dengan amortisasi
dan penghentian serta penghapusannya.
Dalam praktiknya terdapat beberapa
permasalahan pencatatan ATB di beberapa Kementrian/Lembaga (K/L) maupun Pemda
antara lain dalam hal pengidentifikasian dan pencatatan hasil kajian, pengidentifikasian
dan pencatatan ATB yang diperoleh dari dana bantuan penelitian instansi lain
dan sharing dana penelitian bersama,
penilaian dan pencatatan paten, serta pengidentifikasian dan pencatatan software.
Permasalahan
yang sering timbul terkait dengan Hasil Kajian/Pengembangan adalah menentukan
bagaimana kriteria memberikan manfaat dalam jangka panjang dan yang tidak. Tidak
jelasnya batasan manfaat dalam jangka panjang yang akan diperoleh dapat
berakibat pada ketidakakuratan pencatatan yang berujung pada overstated atau understated atas nilai ATB dalam neraca.
Permasalahan lain yang timbul sehubungan
dengan ATB adalah kepemilikannya bila didanai lebih dari satu K/L. Sebagai
contoh, pada K/L yang mempunyai alokasi dana bantuan penelitian seperti
Kementerian Negara Riset dan Teknologi, yang dananya disalurkan kepada
instansi-instansi pemerintah lain untuk melakukan penelitian seperti LIPI,
BPPT, dan lainnya. Apabila hasil penelitian ini nantinya menjadi suatu ATB,
timbul pertanyaan instansi mana yang berhak mencatat ATB tersebut. Di dalam
pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih
Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan
oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan, hanya disebutkan
bahwa Kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan
oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan yang dibiayai
sepenuhnya oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah merupakan milik
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Pasal ini tidak menjelaskan mengenai
kepemilikan apabila baik pemberi dana maupun penerima dana penelitian adalah
sesama instansi pemerintah.
K/L juga sering dihadapi dengan masalah
kapan saatnya suatu ATB dapat dicatat di neraca. Pada beberapa K/L, terdapat
perbedaan dalam penilaian ATB khususnya yang terkait dengan pencatatan paten.
Kasus pada LIPI, terdapat pendapat bahwa
paten yang dicatat dalam neraca sebagai ATB adalah yang sudah tersertifikasi.
Sedangkan yang belum tersertifikasi tidak dimasukkan sebagai ATB pada neraca. Terdapat
pendapat lain bahwa semua paten baik yang tersertifikasi maupun belum harus
dicatat di neraca sebagai ATB.
Selain beberapa permasalahan di atas
masih ada permasalahan lain terkait ATB yang terjadi di Pemerintah Pusat maupun
pemerintah daerah, contohnya mengenai Software
Komputer. Kebanyakan K/L ataupun Satuan Kerja Perangkat Daerah belum mempunyai
pedoman untuk mengklasifikasikan software
komputer yang masuk kategori Peralatan dan Mesin ataupun yang masuk dan dicatat
sebagai ATB. Dengan demikian berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, maka
diperlukan pedoman teknis yang dituangkan dalam Buletin Teknis ini agar
terdapat persamaan persepsi dalam hal pengakuan, pencatatan dan pengungkapannya.
Melihat kompleksitas berbagai macam
transaksi ATB dan kemungkinan tingkat materialitas yang cukup signifikan yang
dapat mempengaruhi keakuratan laporan keuangan, maka Buletin Teknis tentang ATB
ini menjadi sangat krusial untuk disusun dan dipedomani. Tidak saja diperlukan
untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang timbul, namun juga memberikan
kepastian hukum dan menjamin kewajaran penyajian setiap transaksi ATB pada LKPP
dan LKPD.
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari Buletin Teknis ini adalah
untuk memberikan pedoman perlakuan akuntansi atas ATB yang tidak secara khusus
diatur pada satu standar atau bulletin teknis lainnya. Buletin teknis ini
mewajibkan entitas pemerintah untuk mengakui ATB jika, dan hanya jika telah
memenuhi kriteria yang ditetapkan. Buletin Teknis ini juga menguraikan
bagaimana mengukur nilai tercatat atas ATB dan menguraikan pengungkapan yang
diharuskan berkenaan dengan ATB.
1.3.2 Lingkup
Buletin teknis ini mengatur perlakuan ATB
pemerintah, kecuali:
1.
Kewenangan untuk memberikan
perijinan oleh instansi pemerintah
2.
Kewenangan untuk menarik pungutan perpajakan oleh intansi pemerintah
3.
ATB yang dimiliki untuk dijual
oleh entitas dalam rangka operasi normal (diakui sebagai persediaan)
4.
Hak pengusahaan hutan
5.
Hak pengusahaan jalan tol
6.
Hak pengelolaan suatu wilayah
7.
Hak penambangan dan pengeluaran
yang dilakukan dalam rangka eksplorasi, pengembangan dan penambangan mineral,
minnyak, gas alam, dan sumber daya lainnya yang tidak dapat diperbarui.
2 BAB II
ASET TIDAK BERWUJUD
ATB merupakan salah satu jenis aset yang berpotensi
dimiliki oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Aset ini juga sering
dihubungkan dengan hasil kegiatan entitas dalam menjalankan tugas dan fungsi
penelitian dan pengembangan dan sebagian diperoleh dari proses pengadaan dari luar
entitas. Walaupun telah banyak ATB yang diidentifikasi dimiliki pemerintah,
namun SAP belum mengatur secara memadai tentang akuntansi dan pelaporan ATB ini. Pengertian, kriteria, dan
jenis-jenis ATB harus benar-benar dipahami agar aset ini benar-benar
dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan.
Pemerintah banyak mengeluarkan sumber
daya untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka memperoleh, mengembangkan,
memelihara, dan memperkuat sumber daya tak berwujud, seperti ilmu pengetahuan,
teknologi, rancangan dan implementasi
suatu sistem atau proses yang baru, dan kekayaan intelektual. Berbagai entitas berupaya untuk terus
melakukan riset dan pengembangan, terlebih bagi entitas yang mempunyai tugas
dan fungsi melakukan kegiatan riset dan penelitian, yang sebagian besar
anggarannya dialokasikan untuk riset dan pengembangan. Namun apakah semua hasil
yang diperoleh dari kegiatan dimaksud merupakan ATB.
Secara umum, ATB didefinisikan sebagai aset
non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik. Aset
non-moneter artinya aset ini bukan merupakan kas atau setara kas atau aset yang
akan diterima dalam bentuk kas yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukan. Banyak aset, misalnya aset tetap, memiliki
bentuk fisik. Namun demikian, bentuk fisik tersebut tidak esensial untuk
menentukan keberadaan aset; karena itu, paten dan hak cipta, misalnya,
merupakan aset pemerintah apabila pemerintah dapat memperoleh manfaat ekonomi
di masa depan dan pemerintah menguasai masing-masing aset tersebut.
Sebagai salah satu unsur dari aset, ATB juga
harus memenuhi kriteria aset terlebih dahulu untuk dapat dipertanggungjawabkan
dalam laporan keuangan. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah paragraph 84
menyatakan bahwa “aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal”. Pengertian mengenai potensi manfaat ekonomi masa depan sering kali
menimbulkan keraguan dari kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk menetapkan
apakah suatu kegiatan mempunyai potensi manfaat ekonomi masa depan atau tidak.
Pengertian akan potensi manfaat ekonomi
masa depan dalam definisi aset juga diuraikan pada Kerangka Konseptual
Akuntansi Pemerintah paragraph 61 yaitu ”potensi aset tersebut untuk memberikan
sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional
pemerintah, berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah”.
Lebih jauh lagi dalam IPSAS # 1, Presentation
of Financial Statements menambahkan “service
potential” selain manfaat ekonomis dalam definisi aset.
Potensi
tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari
aktivitas operasional pemerintah. Mungkin pula
berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk
kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat
penggunaan proses produksi alternatif.
Potensi manfaat ekonomi masa depan yang
terwujud dalam aset dapat mengalir ke dalam pemerintah dengan beberapa cara.
Misalnya, aset dapat:
1.
digunakan baik sendiri maupun
bersama aset lain dalam operasional pemerintah;
2.
dipertukarkan dengan aset lain;
3. digunakan untuk menyelesaikan kewajiban
pemerintah;
Dengan
memperhatikan pengertian aset dan ATB diatas, perlu diperhatikan secara cermat bahwa
dalam menentukan suatu aset tetap harus memenuhi kriteria untuk dapat
diperlakukan sebagai ATB. Apabila hasil penilaian atas
kriteria tersebut ternyata bahwa pengeluaran tersebut tidak memenuhi pengertian
ATB sebagaimana dipersyaratkan pada bagian 2.2, maka pengeluaran biaya yang
terjadi untuk memperoleh atau mengembangkan aset secara internal dimaksud tidak
dapat diakui sebagai ATB dan seluruh biaya yang terjadi langsung dibebankan
sebagai biaya pada tahun terjadinya pengeluaran.
2.2
KRITERIA UMUM ATB
Definisi ATB mensyaratkan bahwa ATB harus
memenuhi kriteria dapat diidentifikasi, dikendalikan oleh entitas, dan
mempunyai potensi manfaat ekonomi masa depan. Masing-masing unsur tersebut
diuraikan dibawah ini.
2.2.1 Dapat Diidentifikasi
Yang dimaksud dengan kriteria dapat
identifikasi adalah:
1.
Dapat dipisahkan, artinya aset
ini memungkinkan untuk dipisahkan atau dibedakan secara jelas dari aset-aset
yang lain pada suatu entitas. Oleh karena aset ini dapat dipisahkan atau
dibedakan dengan aset yang lain, maka ATB ini dapat dijual, dipindahtangankan,
diberikan lisensi, disewakan, ditukarkan, baik secara individual maupun secara
bersama-sama. Namun demikian tidak berarti bahwa ATB baru diakui dan disajikan
di neraca jika entitas bermaksud memindahtangankan, menyewakan, atau memberikan
lisensi kepada pihak lain. Identifikasi serta pengakuan ini harus dilakukan
tanpa memperhatikan apakah entitas tersebut bermaksud melakukannya atau tidak;
atau
2.
Timbul dari kesepakatan yang
mengikat, seperti hak kontraktual atau hak hukum lainnya, tanpa memperhatikan
apakah hak tersebut dapat dipindahtangankan atau dipisahkan dari entitas atau
dari hak dan kewajiban lainnya.
Kriteria dapat dipisahkan harus digunakan
secara hati-hati, mengingat dalam perolehan aset pada suatu entitas kadang-kadang
terjadi perolehan secara gabungan. Dalam hal ATB diperoleh bersama dengan
sekelompok aset lainnya, transaksi ini bisa juga meliputi pengalihan hak hukum
yang memungkinkan entitas untuk memperoleh manfaat masa depan dari hak
tersebut. Dalam hal demikian entitas tetap harus mengidentifikasi adanya ATB
tersebut. Beberapa ATB biasanya dapat dipisahkan dengan aset lainnya, seperti
paten, hak cipta, merk dagang, dan franchise.
Sebagai ilustrasi, suatu entitas membeli
hardware, software, dan modul untuk kegiatan tertentu. Sepanjang software
tersebut dapat dipisahkan dari hardware terkait dan memberikan manfaat masa
depan maka software tersebut diidentifikasi sebagai ATB. Sebaliknya dalam hal
software komputer ternyata tidak dapat dipisahkan dari hardware yang tertentu,
tanpa adanya software tersebut hardware tidak dapat beroperasi, maka software
tersebut tidak dapat dipisahkan dengan hardware tersebut dan tidak dapat
diperlakukan sebagai ATB tetapi sebagai bagian tak terpisahkan dari hardware
dan diakui sebagai bagian dari peralatan
dan mesin.
2.2.2 Pengendalian
Selain persyaratan dapat diidentifikasi
sebagaimana diuraikan di muka, pengendalian merupakan syarat lainnya yang harus
dipenuhi. Tanpa adanya kemampuan untuk mengendalikan aset maka sumber daya
dimaksud tidak dapat diakui sebagai aset suatu entitas.
Suatu entitas disebut ”mengendalikan
aset” jika entitas memiliki kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomi masa
depan yang timbul dari aset tersebut dan dapat membatasi akses pihak lain dalam
memperoleh manfaat ekonomi dari aset tersebut.
Kemampuan untuk mengendalikan aset ini pada umumnya didasarkan pada
dokumen hukum yang sah dari lembaga yang berwenang, namun demikian dokumen hukum ini bukanlah sebagai suatu prasyarat yang wajib
dipenuhi karena mungkin masih terdapat cara lain yang digunakan entitas untuk
mengendalikan hak tersebut.
Pada suatu instansi, pemerintah bisa
memperoleh manfaat ekonomi masa depan karena adanya pengetahuan teknis yang
dimilikinya. Pengetahuan teknis ini dapat diperoleh dari riset atau
pengembangan atau mungkin dari pendidikan dan pelatihan yang dilakukan. Dalam
kondisi demikian timbul pertanyaan, apakah entitas mempunyai kemampuan untuk mengendalikan
pengetahuan teknis yang diperoleh dari riset dan pengembangan tersebut. Kemampuan untuk mengendalikan
ini harus dibuktikan dengan adanya hak cipta (copyrights), tanpa adanya hak cipta sulit bagi entitas untuk
mengendalikan sumber daya tersebut.
2.2.3 Manfaat Ekonomi Masa Depan
Karakteristik aset secara umum adalah
kemampuannya untuk dapat memberikan manfaat ekonomis dan jasa potensial (potential services). Manfaat ekonomis
dapat menghasilkan aliran masuk atas kas, setara kas, barang, atau jasa ke
pemerintah, sedangkan jasa yang melekat pada aset dapat saja memberiksan
manfaat kepada pemerintah dalam bentuk lainnya, misalnya dalam meningkatkan
pelayanan publik sebagai salah satu tujuan utama pemerintah.
Manfaat ekonomi masa depan yang
dihasilkan oleh ATB juga dapat berupa pendapatan yang diperoleh dari penjualan
barang atau jasa, penghematan biaya atau efisiensi, dan hasil lainnya seperti
pendapatan dari penyewaan, pemberian lisensi, atau manfaat lainnya yang
diperoleh dari pemanfaatan ATB. Manfaat lain ini bisa berupa peningkatan
kualitas layanan atau keluaran, proses pelayanan yang lebih cepat, atau
penurunan jumlah tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas dan
fungsi. Sebagai contoh, penerapan sistem on-line
untuk perpanjangan Surat Ijin Mengemudi (SIM Keliling) mempercepat pemrosesan
yang selanjutnya meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
ATB terus berkembang dari waktu ke waktu.
Di masa lalu ATB pada umumnya hanya dikenal di dunia komersial, seperti adanya
goodwill yang timbul dari penggabungan unit usaha, hak paten, dan hak cipta. Namun
selanjutnya ATB ini terus berkembang, termasuk yang dihasilkan oleh instansi
pemerintah.
ATB yang dimiliki dan/atau dikuasai
pemerintah dapat dibedakan berdasarkan jenis sumber daya, cara perolehan, dan masa
manfaat.
2.3.1 Jenis Sumber Daya
Berdasarkan jenis sumber daya, ATB pemerintah
dapat berupa:
1.
Software computer, yang dapat disimpan
dalam berbagai media penyimpanan seperti compact
disk, disket, pita, dan media penyimpanan lainnya;
Software computer yang masuk dalam
kategori ATB adalah software yang
bukan merupakan bagian tak terpisahkan dari hardware komputer tertentu. Jadi software ini dapat digunakan di komputer
lain. Oleh karena itu software komputer sepanjang memenuhi definisi dan kriteria
pengakuan merupakan ATB.
2. Lisensi dan franchise
Adalah izin yang diberikan pemilik Hak Paten atau Hak Cipta yang
diberikan kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu Hak Kekayaan Intelektual yang diberi
perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
3. Hak Paten, Hak Cipta.
Hak-hak ini pada dasarnya diperoleh
karena adanya kepemilikan kekayaan intelektual atau atas suatu pengetahuan
teknis atau suatu karya yang dapat menghasilkan manfaat bagi entitas. Di
samping itu dengan adanya hak ini dapat mengendalikan pemanfaatan aset tersebut
dan membatasi pihak lain yang tidak berhak untuk memanfaatkannya. Oleh karena
itu Hak Paten dan Hak Cipta sepanjang memenuhi definisi dan kriteria pengakuan merupakan
ATB.
4.
Hasil Kajian/Pengembangan Yang
Memberikan Manfaat Jangka Panjang
Hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang
adalah suatu kajian atau pengembangan yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau
sosial dimasa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai aset. Apabila
hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomis
dan/atau sosial maka tidak dapat diakui sebagai ATB.
5.
ATB dari
karya seni yang mempunyai nilai sejarah/budaya
Film, misalnya, pada dasarnya merupakan rekaman atas
suatu peristiwa yang mempunyai manfaat ataupun nilai bagi pemerintah ataupun
masyarakat. Hal ini berarti film tersebut mengandung nilai tertentu yang dapat mempunyai
manfaat di masa depan bagi pemerintah. Film/Karya Seni/Budaya biasanya
merupakan heritage ATB.
6.
ATB Dalam Pengerjaan
Suatu kegiatan perolehan ATB dalam pemerintahan, khususnya yang diperoleh
secara internal, sebelum selesai dikerjakan dan menjadi ATB, belum memenuhi
salah satu kriteria pengakuan aset yaitu digunakan untuk operasional pemerintah. Namun dalam hal
ini seperti juga aset tetap, aset ini nantinya juga
diniatkan untuk digunakan dalam pelaksanaan operasional pemerintahan, sehingga
dapat diakui sebagai bagian dari ATB.
2.3.2 Cara Perolehan
Berdasarkan cara perolehan, ATB dapat
berasal dari:
1.
Pembelian
Pembelian ATB bisa dilakukan secara terpisah (individual) maupun secara
gabungan. Hal ini akan berpengaruh pada identifikasi ATB serta pengukuran biaya
perolehan.
2.
Pengembangan secara internal
ATB dapat diperoleh melalui kegiatan
pengembangan yang dilakukan secara internal oleh suatu entitas. Perolehan
dengan cara demikian akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan tentang
identifikasi kegiatan yang masuk lingkup riset serta kegiatan-kegiatan yang
masuk lingkup pengembangan yang memenuhi definisi dan kriteria pengakuan ATB akan
dikapitalisasi menjadi harga perolehan ATB.
3.
Pertukaran
ATB dapat diperoleh melalui
pertukaran dengan aset yang dimiliki oleh suatu entitas lain.
4.
Kerjasama
Pengembangan suatu ATB yang memenuhi
definisi dan kriteria pengakuan dapat dilakukan melalui kerja sama oleh dua
entitas atau lebih. Hak dan kewajiban masing-masing entitas harus dituangkan
dalam suatu perjanjian, termasuk hak kepemilikan atas ATB yang dihasilkan. Entitas yang berhak sesuai
ketentuan yang akan mengakui kepemilikan ATB yang dihasilkan, sementara entitas
yang lain cukup mengungkapkan hak dan kewajiban yang menjadi tangungjawabnya
atas ATB tersebut.
5.
Donasi/hibah
ATB, yang memenuhi definisi dan
kriteria pengakuan, dapat berasal dari donasi atau hibah, misalnya ada suatu
perusahaan software yang memberikan software aplikasinya kepada suatu
instansi pemerintah untuk digunakan tanpa adanya imbalan yang harus diberikan.
6.
Warisan Budaya/Sejarah (intangible heritage assets)
Pemerintah dapat memegang banyak ATB
yang berasal dari warisan sejarah, budaya, atau lingkungan masa lalu. Aset ini
pada umumnya dipegang oleh instansi pemerintah dengan maksud tidak semata-mata
untuk menghasilkan pendapatan, namun ada alasan-alasan lain kenapa aset ini
dipegang oleh pemerintah, misalnya karena mempunyai nilai sejarah dan untuk
mencegah penyalahgunaan hak atas aset ini oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab. Suatu entitas harus mengidentifikasi dan mengakui aset warisan ini
sebagai ATB jika definisi dan kriteria pengakuan atas ATB telah terpenuhi.
2.3.3 Masa Manfaat
Berdasarkan masa manfaat, ATB dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
ATB dengan umur manfaat terbatas
(finite life)
Umur manfaat ATB dalam kelompok ini
dapat dibatasi dari umur atau banyaknya unit produk yang dihasilkan, yang didasarkan
pada harapan entitas untuk menggunakan aset tersebut, atau faktor hukum atau faktor ekonomis mana yang lebih pendek.
2.
ATB dengan umur manfaat yang
tak terbatas (indefinite life)
Dari berbagai faktor relevan yang ada
atas ATB, ATB tertentu diyakini tidak mempunyai batas-batas periode untuk
memberikan manfaat kepada entitas. Oleh
karena itu, atas ATB yang mempunyai umur manfaat yang tak terbatas, harus dilakukan
reviu secara berkala untuk melihat kemampuan aset tersebut dalam memberikan
manfaat.
3 BAB III
PENGAKUAN
Untuk dapat diakui sebagai ATB maka suatu
entitas harus dapat membuktikan bahwa aktivitas/kegiatan tersebut telah
memenuhi:
1.
Definisi dari ATB; dan
2.
Kriteria pengakuan.
Persyaratan ini berlaku untuk biaya yang diukur pada saat pengakuan (biaya perolehan transaksi
pertukaran atau untuk ATB yang dihasilkan dari internal entitas, atau nilai
wajar ATB pada saat diperoleh melalui transaksi yang bukan pertukaran) dan
biaya yang dikeluarkan setelah perolehan untuk menambah, mengganti atau
memeliharanya.
Sifat alamiah ATB, dalam banyak kasus,
adalah tidak adanya penambahan nilai terhadap ATB tertentu atau penggantian
dari sebagian ATB dimaksud. Oleh karena itu, kebanyakan pengeluaran setelah
perolehan dari ATB mungkin dimaksudkan untuk memelihara kemungkinan manfaat ekonomi
di masa datang atau jasa potensial yang terkandung dalam ATB dimaksud dan tidak
lagi merupakan upaya untuk memenuhi definisi ATB dan kriteria pengakuannya.
Dengan kata lain, seringkali sulit untuk mengatribusikan secara langsung pengeluaran
setelah perolehan terhadap suatu ATB tertentu sehingga diperlakukan sebagai
biaya operasional suatu entitas. Namun demikian, apabila memang terdapat
pengeluaran setelah perolehan yang dapat diatribusikan langsung terhadap ATB
tertentu, maka pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi ke dalam nilai ATB
dimaksud.
Sesuatu diakui sebagai ATB jika dan hanya jika:
1.
Kemungkinan besar diperkirakan
manfaat ekonomi di masa datang yang diharapkan atau jasa potensial yang
diakibatkan dari ATB tersebut akan mengalir kepada/dinikmati oleh entitas; dan
2.
Biaya perolehan atau nilai
wajarnya dapat diukur dengan andal.
Suatu entitas harus menilai kemungkinan
manfaat ekonomi di masa datang yang diharapkan atau jasa potensial dengan
menggunakan dukungan asumsi logis yang mewakili estimasi terbaik dari manajemen
tentang kondisi ekonomi yang akan hadir selama umur ekonomis dari ATB. Entitas
menggunakan pertimbangan untuk menilai derajat kepastian aliran manfaat ekonomi
di masa datang sebagai akibat dari penggunaan ATB dengan basis bukti-bukti yang
tersedia pada saat pengakuan awal, dengan lebih menekankan pada bukti-bukti
eksternal.
3.1.1 Pengakuan ATB yang diperoleh secara internal.
Kadangkala sulit untuk menentukan apakah
pengembangan secara internal atas ATB memenuhi prinsip-prinsip pengakuan, terutama
dalam:
1.
mengidentifikasi apakah dan
kapan aset yang diidentifikasikan tersebut akan menghasilkan manfaat ekonomi
masa depan yang diharapkan; dan
2.
menentukan biaya perolehan dari
aset tersebut secara memadai. Dalam hal tertentu, biaya untuk menghasilkan ATB
yang dikembangkan secara internal tidak dapat dipisahkan dengan biaya entitas
operasional harian pemerintah.
Oleh karenanya, untuk melengkapi
prinsip-prinsip umum pengakuan dan pengukuran diatas atas ATB, entitas harus
menerapkan persyaratan dan pedoman dibawah ini.
Untuk menentukan apakah perolehan internal ATB
memenuhi kriteria untuk pengakuan, perolehan ATB dikelompokkan dalam 2 tahap,
yaitu:
1.
Tahap penelitian atau riset
2.
Tahap pengembangan
Jika pemerintah tidak dapat membedakan
tahap penelitian/riset dengan tahap pengembangan atas aktivitas/kegiatan
internal untuk menghasilkan ATB, pemerintah harus memperlakukan seluruh pengeluaran
atas aktivitas/kegiatan tersebut sebagai pengeluaran dalam tahap
penelitian/riset.
3.1.1.1
Tahap Penelitian/Riset
Pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan/aktivitas
penelitian/riset (atau tahap penelitian/riset dari kegiatan/aktivitas internal)
tidak dapat diakui sebagai ATB. Pengeluaran-pengeluaran tersebut harus diakui
sebagai beban pada saat terjadi.
Dalam tahap penelitian/riset dari
kegiatan/aktivitas internal, pemerintah tidak/belum dapat memperlihatkan bahwa ATB telah ada dan
akan menghasilkan manfaat ekonomi masa datang. Oleh karenanya, pengeluaran ini
diakui sebagai biaya pada saat terjadi.
Contoh-contoh
dari kegiatan penelitian/riset adalah:
1. Kegiatan/aktivitas yang bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan baru (new
knowledge);
2. Pencarian untuk, evaluasi dan seleksi
akhir atas, penerapan temuan hasil penelitian atau pengetahuan lainnya;
3. Pencarian atas alternatif untuk material, peralatan,
produk, proses, sistem ataupun layanan;
4. Formula, rancangan, evaluasi dan seleksi
akhir atas alternatif yang tersedia untuk peningkatan material, peralatan, produk, proses, sistem dan layanan
3.1.1.2
Tahap Pengembangan
ATB yang timbul dari pengembangan (atau
dari tahapan pengembangan satu kegiatan internal) harus diakui jika, dan hanya jika, pemerintah dapat
memperlihatkan seluruh kondisi
dibawah ini, yaitu adanya:
1.
Kelayakan teknis atas
penyelesaian Aset Tidak Berwujud sehingga dapat tersedia untuk digunakan atau
dimanfaatkan;
2.
Keinginan untuk menyelesaikan
dan menggunakan atau memanfaatkan ATB tersebut;
3.
Kemampuan untuk menggunakan dan
memanfaatkan ATB tersebut;
4.
Manfaat ekonomi dan atau
sosial dimasa datang;
5.
Ketersediaan sumber daya
teknis, keuangan, dan lainnya yang cukup untuk menyelesaikan pengembangan dan
penggunaan atau pemanfaatkan Aset Tidak Berwujud tersebut;
6.
Kemampuan untuk mengukur secara
memadai pengeluaran-pengeluaran yang diatribusikan ke ATB selama masa
pengembangan.
Dalam tahap pengembangan atas
aktivitas/kegiatan internal, dalam beberapa kasus, kemungkinan dapat diidentifikasikan adanya ATB dan
menunjukkan bahwa aset tersebut akan menghasilkan manfaat ekonomis dimasa
datang. Hal ini dikarenakan tahap pengembangan atas suatu aktivitas/kegiatan
merupakan kelanjutan (further advance)
atas tahap penelitian/riset.
Namun apakah hasil
pengembangan tersebut nantinya akan menjadi ATB atau tidak haruslah terlebih
dahulu memenuhi kriteria di atas. Apabila telah memenuhi kriteria di atas dan
ditetapkan menjadi ATB, maka hanya pengeluaran yang
terjadi setelah seluruh kriteria tersebut tercapai yang dapat dikapitalisasi menjadi nilai perolehan, sedangkan pengeluaran
yang terjadi sebelum memenuhi kriteria tersebut dianggap sebagai beban pada saat terjadinya.
Satu hal yang paling krusial di dalam menentukan apakah sesuatu dapat
ditetapkan sebagai ATB adalah penentuan apakah aset tersebut dapat dianggap
mempunyai atau akan menghasilkan manfaat ekonomi atau sosial serta
jasa potensial di masa yang
akan datang. Untuk menetapkan apakah suatu kajian/pengembangan
menghasilkan manfaat ekonomi dan atau sosial dimasa yang akan datang, suatu
entitas harus mampu mengidentifikasi mengenai:
1.
Apa manfaat ekonomi dan atau
sosial yang akan diperoleh dari hasil kajian/pengembangan tersebut;
2.
Siapa penerima manfaat ekonomi
dan atau sosial tersebut;
3.
Apakah aset tersebut akan
digunakan oleh entitas atau pihak lain;
4.
Jangka waktu manfaat tersebut
akan diperoleh.
Contoh aktivitas-aktivitas pada tahap pengembangan adalah:
1. Desain, konstruksi dan
percobaan sebelum proses produksi prototipe atau model;
2. Desain,
konstruksi dan pengoperasian proyek percobaan proses produksi yang belum
berjalan pada skala ekonomis yang menguntungkan untuk produksi komersial;
3. Desain,
konstruksi dan percobaan beberapa alternatif pilihan, untuk bahan, peralatan,
produk, proses, sistem atau pelayanan yang sifatnya baru atau sedang
dikembangkan.
3.1.1.3 Penelitian dibiayai instansi lain
Pada praktek di
pemerintahan terdapat dana penelitian yang dimiliki oleh suatu instansi tertentu namun dana ini dapat
dipergunakan untuk membiayai penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi
atau lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan.
Sesuai dengan konsep
belanja dalam pemerintah dan konsep entitas maka entitas yang memiliki anggaran
adalah yang berhak mencatat aset apabila dari belanja yang dikeluarkan
dari anggaran tersebut menghasilkan aset walaupun penelitiannya
dilakukan oleh lembaga lain. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.
20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan
Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengembangan bahwa perguruan tinggi atau lembaga litbang yang memperoleh dana
penelitian dari pemerintah tidak dapat mengalihkan pemilikan kekayaan
intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan.
Ini menunjukkan bahwa tidak ada kontrol terhadap aset yang dihasilkan yang
merupakan salah satu kriteria untuk mengakui ATB.
Namun demikian instansi
pemerintah yang memberikan dana tidak dapat serta merta mengakui ATB tersebut,
karena sesuai dengan karakteristik pengakuan ATB yang berasal dari Penelitian
dan Pengembangan, pengakuan terhadap ATB tersebut adalah harus sesuai dengan
kriteria pengakuan yaitu pada saat pengembangan sudah dapat dianggap mempunyai
manfaat ekonomi dan/atau jasa potensial dimasa yang akan datang. Biaya
perolehan ATB yang dihasilkan secara internal dari pengembangan adalah sejumlah
pengeluaran yang dilakukan sejak tanggal ATB pertama kali memenuhi kriteria
pengakuan. Sehingga tidak semua biaya penelitian yang telah dikeluarkan diakui
sebagai ATB. Dengan demikian harus ada penjelasan yang memadai dalam Catatan
atas Laporan Keuangan mengenai hal ini.
Dengan demikian pihak perguruan
tinggi dan/atau lembaga litbang yang melakukan penelitian tidak mencatat ATB
tersebut, namun sesuai dengan pasal 10 PP 20/2005, perguruan tinggi atau lembaga
litbang tersebut adalah sebagai pengelola kekayaan intelektual serta hasil
kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukannya. Dalam pasal 11 PP
tersebut juga disebutkan bahwa perguruan tinggi dan lembaga litbang tersebut
mengupayakan perlindungan hukum atas pemilikan kekayaan intelektual serta hasil
kegiatan penelitian dan pengembangan. Dengan demikian apabila hasil penelitian
tersebut dipatenkan, dan biaya patennya dikeluarkan oleh instansi lembaga
penelitian, maka ATB berupa paten tersebut dicatat oleh lembaga penelitian
sebesar jumlah biaya patennya.
3.1.2 Perlakuan khusus untuk software komputer
Dalam pengakuan software komputer sebagai
ATB, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1.
Untuk software yang diperoleh
atau dibangun oleh internal instansi pemerintah dapat dibagi menjadi dua, yaitu
dikembangkan oleh instansi pemerintah sendiri atau oleh pihak ketiga (kontraktor).
Dalam hal dikembangkan oleh instansi pemerintah sendiri dimana biasanya sulit
untuk mengidentifikasi nilai perolehan dari software tersebut maka untuk
software seperti ini tidak perlu diakui sebagai
ATB, selain itu software seperti ini biasanya bersifat terbuka dan tidak
ada perlindungan hukum hingga dapat dipergunakan siapa saja, maka salah
kriteria dari pengakuan ATB yaitu pengendalian atas suatu aset menjadi tidak
terpenuhi. Oleh karena itu untuk software yang dibangun sendiri yang dapat
diakui sebagai ATB adalah yang dikontrakkan kepada pihak ketiga.
2.
Dalam kasus perolehan software
secara pembelian, harus dilihat secara kasus per kasus. Untuk pembelian
software yang diniatkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat oleh
pemerintah maka software seperti ini harus dicatat sebagai persediaan. Dilain
pihak apabila ada software yang dibeli oleh pemerintah untuk digunakan sendiri
namun merupakan bagian integral dari suatu hardware (tanpa software tersebut,
hardware tidak dapat dioperasikan), maka software tersebut diakui sebagai
bagian harga perolehan hardware dan dikapitalisasi sebagai peralatan dan mesin.
Biaya perolehan untuk software program yang dibeli tersendiri dan tidak terkait
dengan hardware harus dikapitalisasi sebagai ATB setelah memenuhi kriteria perolehan aset secara umum.
3.1.2.1
Perolehan secara Pengembangan
Internal
Software komputer dianggap dihasilkan
secara internal jika diperoleh atau diproduksi oleh pemerintah atau suatu
entitas yang dikontrak oleh pemerintah. Software komputer harus dianggap
dihasilkan secara internal jika dikembangkan oleh instansi pemerintah atau oleh
kontraktor pihak ketiga atas nama pemerintah.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam
pengembangan software komputer yang dihasilkan secara internal dapat dibagi
menjadi beberapa tahap sebagai berikut:
1.
Tahap awal proyek
Pada tahap ini termasuk adalah
perumusan konsep dan evaluasi alternative, penentuan teknologi yang dibutuhkan,
dan penentuan pilihan akhir terhadap alternative untuk pengembangan software
tersebut.
2.
Tahap pengembangan aplikasi
Aktifitas pada tahap ini termasuk
desain aplikasi, termasuk di dalamnya konfigurasi software dan software
interface, koding, menginstall ke hardware, testing, dan konversi data yang
diperlukan untuk mengoperasionalkan software.
3.
Tahap setelah
implementasi/operasionalisasi
Aktivitas dalam tahap ini adalah
pelatihan, konversi data yang tidak diperlukan untuk operasional software dan
pemeliharaan software.
Semua pengeluaran yang terkait dengan
aktifitas pada tahap awal proyek harus menjadi beban pada saat terjadinya.
Semua pengeluaran pada tahap pengembangan
aplikasi harus dikapitalisasi apabila memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut:
1.
Pengeluaran terjadi setelah
tahap awal proyek selesai; dan
2.
Pemerintah berkuasa dan
berjanji untuk membiayai, paling tidak untuk periode berjalan.
Semua pengeluaran
yang terkait dengan aktivitas pada tahap setelah implementasi/operasionalisasi
harus dianggap sebagai beban pada saat terjadinya.
3.1.2.2
Perolehan secara Eksternal
Untuk menentukan perlakuan akuntansi membutuhkan
identifikasi jenis, syarat dan ketentuan penggunaan terhadap software yang diperoleh
secara external tersebut. Hal-hal yang perlu diidentifikasi terlebih dahulu
adalah:
1.
Apakah harga perolehan awal dari software terdiri dari
harga pembelian software dan pembayaran untuk lisensi penggunaannya, atau hanya
pembayaran lisensi saja;
2.
Apakah ada batasan waktu/ijin penggunaan software;
3.
Berapa lama ijin penggunaan.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas maka perlakuan akuntansi
untuk software yang diperoleh secara pembelian dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.
Perolehan software yang memiliki ijin penggunaan/masa manfaat lebih dari 12 bulan,
maka nilai perolehan software dan biaya lisensinya harus dikapitalisasi sebagai ATB.
Sedangkan perolehan
software yang
memiliki ijin
penggunaan/masa manfaat kurang dari atau sampai dengan 12 bulan, maka nilai
perolehan software tidak perlu dikapitalisasi.
2.
Software yang diperoleh hanya dengan membayar ijin penggunaan/lisensi
dengan masa manfaat lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi sebagai ATB. Software yang diperoleh hanya
dengan membayar ijin penggunaan/lisensi kurang dari atau sampai dengan 12
bulan, tidak perlu dikapitalisasi.
3.
Software yang tidak memiliki pembatasan ijin penggunaan dan masa
manfaatnya lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi. Software yang tidak memiliki
pembatasan ijin penggunaan dan masa manfaatnya kurang dari atau sampai dengan
12 bulan tidak perlu dikapitalisasi.
3.1.2.3 PENGELUARAN
BERIKUTNYA
SETELAH PEROLEHAN
Pada kebanyakan kasus, sifat alamiah ATB adalah
tidak adanya penambahan nilai terhadap ATB tertentu atau penggantian dari
sebagian ATB dimaksud setelah
perolehan awal. Oleh karena itu, kebanyakan pengeluaran
setelah perolehan dari ATB mungkin dimaksudkan untuk memelihara kemungkinan
manfaat ekonomi di masa datang atau jasa potensial yang terkandung dalam ATB
dimaksud dan tidak lagi merupakan upaya untuk memenuhi definisi ATB dan
kriteria pengakuannya. Dengan kata lain, seringkali sulit untuk mengatribusikan
secara langsung pengeluaran setelah perolehan terhadap suatu ATB tertentu
sehingga diperlakukan sebagai biaya operasional suatu entitas. Namun demikian,
apabila memang terdapat pengeluaran setelah perolehan yang dapat diatribusikan
langsung terhadap ATB tertentu, maka pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi
ke dalam nilai ATB dimaksud.
Kapitalisasi terhadap pengeluaran setelah perolehan terhadap
software komputer
harus memenuhi salah satu kriteria ini:
1.
Meningkatkan fungsi software;
2.
Meningkatkan efisiensi software.
Apabila perubahan yang dilakukan tidak
memenuhi salah satu kriteria di atas maka pengeluaran harus dianggap sebagai
beban pemeliharaan pada saat terjadinya. Misalnya pengeluaran setelah perolehan terhadap
software yang sifatnya hanya mengembalikan ke kondisi semula (misalnya, pengeluaran
untuk teknisi software dalam rangka memperbaiki untuk dapat dioperasikan
kembali), tidak perlu dikapitalisasi.
Pengeluaran yang
meningkatkan masa manfaat dari software pada praktik umumnya tidak terjadi,
yang ada adalah pengeluaran untuk perpanjangan ijin penggunaan/lisensi dari
software atau up grade dari versi
yang lama menjadi yang paling mutakhir yang lebih mendekati kepada perolehan
software baru.
Berikut ini perlakuan
akuntansi untuk perpanjangan lisensi:
1.
Pengeluaran setelah perolehan berupa perpanjangan ijin penggunaan yang
kurang dari atau sampai dengan 12 bulan tidak perlu dikapitalisasi.
2.
Pengeluaran setelah perolehan berupa perpanjangan ijin penggunaan yang
lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi.
3.1.3 Perlakuan untuk hak paten
Hak Paten adalah salah satu jenis ATB
yang kemungkinan dapat dimiliki oleh Pemerintah yang perolehannya dapat berasal
dari hasil Kajian dan Pengembangan atas penelitian yang dilakukan pemerintah atau pendaftaran atas
suatu kekayaan/warisan budaya/sejarah yang dimiliki.
Untuk Hak Paten yang diperoleh untuk
melindungi terhadap kekayaan/warisan budaya/sejarah, maka atas aset ini secara
umum diakui pada saat dokumen hukum yang sah atas Hak Paten tersebut telah
diperoleh. Namun untuk mengantisipasi lamanya jangka waktu terbitnya dokumen
tersebut, maka entitas dapat mengakui sebagai Hak Paten terlebih dahulu dengan nilai sebesar biaya
pendaftarannya, kemudian memberikan penjelasan yang memadai dalam Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK).
Dalam praktek selama ini di Kementerian/Lembaga
terdapat pula beberapa perlakuan pencatatan terhadap Hak Paten dari hasil
kajian/pengembangan yang memerlukan perlakuan khusus. Untuk Hak Paten yang
dalam proses pendaftaran dan dokumen sumber belum terbit, maka entitas dapat
mengakui sebagai Hak Paten terlebih dahulu dengan nilai sebesar biaya
pendaftaran ditambah nilai Hasil Kajian/Pengembangan yang telah dikapitalisasi
sebagai ATB, kemudian memberikan penjelasan yang memadai dalam CaLK.
3.1.4 ASET TIDAK
BERWUJUD DALAM PENGERJAAN
Terdapat kemungkinan pengembangan suatu Aset
Tidak Berwujud yang diperoleh secara internal yang jangka waktu penyelesaiannya
melebihi satu tahun anggaran atau pelaksanaan pengembangannya melewati tanggal
pelaporan. Dalam hal terjadi seperti ini, maka atas pengeluaran yang telah
terjadi dalam rangka pengembangan tersebut sampai dengan tanggal pelaporan
harus diakui sebagai Aset Tidak Berwujud dalam pengerjaan (Intangible Asset-Work In Progress), dan setelah pekerjaan selesai
kemudian akan direklasifikasi menjadi Aset Tidak Berwujud yang bersangkutan.
4
BAB IV
PENGUKURAN
Secara umum, ATB pada awalnya diukur
dengan harga perolehan, kecuali ketika ATB diperoleh dengan cara selain
pertukaran yang awalnya diukur dengan nilai wajar.
4.1.1 Pengukuran ATB yang Diperoleh secara External
4.1.1.1
Pembelian
Secara umum, harga yang harus dibayar
entitas untuk memperoleh suatu ATB akan mencerminkan harapan mengenai
kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang dharapkan dimasa datang atau jasa
potensial yang melekat pada aset tersebut akan mengalir masuk kedalam entitas
tersebut. Dengan kata lain, entitas pemerintah mengharapkan adanya manfaat
ekonomi ataupun jasa potensial yang mengalir masuk. Oleh karenanya, kriteria
pengakuan umum harus dapat dipenuhi dalam perolehan ini.
ATB yang diperoleh melalui pembelian
dinilai berdasarkan biaya perolehan.
Bila ATB diperoleh secara
gabungan, harus dihitung nilai per masing-masing aset, yaitu dengan
mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar
masing-masing aset yang bersangkutan.
Biaya untuk memperoleh ATB dengan
pembelian biasanya dapat diukur secara memadai, khususnya bila berkenaan dengan
kas atau aset moneter lainnya.
Biaya untuk memperoleh ATB dengan
pembelian terdiri dari:
1.
Harga beli, termasuk biaya
import dan pajak-pajak, setelah dikurangi dengan potongan harga dan rabat;
2.
Setiap biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang
membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
Contoh dari biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung adalah:
1.
Biaya staff yang timbul secara
langsung agar aset tersebut dapat digunakan;
2.
Biaya professional yang timbul
secara langsung agar aset tersebut dapat digunakan;
3.
Biaya pengujian untuk menjamin
aset tersebut dapat berfungsi secara baik.
Contoh dari biaya yang bukan merupakan
unsur ATB adalah:
1.
Biaya untuk memperkenalkan
produk atau jasa baru (termasuk biaya advertising dan promosi);
2.
Biaya untuk melaksanakan
operasi pada lokasi baru atau sehubungan dengan pemakai (user) baru atas suatu jasa (misalnya biaya pelatihan pegawai);
3.
Biaya administrasi dan overhead umum lainnya.
Biaya-biaya perolehan ATB dalam nilai
tercatat (carrying amount) atas ATB
diakui sampai aset tersebut dalam kondisi yang mempunyai kemampuan untuk beroperasi
seperti yang diinginkan oleh manajemen. Oleh karenanya, biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk menggunakan dan memanfaatkan ATB bukan merupakan bagian dari
nilai tercatat ATB.
4.1.1.2
Pertukaran
Perolehan ATB dari pertukaran aset yang
dimiliki entitas dinilai sebesar nilai wajar dari aset yang diserahkan. Apabila
terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang
dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang sama sehingga pengukuran dinilai
sebesar aset yang dipertukarkan ditambah dengan kas yang diserahkan.
4.1.1.3
Kerjasama
Hasil berupa ATB dari kerjasama antar dua
entitas atau lebih disajikan berdasarkan biaya perolehannya dan dicatat pada
entitas yang menerima ATB tersebut sesuai dengan perjanjian dan atau peraturan yang berlaku.
4.1.1.4
Donasi/hibah
ATB yang diperoleh dari donasi/hibah
harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. Penyerahan ATB tersebut
akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya secara
hukum, seperti adanya akta hibah.
4.1.2 Pengembangan secara internal
ATB yang diperoleh dari pengembangan
secara internal, misalnya hasil dari kegiatan pengembangan yang memenuhi syarat
pengakuan, nilai perolehannya diakui sebesar biaya perolehan yang meliputi biaya yang dikeluarkan sejak ditetapkannya
ATB tersebut memiliki masa manfaat di masa yang akan datang.
Pengeluaran
atas unsur tidak berwujud yang awalnya telah diakui oleh entitas sebagai beban
tidak boleh diakui sebagai bagian dari harga perolehan ATB di kemudian hari.
Terhadap
ATB yang dihasilkan dari pengembangan software komputer yang memerlukan tiga
tahap sebagaimana dimaksud dalam Bab III Aspek Pengakuan mengenai Perlakuan
khusus untuk software komputer, maka tahap yang dapat dilakukan kapitalisasi
adalah tahap pengembangan aplikasi, bila telah memenuhi kriteria dimaksud.
Kapitalisasi dinilai sebesar pengeluarannya.
4.1.3 Aset budaya/bersejarah tak berwujud (intangible heritage assets)
ATB yang berasal dari aset bersejarah (heritage
assets) tidak diharuskan untuk
disajikan di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan
atas Laporan Keuangan. Namun apabila ATB bersejarah tersebut didaftarkan untuk
memperoleh hak paten maka hak patennya dicatat di neraca sebesar nilai
pendaftarannya.
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, sifat alamiah ATB, dalam banyak kasus, adalah tidak adanya
penambahan nilai terhadap ATB tertentu atau penggantian dari sebagian ATB
dimaksud. Oleh karena itu, kebanyakan pengeluaran setelah perolehan dari ATB
mungkin dimaksudkan untuk memelihara kemungkinan manfaat ekonomi di masa datang
atau jasa potensial yang terkandung dalam ATB dimaksud dan tidak lagi merupakan
upaya untuk memenuhi definisi ATB dan kriteria pengakuannya. Dengan kata lain,
seringkali sulit untuk mengatribusikan secara langsung pengeluaran setelah
perolehan terhadap suatu ATB tertentu sehingga diperlakukan sebagai biaya
operasional suatu entitas. Namun demikian, apabila memang terdapat pengeluaran
setelah perolehan yang dapat diatribusikan langsung terhadap ATB tertentu, maka
pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi ke dalam nilai ATB dimaksud. Biaya yang telah
Dibebankan Tidak Dapat Diakui sebagai Aset
5
BAB V
AMORTISASI, PENURUNAN NILAI, PENGHENTIAN DAN PELEPASAN ATB
Amortisasi
adalah penyusutan terhadap ATB yang dialokasikan secara sistematis dan rasional selama masa manfaatnya. Masa
manfaat ATB dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang semuanya harus
diperhitungkan dalam penetapan periode amortisasi. Masa manfaat tersebut dapat
dibatasi oleh ketentuan hukum, peraturan, atau kontrak.
Untuk
menerapkan amortisasi, sebuah
entitas harus menilai apakah masa manfaat suatu aset tidak berwujud adalah terbatas atau tak terbatas dan, jika terbatas,
jangka waktu atau jumlah produksi atau jumlah unit serupa yang dihasilkan,
selama masa manfaat. Suatu aset tidak berwujud diakui entitas memiliki masa
manfaat tak terbatas jika, berdasarkan analisis dari seluruh faktor relevan,
tidak ada batas yang terlihat pada saat ini atas periode yang mana aset
diharapkan menghasilkan arus kas neto bagi entitas.
Amortisasi suatu aset tidak berwujud
dengan masa manfaat terbatas tidak berakhir jika aset tersebut tidak lagi
digunakan, kecuali aset tersebut sudah sepenuhnya disusutkan atau digolongkan
sebagai aset yang dimiliki untuk dijual.
Dalam hal manfaat ekonomis yang
terkandung dalam suatu ATB terserap dalam menghasilkan aset lain, maka beban
amortisasi merupakan bagian dari harga pokok aset lain tersebut dan dimasukkan
ke dalam jumlah tercatatnya.
5.1.1 Metode Amortisasi
Amortisasi dapat dilakukan dengan
berbagai metode seperti metode garis lurus, metode saldo menurun dan metode
unit produksi. Metode yang digunakan dipilih berdasarkan pola konsumsi manfaat
ekonomi masa depan yang diharapkan dan diterapkan secara konsisten dari periode
ke periode lainnya, kecuali terdapat perubahan dalam perkiraan pola konsumsi
tersebut.
Metode amortisasi yang digunakan harus
menggambarkan pola konsumsi entitas atas manfaat ekonomis masa depan yang
diharapkan. Jika pola
tersebut tidak dapat ditentukan secara andal, digunakan metode garis lurus.
Amortisasi yang dibebankan setiap periode disajikan dengan menyesuaikan akun ATB
dan akun diinvestasikan pada Aset
Lainnya.
Periode amortisasi dan metode amortisasi
ditinjau setidaknya setiap akhir tahun buku. Jika perkiraan masa manfaat aset
berbeda secara signifikan dengan estimasi–estimasi sebelumnya, periode
amortisasi harus disesuaikan. Jika terjadi perubahan yang signifikan dalam
perkiraan pola konsumsi manfaat ekonomis dari ATB, metode amortisasi harus disesuaikan
untuk mencerminkan pola yang berubah tersebut. Seiring berjalannya waktu, pola manfaat ekonomis
masa depan yang diharapkan mengalir ke entitas dari suatu aset tidak berwujud
dapat berubah. Misalnya, dapat timbul indikasi bahwa metode amortisasi saldo
menurun ternyata lebih tepat jika dibandingkan dengan metode garis lurus.
Contoh lainnya adalah apabila penggunaan hak yang diperoleh melalui suatu
lisensi ditangguhkan menunggu tindakan/putusan pada komponen lainnya dari suatu
rencana kegiatan, manfaat ekonomis yang timbul dari aset tersebut mungkin tidak diterima
hingga periode berikutnya.
5.1.2 Amortisasi untuk aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas
Amortisasi hanya dapat
diterapkan atas ATB yang memiliki masa manfaat terbatas dan pada umumnya
ditetapkan dalam jumlah yang sama pada periode, atau dengan suatu basis alokasi
garis lurus.
Aset tidak berwujud dengan masa manfaat
yang terbatas (seperti
paten, hak cipta, waralaba dengan masa manfaat terbatas, dll) harus diamortisasi selama masa manfaat atau masa secara hukum mana yang lebih pendek.
Nilai sisa dari ATB dengan masa manfaat
yang terbatas harus diasumsikan bernilai nihil, kecuali:
1.
Terdapat komitmen dari pihak
ketiga yang akan mengambil alih ATB pada akhir masa manfaat; atau
2.
Terdapat pasar aktif atas aset
tersebut dan:
1)
Nilai sisa dapat ditentukan dari
referensi pasar tersebut
2)
Besar kemungkinannya bahwa
pasar tersebut masih ada pada akhir masa manfaat
Jumlah amortisasi ATB dengan masa manfaat
yang terbatas dihitung setelah dikurangi nilai sisa. Nilai sisa selain nihil
mengindikasikan bahwa entitas mengharapkan untuk melepas ATB tersebut sebelum
akhir masa ekonominya.
5.1.3
Amortisasi untuk aset
tidak berwujud dengan masa manfaat tak terbatas
Aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas (seperti goodwill, merek
dagang, waralaba dengan kehidupan yang tak terbatas, abadi waralaba, dll) tidak
boleh diamortisasi.
Masa manfaat suatu aset tidak berwujud
yang tidak diamortisasi harus ditelaah setiap periode untuk menentukan apakah
kejadian atau keadaan dapat terus mendukung masa manfaat aset tetap tak
terbatas. Jika tidak,
perubahan masa manfaat yang muncul dari tak terbatas menjadi terbatas harus
dibukukan atau sesuai dengan perubahan dalam perkiraan akuntansi.
Suatu aset
turun nilainya jika nilai tercatatnya melebihi nilai yang dapat diperoleh
kembali. Penurunan nilai aset tersebut diakui sebagai kerugian dalam laporan
keuangan. Kadang hal-hal yang terjadi setelah pembelian aset dan sebelum
berakhirnya estimasi masa manfaat menjadi penyebab yang menurunkan nilai aset
dan memerlukan penghapusan segera. Dengan demikian untuk menurunkan nilai aset
tidak harus dengan membuat alokasi biaya perolehan yang normal sepanjang
periode tertentu.
Suatu entitas
disyaratkan untuk menguji aset tidak berwujud dengan masa manfaat tak terbatas
untuk penurunan nilai dengan membandingkan jumlah terpulihkan dengan jumlah
tercatatnya, yang dapat dilakukan setiap tahun; atau kapanpun terdapat indikasi
bahwa aset tidak berwujud mengalami penurunan nilai. Walaupun keputusan
mengenai apakah akan mengakui penurunan nilai dari aktiva operasi bukanlah
suatu hal yang mudah.
Suatu aset
ditinjau kembali untuk kemungkinan adanya penurunan nilai ketika ada perubahan
yang material dalam cara aset tersebut digunakan atau dalam lingkungan usaha.
Bila nilai pasar aset telah turun, maka suatu pengujian penurunan nilai harus
dilakukan.
Pengungkapan
harus memuat suatu penjelasan atas asset yang mengalami penurunan nilai,
penjelasan tentang asumsi pengukuran dan segmen usaha yang terkena dampaknya.
Kerugian karena penurunan nilai harus dimasukkan sebagai bagian dari pendapatan
operasional, dan catatan yang mengungkapkan jumlah harus dibuat jika kerugian
penurunan nilai tidak ditunjukan sebagai bagian perkiraan laporan pendapatan.
Mengkaji ulang
masa manfaat aset tidak berwujud dari tak terbatas menjadi terbatas merupakan
salah satu indikasi kemungkinan aset mengalami penurunan nilai. Sebagai
hasilnya, entitas menguji aset atas penurunan nilai dengan membandingkan jumlah
terpulihkan
5.3
PENGHENTIAN DAN PELEPASAN ATB
ATB
diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam mendukung kegiatan operasional
pemerintah. Namun demikian, pada saatnya
suatu ATB harus dihentikan dari
penggunaannya. Beberapa keadaan dan
alasan penghentian ATB antara lain adalah penjualan, pertukaran, hibah, atau berakhirnya masa manfaat ATB
sehingga perlu diganti dengan yang baru. Secara umum, penghentian ATB dilakukan
pada saat dilepaskan atau ATB tersebut tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa
depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya.
Pelepasan
ATB dilingkungan pemerintah lazim disebut sebagai pemindahtanganan. Sesuai
dengan PMK Nomor 96/PMK.08/2007 tentang pengelolaan BMN, pemerintah dapat
melakukan pemindahtanganan BMN yang di dalamnya termasuk ATB dengan cara:
1.
dijual;
2.
dipertukarkan;
3.
dihibahkan; atau
4.
dijadikan penyertaan modal
negara/daerah.
Apabila
suatu ATB tidak dapat digunakan karena ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan
kebutuhan organisasi yang makin berkembang, rusak berat, atau masa kegunaannya telah
berakhir, maka ATB tersebut hakekatnya tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa
depan, sehingga penggunaannya harus dihentikan.
Selanjutnya, terhadap aset tersebut secara akuntansi dapat dilepaskan,
namun harus melalui proses yang dalam terminologi PMK Nomor 96/PMK.08/2007
tentang pengelolaan BMN disebut penghapusan.
Apabila
suatu ATB dihentikan dari penggunaannya, baik karena dipindahtangankan maupun
karena berakhirnya masa manfaat/tidak lagi memiliki manfaat ekonomi, maka
pencatatan akun ATB yang bersangkutan harus ditutup.
Dalam
hal penghentian ATB merupakan akibat dari pemindahtanganan dengan cara dijual
atau dipertukarkan sehingga pada saat terjadinya transaksi belum seluruh
nilai buku ATB yang bersangkutan habis disusutkan, maka selisih antara harga
jual atau harga pertukarannya dengan nilai buku ATB terkait diperlakukan
sebagai penambah atau pengurang ekuitas dana. Penerimaan kas akibat penjualan
dibukukan sebagai pendapatan dan dilaporkan pada Laporan Realisasi Anggaran.
6 BAB VI
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN
Ilustrasi pencatatan Aset Tidak Berwujud adalah sebagai berikut:
Pemerintah Daerah X telah membeli Hak Paten atas Temuan yang berhubungan dengan
penggunaan dan pemanfaatan mesin pengelola sampah menjadi pupuk dari Perusahaan
Y. Perusahaan dimaksud menjual hak paten tersebut dengan nilai Rp. 1
milyar kepada Pemda X.
Jurnal akuntansi nya adalah:
No
|
Kode Akun
|
Uraian
|
Debet
|
Kredit
|
XXX
|
Aset Lainnya- Aset Tidak Berwujud
|
1 milyar
|
||
XXX
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
1 milyar
|
Instansi B telah berhasil membuat disain
struktur jembatan dan disain tersebut telah digunakan oleh Instansi lain bahkan
perusahaan swasta untuk membuat jembatan di Indonesia. Instansi telah mengembangkan
disain tersebut dengan biaya keseluruhan Rp. 700 juta.
Jurnal akuntansinya adalah:
No
|
Kode Akun
|
Uraian
|
Debet
|
Kredit
|
XXX
|
Aset Lainnya- Aset Tidak Berwujud
|
700 juta
|
||
XXX
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
700 juta
|
Instansi X telah mendapat hibah dari
perusahaan software berupa software yang dapat digunakan oleh Instansi itu
sendiri atau dapat digunakan oleh pihak lain namun Instansi tersebut
mendapatkan imbalan secara ekonomi. Nilai software tersebut telah diestimasi
dan didapat nilai untuk software yang dihibahkan itu sejumlah Rp 1,5 milyar.
Jurnal akuntansinya:
No
|
Kode Akun
|
Uraian
|
Debet
|
Kredit
|
XXX
|
Aset Lainnya- Aset Tidak Berwujud
|
1,5 milyar
|
||
XXX
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
1,5 milyar
|
Sebagaimana Lampiran III B Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang SAP dan Buletin Teknis 01 tentang
Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat, ATB disajikan dalam neraca sebagai
bagian dari “Aset Lainnya”.
NERACA
Per 31 Desember 20X1
ASET
|
KEWAJIBAN
|
||||
Aset Lancar
|
Kewajiban Jangka Pendek
|
||||
…………….
|
Kewajiban Jangka Panjang
|
||||
Aset Tetap
|
|||||
……………..
|
EKUITAS DANA
|
||||
Aset Lainnya
|
XXX
|
…………………..
|
|||
Aset
Tidak Berwujud
|
XXX
|
Dinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
XXX
|
6.3
PENGUNGKAPAN
ATB
Laporan keuangan harus mengungkapkan
hal-hal sebagai berikut untuk setiap golongan aset tidak berwujud, dengan
membedakan antara aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset
tidak berwujud lainnya:
1.
Masa manfaat atau tingkat
amortisasi yang digunakan. Apakah masa manfatnya terbatas atau tidak terbatas;
2.
Metode amortisasi yang
digunakan, jika aset tidak berwujud tersebut terbatas masa manfaatnya;
3.
Nilai tercatat bruto dan
akumulasi amortisasi (yang digabungkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai)
pada awal dan akhir periode;
4.
Unsur pada laporan keuangan
yang di dalamnya terdapat amortisasi aset tidak berwujud; dan
5.
Rekonsiliasi nilai tercatat
pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
1)
Penambahan aset tidak berwujud
yang terjadi, dengan mengungkapkan secara terpisah penambahan yang berasal dari
pengembangan di dalam entitas;
2)
Penghentian dan pelepasan aset
tidak berwujud;
3)
Amortisasi yang diakui selama
periode berjalan;
4)
Perubahan lainnya dalam nilai
tercatat selama periode berjalan.
Disamping informasi-informasi di atas,
entitas juga perlu melaporkan perubahan-perubahan terhadap:
1.
Periode amortisasi;
2.
Metode amortisasi; atau
3.
Nilai sisa.
Laporan
Keuangan juga harus mengungkapkan :
1.
Alasan penentuan atau faktor-faktor
penting penentuan masa manfaat suatu aset tidak berwujud;
2.
Penjelasan, nilai tercatat, dan
periode amortisasi yang tersisa dari setiap aset tidak berwujud yang material
bagi laporan keuangan secara keseluruhan;
3.
Keberadaan ATB yang dimiliki
bersama.
6.3.1 Pengeluaran Riset dan Pengembangan
Laporan Keuangan harus mengungkapkan
jumlah keseluruhan pengeluaran riset dan pengembangan yang diakui sebagai beban
dalam periode berjalan. Pengeluaran riset dan pengembangan terdiri atas semua
pengeluaran yang dapat dikaitkan secara langsung dengan kegiatan riset dan
pengembangan atau yang dapat dialokasikan, secara rasional dan konsisten pada
kegiatan-kegiatan tersebut.
6.3.2 Informasi Lain
Entitas juga perlu mengungkapkan gambaran
mengenai setiap aset tidak berwujud yang sudah sepenuhnya diamortisasi yang
masih digunakan.
7 BAB VII
ILUSTRASI
Software merupakan salah satu yang berpotensi
untuk menjadi ATB. Namun harus dipisahkan antara software yang dapat
dikategorikan menjadi ATB dan yang tidak.
Dalam suatu pembelian peralatan komputer
misalnya, terdapat software yang disebut dengan sistem operasi yang berfungsi
menjalankan peralatan komputer tersebut. Apabila peralatan komputer tersebut
tidak dilengkapi dengan sistem operasi ini maka peralatan komputer tidak dapat
menjalankan fungsinya. Untuk software yang seperti ini bukan merupakan bagian
yang terpisah dari peralatan komputer, sehingga tidak dapat dikategorikan ATB.
Apabila kemudian peralatan komputer
tersebut dilengkapi dengan software lain misalnya untuk aplikasi pengetikan dan
lain sebagainya, maka ini merupakan software yang terpisah dari peralatan
komputer yang berarti harus diakui sebagai ATB.
7.2
PATENT
Departemen Pekerjaan Umum membangun
jembatan yang merupakan hasil desain dari LIPI. Dengan digunakannya desain ini
untuk membangun jembatan tersebut, maka desain ini dapat dianggap telah
memberikan manfaat ekonomi dan mempunyai manfaat masa yang akan datang bagi
LIPI, namun oleh LIPI desain ini belum dipatenkan. Sehingga untuk pencatatannya
pada Laporan Keuangan karena sudah memenuhi kriteria, harus dimasukkan sebagai ATB
namun bukan sebagai Paten tetapi sebagai Hasil Kajian Yang Memberikan Manfaat
Masa Yang Akan Datang. Apabila nantinya pihak LIPI mendaftarkan Patennya, maka
seluruh hasil kajian yang telah dikapitalisasi termasuk biaya pendaftaran harus
dikapitalisasi menjadi Hak Paten dalam neraca. Atas hal ini pihak LIPI harus memberikan
penjelasan yang memadai mengenai pencatatan Hak Paten walaupun sertifikat
patennya belum terbit.
7.3
PENGEMBANGAN
Suatu lembaga
penelitian pemerintah mengadakan riset untuk mengembangkan peralatan dan
perlengkapan kedokteran yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi
prosedur pembedahan. Cakupan riset ini adalah meneliti perlengkapan yang
digunakan untuk menutup luka setelah pembedahan, seperti benang jahit untuk
luka bedah. Setelah melakukan penelitian selama beberapa waktu, para peneliti tersebut
menemukan kombinasi microfiber yang apabila digunakan sebagai benang jahit luka
bedah terbukti melalui test awal mempunyai daya tahan yang lebih baik
dibandingkan benang jahit luka bedah yang ada sekarang. Para peneliti percaya
bahwa benang jahit luka bedah yang baru ini sangat efektif digunakan untuk
pembedahan yang membutuhkan luka bedah yang besar.
Hasil penelitian
tersebut kemudian dipresentasikan di depan pimpinan lembaga penelitian
tersebut. Pimpinan lembaga penelitian, berdasarkan penilaian atas presentasi
tersebut kemudian memutuskan bahwa hasil kajian dan pengembangan dari proyek
ini akan meningkatkan kualitas layanan kepada pasien pembedahan dan secara
resmi menetapkan peneliti dan anggaran untuk pengembangan lebih lanjut.
Lembaga penelitian
pemerintah tersebut harus sudah mulai mengakui pengeluaran yang terkait dengan
pengembangan benang jahit luka bedah yang baru untuk dikapitalisasi dalam
neraca sejak ada keputusan resmi tersebut dari pimpinan lembaga. Pada titik
ini, kriteria khusus untuk pengakuan Hasil Kajian Yang Memberikan Manfaat dalam
Jangka Panjang sebagai ATB yang dihasilkan secara internal telah terpenuhi.
Tujuan dari proyek telah teridentifikasi yaitu pembuatan bahan untuk benang
jahit luka bedah baru. Lembaga penelitian telah menentukan bahwa hasil
pengembangan riset/kajian akan memberikan peningkatan jasa pelayanan kepada
pasien bedah di rumah sakit. Test awal dan riset lainnya yang telah dilakukan
memberikan gambaran kelayakan teknis untuk pembuatan bahan benang jahit luka bedah
yang baru. Selain itu, komitmen pimpinan lembaga penelitian dengan penetapan
peneliti dan anggaran untuk membiayai proyek tersebut menunjukkan niat,
kemampuan dan kemauan untuk melanjutkan dan menyelesaikan proyek tersebut.
Semua pengeluaran yang telah dikeluarkan sebelum keputusan resmi pimpinan
lembaga penelitian dianggap sebagai biaya pada saat terjadinya.
7.4
Pengembangan software secara internal
Berikut ini adalah contoh pengakuan
perolehan software yang melalui pengembangan internal. Pada bulan Juli 2012,
Direktorat Jenderal Pajak mengidentifikasi adanya kebutuhan aplikasi komputer
baru untuk assessment pajak. Dari bulan Juli sampai Oktober 2012 tim ini telah
melakukan beberapa pekerjaan yaitu:
·
Menentukan spesifikasi aplikasi
komputer baru melalui wawancara kepada operator aplikasi dan pengguna dari
informasi yang dihasilkan oleh aplikasi.
·
Menentukan spesifikasi sistem
untuk aplikasi baru, termasuk menilai kesesuaian antara aplikasi yang telah ada
dengan aplikasi yang terhubung misalnya sistem pelaporan keuangan.
·
Menilai sumber daya teknologi
informasi internal yang dipunyai untuk menentukan apakah aplikasi dapat
dikembangkan secara internal atau membeli aplikasi komersial.
·
Menerbitkan proposal permintaan
untuk paket aplikasi komersial dan jasa instalasi dan melaksanakan wawancara
dengan pihak penyedia barang.
Berdasarkan rekomendasi dari tim, maka
diadakan pengadaan barang dan jasa untuk pekerjaan pengembangan aplikasi
tersebut dengan nilai kontrak sebesar Rp 15 Milyar kepada Perusahaan A untuk
membeli lisensi aplikasi yang dimiliki perusahaan tersebut yang akan
dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan Ditjen Pajak. Ditjen Pajak juga
menganggarkan untuk tahun 2013 sebesar Rp 16 Milyar untuk belanja aplikasi ini.
Instalasi aplikasi dilaksanakan mulai
Januari sampai Juli 2013. Pengujian aplikasi dan hasil modifikasi selesai bulan
Oktober 2013, dimana pada titik ini dapat dikatakan bahwa aplikasi secara
substansi telah selesai dan dapat dioperasionalkan. Pemasukan informasi data
penilaian pajak 2014 kedalam aplikasi serta pelatihan kepada pengguna dan
operator aplikasi dilakukan antara bulan Oktober sampai dengan Desember 2013,
sehingga aplikasi dapat digunakan untuk tahun anggaran 2014.
Ditjen Pajak menentukan bahwa pembiayaan
keseluruhan proyek aplikasi komputer ini adalah sebesar Rp 17,15 Milyar, yang
terdiri dari:
·
Pengeluaran terkait pekerjaan
tim dari bulan Juli sampai dengan November 2012 sebesar Rp 1,5 Milyar.
·
Pengeluaran untuk pembelian
aplikasi dan jasa instalasi Rp 14,6 Milyar.
·
Pengeluaran honor dan biaya
terkait lainnya untuk pegawai yang terlibat dalam instalasi dan pengujian
aplikasi Rp 0,5 Milyar.
·
Pengeluaran untuk pelatihan
pengguna dan operator aplikasi Rp 0,3 Milyar.
·
Pengeluaran honor and biaya
terkait lainnya untuk pegawai yang terlibat dalam pemasukkan data penilaian
pajak 2014 Rp 0,25 Milyar.
Dari data-data di atas, aktifitas yang
dilakukan oleh tim harus dianggap sebagai tahapan awal proyek, dan
pengeluaran-pengeluaran yang terkait harus diperlakukan sebagai biaya pada saat
terjadinya. Sehingga, untuk tahun anggaran yang berakhir tanggal 31 Desember
2012, Ditjen Pajak akan mencatat pengeluaran yang terkait dengan kegiatan tim
sebesar Rp 1,5 Milyar sebagai biaya.
Perolehan lisensi untuk penggunaan
aplikasi komersial, modifikasi, dan instalasi serta ujicoba yang dilaksanakan
tahun 2013 harus dianggap sebagai aktifitas tahapan pengembangan aplikasi.
Pengeluaran yang terkait sebesar Rp 15,1 Milyar harus dikapitalisasi pada
neraca tahun 2013 karena tahapan awal proyek sudah selesai pada November 2012,
dan Ditjen Pajak telah menganggarkan belanja untuk pengembangan aplikasi tahun
2013 yang menunjukkan bukti komitmen mereka untuk menyelesaikan proyek
tersebut.
Aktifitas pelatihan yang dilakukan tahun
2013 harus dianggap sebagai tahapan aktifitas setelah implementasi/operasional
dan dianggap sebagai biaya saat terjadinya. Begitupun juga dengan pengeluaran
yang terkait aktifitas pemasukkan data ke dalam aplikasi harus diperlakukan
sebagai biaya saat terjadinya. Dengan demikian total dana sebesar Rp 0,55 Milyar
dari kedua aktifitas dimaksud harus dicatat sebagai biaya. ASET
TIDAK
BERWUJUD
Daftar Isi
1 BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan telah diterbitkan dan
diimplementasikannya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam rangka
penyusunan laporan keuangan pemerintah, yang disusun oleh Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan (KSAP), perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia
telah berlangsung dengan sangat dinamis serta komplikatif dengan adanya berbagai permasalahan dalam pengelolaan
keuangan pemerintahan. Oleh karenanya SAP yang telah digunakan oleh Pemerintah
Pusat maupun pemerintah daerah sebagai acuan dalam menyusun Laporan Keuangannya,
dipandang perlu dilengkapi untuk dapat memenuhi kebutuhan penyusun dan pengguna
baik Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) maupun Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD).
Beberapa permasalahan dimaksud yang cukup
memerlukan perhatian dan perlakuan tertentu, salah satunya adalah
transaksi-transaksi yang terkait dengan Aset Tidak Berwujud (ATB). Dalam PP 71/2010
Lampiran 2, ATB belum diatur secara terperinci. Paragraf 50 PSAP 01 tentang
Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa ATB merupakan bagian dari Aset Nonlancar
yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah
atau yang digunakan masyarakat umum. Kemudian pada paragraf 60 disebutkan bahwa
ATB adalah merupakan bagian dari Aset Nonlancar lainnya yang di neraca diklasifikasikan
dan disajikan sebagai Aset Lainnya. Penjelasan yang lebih terinci mengenai ATB
terdapat pada Buletin Teknis 01 mengenai Penyusunan Neraca Awal Pemerintah
Pusat. Selain definisi ATB dan penjelasan bahwa ATB merupakan bagian dari Aset
Lainnya, Buletin Teknis 01 menguraikan jenis-jenis atau cakupan dari ATB
tersebut yang meliputi; Software komputer,
lisensi dan franchise, hak cipta (copyright); paten; dan hak lainnya,
serta hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang, serta memberikan
ilustrasi dan jurnal untuk mencatat saldo awal ATB.
Dengan penjelasan yang sangat minim ini
tentu saja berpotensi pada kurang akuratnya pencatatan terhadap transaksi ATB
tersebut. Sebagai bagian dari neraca, ATB juga memerlukan standar akuntansi
untuk memberi penjelasan yang terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta
pengungkapan dan penyajian dalam laporan keuangan. Selain itu juga terdapat
kemungkinan adanya perlakuan khusus, contohnya yang terkait dengan amortisasi
dan penghentian serta penghapusannya.
Dalam praktiknya terdapat beberapa
permasalahan pencatatan ATB di beberapa Kementrian/Lembaga (K/L) maupun Pemda
antara lain dalam hal pengidentifikasian dan pencatatan hasil kajian, pengidentifikasian
dan pencatatan ATB yang diperoleh dari dana bantuan penelitian instansi lain
dan sharing dana penelitian bersama,
penilaian dan pencatatan paten, serta pengidentifikasian dan pencatatan software.
Permasalahan
yang sering timbul terkait dengan Hasil Kajian/Pengembangan adalah menentukan
bagaimana kriteria memberikan manfaat dalam jangka panjang dan yang tidak. Tidak
jelasnya batasan manfaat dalam jangka panjang yang akan diperoleh dapat
berakibat pada ketidakakuratan pencatatan yang berujung pada overstated atau understated atas nilai ATB dalam neraca.
Permasalahan lain yang timbul sehubungan
dengan ATB adalah kepemilikannya bila didanai lebih dari satu K/L. Sebagai
contoh, pada K/L yang mempunyai alokasi dana bantuan penelitian seperti
Kementerian Negara Riset dan Teknologi, yang dananya disalurkan kepada
instansi-instansi pemerintah lain untuk melakukan penelitian seperti LIPI,
BPPT, dan lainnya. Apabila hasil penelitian ini nantinya menjadi suatu ATB,
timbul pertanyaan instansi mana yang berhak mencatat ATB tersebut. Di dalam
pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih
Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan
oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan, hanya disebutkan
bahwa Kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan
oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan yang dibiayai
sepenuhnya oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah merupakan milik
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Pasal ini tidak menjelaskan mengenai
kepemilikan apabila baik pemberi dana maupun penerima dana penelitian adalah
sesama instansi pemerintah.
K/L juga sering dihadapi dengan masalah
kapan saatnya suatu ATB dapat dicatat di neraca. Pada beberapa K/L, terdapat
perbedaan dalam penilaian ATB khususnya yang terkait dengan pencatatan paten.
Kasus pada LIPI, terdapat pendapat bahwa
paten yang dicatat dalam neraca sebagai ATB adalah yang sudah tersertifikasi.
Sedangkan yang belum tersertifikasi tidak dimasukkan sebagai ATB pada neraca. Terdapat
pendapat lain bahwa semua paten baik yang tersertifikasi maupun belum harus
dicatat di neraca sebagai ATB.
Selain beberapa permasalahan di atas
masih ada permasalahan lain terkait ATB yang terjadi di Pemerintah Pusat maupun
pemerintah daerah, contohnya mengenai Software
Komputer. Kebanyakan K/L ataupun Satuan Kerja Perangkat Daerah belum mempunyai
pedoman untuk mengklasifikasikan software
komputer yang masuk kategori Peralatan dan Mesin ataupun yang masuk dan dicatat
sebagai ATB. Dengan demikian berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, maka
diperlukan pedoman teknis yang dituangkan dalam Buletin Teknis ini agar
terdapat persamaan persepsi dalam hal pengakuan, pencatatan dan pengungkapannya.
Melihat kompleksitas berbagai macam
transaksi ATB dan kemungkinan tingkat materialitas yang cukup signifikan yang
dapat mempengaruhi keakuratan laporan keuangan, maka Buletin Teknis tentang ATB
ini menjadi sangat krusial untuk disusun dan dipedomani. Tidak saja diperlukan
untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang timbul, namun juga memberikan
kepastian hukum dan menjamin kewajaran penyajian setiap transaksi ATB pada LKPP
dan LKPD.
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari Buletin Teknis ini adalah
untuk memberikan pedoman perlakuan akuntansi atas ATB yang tidak secara khusus
diatur pada satu standar atau bulletin teknis lainnya. Buletin teknis ini
mewajibkan entitas pemerintah untuk mengakui ATB jika, dan hanya jika telah
memenuhi kriteria yang ditetapkan. Buletin Teknis ini juga menguraikan
bagaimana mengukur nilai tercatat atas ATB dan menguraikan pengungkapan yang
diharuskan berkenaan dengan ATB.
1.3.2 Lingkup
Buletin teknis ini mengatur perlakuan ATB
pemerintah, kecuali:
1.
Kewenangan untuk memberikan
perijinan oleh instansi pemerintah
2.
Kewenangan untuk menarik pungutan perpajakan oleh intansi pemerintah
3.
ATB yang dimiliki untuk dijual
oleh entitas dalam rangka operasi normal (diakui sebagai persediaan)
4.
Hak pengusahaan hutan
5.
Hak pengusahaan jalan tol
6.
Hak pengelolaan suatu wilayah
7.
Hak penambangan dan pengeluaran
yang dilakukan dalam rangka eksplorasi, pengembangan dan penambangan mineral,
minnyak, gas alam, dan sumber daya lainnya yang tidak dapat diperbarui.
2 BAB II
ASET TIDAK BERWUJUD
ATB merupakan salah satu jenis aset yang berpotensi
dimiliki oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Aset ini juga sering
dihubungkan dengan hasil kegiatan entitas dalam menjalankan tugas dan fungsi
penelitian dan pengembangan dan sebagian diperoleh dari proses pengadaan dari luar
entitas. Walaupun telah banyak ATB yang diidentifikasi dimiliki pemerintah,
namun SAP belum mengatur secara memadai tentang akuntansi dan pelaporan ATB ini. Pengertian, kriteria, dan
jenis-jenis ATB harus benar-benar dipahami agar aset ini benar-benar
dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan.
Pemerintah banyak mengeluarkan sumber
daya untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka memperoleh, mengembangkan,
memelihara, dan memperkuat sumber daya tak berwujud, seperti ilmu pengetahuan,
teknologi, rancangan dan implementasi
suatu sistem atau proses yang baru, dan kekayaan intelektual. Berbagai entitas berupaya untuk terus
melakukan riset dan pengembangan, terlebih bagi entitas yang mempunyai tugas
dan fungsi melakukan kegiatan riset dan penelitian, yang sebagian besar
anggarannya dialokasikan untuk riset dan pengembangan. Namun apakah semua hasil
yang diperoleh dari kegiatan dimaksud merupakan ATB.
Secara umum, ATB didefinisikan sebagai aset
non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik. Aset
non-moneter artinya aset ini bukan merupakan kas atau setara kas atau aset yang
akan diterima dalam bentuk kas yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukan. Banyak aset, misalnya aset tetap, memiliki
bentuk fisik. Namun demikian, bentuk fisik tersebut tidak esensial untuk
menentukan keberadaan aset; karena itu, paten dan hak cipta, misalnya,
merupakan aset pemerintah apabila pemerintah dapat memperoleh manfaat ekonomi
di masa depan dan pemerintah menguasai masing-masing aset tersebut.
Sebagai salah satu unsur dari aset, ATB juga
harus memenuhi kriteria aset terlebih dahulu untuk dapat dipertanggungjawabkan
dalam laporan keuangan. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah paragraph 84
menyatakan bahwa “aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal”. Pengertian mengenai potensi manfaat ekonomi masa depan sering kali
menimbulkan keraguan dari kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk menetapkan
apakah suatu kegiatan mempunyai potensi manfaat ekonomi masa depan atau tidak.
Pengertian akan potensi manfaat ekonomi
masa depan dalam definisi aset juga diuraikan pada Kerangka Konseptual
Akuntansi Pemerintah paragraph 61 yaitu ”potensi aset tersebut untuk memberikan
sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional
pemerintah, berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah”.
Lebih jauh lagi dalam IPSAS # 1, Presentation
of Financial Statements menambahkan “service
potential” selain manfaat ekonomis dalam definisi aset.
Potensi
tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari
aktivitas operasional pemerintah. Mungkin pula
berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk
kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat
penggunaan proses produksi alternatif.
Potensi manfaat ekonomi masa depan yang
terwujud dalam aset dapat mengalir ke dalam pemerintah dengan beberapa cara.
Misalnya, aset dapat:
1.
digunakan baik sendiri maupun
bersama aset lain dalam operasional pemerintah;
2.
dipertukarkan dengan aset lain;
3. digunakan untuk menyelesaikan kewajiban
pemerintah;
Dengan
memperhatikan pengertian aset dan ATB diatas, perlu diperhatikan secara cermat bahwa
dalam menentukan suatu aset tetap harus memenuhi kriteria untuk dapat
diperlakukan sebagai ATB. Apabila hasil penilaian atas
kriteria tersebut ternyata bahwa pengeluaran tersebut tidak memenuhi pengertian
ATB sebagaimana dipersyaratkan pada bagian 2.2, maka pengeluaran biaya yang
terjadi untuk memperoleh atau mengembangkan aset secara internal dimaksud tidak
dapat diakui sebagai ATB dan seluruh biaya yang terjadi langsung dibebankan
sebagai biaya pada tahun terjadinya pengeluaran.
2.2
KRITERIA UMUM ATB
Definisi ATB mensyaratkan bahwa ATB harus
memenuhi kriteria dapat diidentifikasi, dikendalikan oleh entitas, dan
mempunyai potensi manfaat ekonomi masa depan. Masing-masing unsur tersebut
diuraikan dibawah ini.
2.2.1 Dapat Diidentifikasi
Yang dimaksud dengan kriteria dapat
identifikasi adalah:
1.
Dapat dipisahkan, artinya aset
ini memungkinkan untuk dipisahkan atau dibedakan secara jelas dari aset-aset
yang lain pada suatu entitas. Oleh karena aset ini dapat dipisahkan atau
dibedakan dengan aset yang lain, maka ATB ini dapat dijual, dipindahtangankan,
diberikan lisensi, disewakan, ditukarkan, baik secara individual maupun secara
bersama-sama. Namun demikian tidak berarti bahwa ATB baru diakui dan disajikan
di neraca jika entitas bermaksud memindahtangankan, menyewakan, atau memberikan
lisensi kepada pihak lain. Identifikasi serta pengakuan ini harus dilakukan
tanpa memperhatikan apakah entitas tersebut bermaksud melakukannya atau tidak;
atau
2.
Timbul dari kesepakatan yang
mengikat, seperti hak kontraktual atau hak hukum lainnya, tanpa memperhatikan
apakah hak tersebut dapat dipindahtangankan atau dipisahkan dari entitas atau
dari hak dan kewajiban lainnya.
Kriteria dapat dipisahkan harus digunakan
secara hati-hati, mengingat dalam perolehan aset pada suatu entitas kadang-kadang
terjadi perolehan secara gabungan. Dalam hal ATB diperoleh bersama dengan
sekelompok aset lainnya, transaksi ini bisa juga meliputi pengalihan hak hukum
yang memungkinkan entitas untuk memperoleh manfaat masa depan dari hak
tersebut. Dalam hal demikian entitas tetap harus mengidentifikasi adanya ATB
tersebut. Beberapa ATB biasanya dapat dipisahkan dengan aset lainnya, seperti
paten, hak cipta, merk dagang, dan franchise.
Sebagai ilustrasi, suatu entitas membeli
hardware, software, dan modul untuk kegiatan tertentu. Sepanjang software
tersebut dapat dipisahkan dari hardware terkait dan memberikan manfaat masa
depan maka software tersebut diidentifikasi sebagai ATB. Sebaliknya dalam hal
software komputer ternyata tidak dapat dipisahkan dari hardware yang tertentu,
tanpa adanya software tersebut hardware tidak dapat beroperasi, maka software
tersebut tidak dapat dipisahkan dengan hardware tersebut dan tidak dapat
diperlakukan sebagai ATB tetapi sebagai bagian tak terpisahkan dari hardware
dan diakui sebagai bagian dari peralatan
dan mesin.
2.2.2 Pengendalian
Selain persyaratan dapat diidentifikasi
sebagaimana diuraikan di muka, pengendalian merupakan syarat lainnya yang harus
dipenuhi. Tanpa adanya kemampuan untuk mengendalikan aset maka sumber daya
dimaksud tidak dapat diakui sebagai aset suatu entitas.
Suatu entitas disebut ”mengendalikan
aset” jika entitas memiliki kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomi masa
depan yang timbul dari aset tersebut dan dapat membatasi akses pihak lain dalam
memperoleh manfaat ekonomi dari aset tersebut.
Kemampuan untuk mengendalikan aset ini pada umumnya didasarkan pada
dokumen hukum yang sah dari lembaga yang berwenang, namun demikian dokumen hukum ini bukanlah sebagai suatu prasyarat yang wajib
dipenuhi karena mungkin masih terdapat cara lain yang digunakan entitas untuk
mengendalikan hak tersebut.
Pada suatu instansi, pemerintah bisa
memperoleh manfaat ekonomi masa depan karena adanya pengetahuan teknis yang
dimilikinya. Pengetahuan teknis ini dapat diperoleh dari riset atau
pengembangan atau mungkin dari pendidikan dan pelatihan yang dilakukan. Dalam
kondisi demikian timbul pertanyaan, apakah entitas mempunyai kemampuan untuk mengendalikan
pengetahuan teknis yang diperoleh dari riset dan pengembangan tersebut. Kemampuan untuk mengendalikan
ini harus dibuktikan dengan adanya hak cipta (copyrights), tanpa adanya hak cipta sulit bagi entitas untuk
mengendalikan sumber daya tersebut.
2.2.3 Manfaat Ekonomi Masa Depan
Karakteristik aset secara umum adalah
kemampuannya untuk dapat memberikan manfaat ekonomis dan jasa potensial (potential services). Manfaat ekonomis
dapat menghasilkan aliran masuk atas kas, setara kas, barang, atau jasa ke
pemerintah, sedangkan jasa yang melekat pada aset dapat saja memberiksan
manfaat kepada pemerintah dalam bentuk lainnya, misalnya dalam meningkatkan
pelayanan publik sebagai salah satu tujuan utama pemerintah.
Manfaat ekonomi masa depan yang
dihasilkan oleh ATB juga dapat berupa pendapatan yang diperoleh dari penjualan
barang atau jasa, penghematan biaya atau efisiensi, dan hasil lainnya seperti
pendapatan dari penyewaan, pemberian lisensi, atau manfaat lainnya yang
diperoleh dari pemanfaatan ATB. Manfaat lain ini bisa berupa peningkatan
kualitas layanan atau keluaran, proses pelayanan yang lebih cepat, atau
penurunan jumlah tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas dan
fungsi. Sebagai contoh, penerapan sistem on-line
untuk perpanjangan Surat Ijin Mengemudi (SIM Keliling) mempercepat pemrosesan
yang selanjutnya meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
ATB terus berkembang dari waktu ke waktu.
Di masa lalu ATB pada umumnya hanya dikenal di dunia komersial, seperti adanya
goodwill yang timbul dari penggabungan unit usaha, hak paten, dan hak cipta. Namun
selanjutnya ATB ini terus berkembang, termasuk yang dihasilkan oleh instansi
pemerintah.
ATB yang dimiliki dan/atau dikuasai
pemerintah dapat dibedakan berdasarkan jenis sumber daya, cara perolehan, dan masa
manfaat.
2.3.1 Jenis Sumber Daya
Berdasarkan jenis sumber daya, ATB pemerintah
dapat berupa:
1.
Software computer, yang dapat disimpan
dalam berbagai media penyimpanan seperti compact
disk, disket, pita, dan media penyimpanan lainnya;
Software computer yang masuk dalam
kategori ATB adalah software yang
bukan merupakan bagian tak terpisahkan dari hardware komputer tertentu. Jadi software ini dapat digunakan di komputer
lain. Oleh karena itu software komputer sepanjang memenuhi definisi dan kriteria
pengakuan merupakan ATB.
2. Lisensi dan franchise
Adalah izin yang diberikan pemilik Hak Paten atau Hak Cipta yang
diberikan kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu Hak Kekayaan Intelektual yang diberi
perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
3. Hak Paten, Hak Cipta.
Hak-hak ini pada dasarnya diperoleh
karena adanya kepemilikan kekayaan intelektual atau atas suatu pengetahuan
teknis atau suatu karya yang dapat menghasilkan manfaat bagi entitas. Di
samping itu dengan adanya hak ini dapat mengendalikan pemanfaatan aset tersebut
dan membatasi pihak lain yang tidak berhak untuk memanfaatkannya. Oleh karena
itu Hak Paten dan Hak Cipta sepanjang memenuhi definisi dan kriteria pengakuan merupakan
ATB.
4.
Hasil Kajian/Pengembangan Yang
Memberikan Manfaat Jangka Panjang
Hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang
adalah suatu kajian atau pengembangan yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau
sosial dimasa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai aset. Apabila
hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomis
dan/atau sosial maka tidak dapat diakui sebagai ATB.
5.
ATB dari
karya seni yang mempunyai nilai sejarah/budaya
Film, misalnya, pada dasarnya merupakan rekaman atas
suatu peristiwa yang mempunyai manfaat ataupun nilai bagi pemerintah ataupun
masyarakat. Hal ini berarti film tersebut mengandung nilai tertentu yang dapat mempunyai
manfaat di masa depan bagi pemerintah. Film/Karya Seni/Budaya biasanya
merupakan heritage ATB.
6.
ATB Dalam Pengerjaan
Suatu kegiatan perolehan ATB dalam pemerintahan, khususnya yang diperoleh
secara internal, sebelum selesai dikerjakan dan menjadi ATB, belum memenuhi
salah satu kriteria pengakuan aset yaitu digunakan untuk operasional pemerintah. Namun dalam hal
ini seperti juga aset tetap, aset ini nantinya juga
diniatkan untuk digunakan dalam pelaksanaan operasional pemerintahan, sehingga
dapat diakui sebagai bagian dari ATB.
2.3.2 Cara Perolehan
Berdasarkan cara perolehan, ATB dapat
berasal dari:
1.
Pembelian
Pembelian ATB bisa dilakukan secara terpisah (individual) maupun secara
gabungan. Hal ini akan berpengaruh pada identifikasi ATB serta pengukuran biaya
perolehan.
2.
Pengembangan secara internal
ATB dapat diperoleh melalui kegiatan
pengembangan yang dilakukan secara internal oleh suatu entitas. Perolehan
dengan cara demikian akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan tentang
identifikasi kegiatan yang masuk lingkup riset serta kegiatan-kegiatan yang
masuk lingkup pengembangan yang memenuhi definisi dan kriteria pengakuan ATB akan
dikapitalisasi menjadi harga perolehan ATB.
3.
Pertukaran
ATB dapat diperoleh melalui
pertukaran dengan aset yang dimiliki oleh suatu entitas lain.
4.
Kerjasama
Pengembangan suatu ATB yang memenuhi
definisi dan kriteria pengakuan dapat dilakukan melalui kerja sama oleh dua
entitas atau lebih. Hak dan kewajiban masing-masing entitas harus dituangkan
dalam suatu perjanjian, termasuk hak kepemilikan atas ATB yang dihasilkan. Entitas yang berhak sesuai
ketentuan yang akan mengakui kepemilikan ATB yang dihasilkan, sementara entitas
yang lain cukup mengungkapkan hak dan kewajiban yang menjadi tangungjawabnya
atas ATB tersebut.
5.
Donasi/hibah
ATB, yang memenuhi definisi dan
kriteria pengakuan, dapat berasal dari donasi atau hibah, misalnya ada suatu
perusahaan software yang memberikan software aplikasinya kepada suatu
instansi pemerintah untuk digunakan tanpa adanya imbalan yang harus diberikan.
6.
Warisan Budaya/Sejarah (intangible heritage assets)
Pemerintah dapat memegang banyak ATB
yang berasal dari warisan sejarah, budaya, atau lingkungan masa lalu. Aset ini
pada umumnya dipegang oleh instansi pemerintah dengan maksud tidak semata-mata
untuk menghasilkan pendapatan, namun ada alasan-alasan lain kenapa aset ini
dipegang oleh pemerintah, misalnya karena mempunyai nilai sejarah dan untuk
mencegah penyalahgunaan hak atas aset ini oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab. Suatu entitas harus mengidentifikasi dan mengakui aset warisan ini
sebagai ATB jika definisi dan kriteria pengakuan atas ATB telah terpenuhi.
2.3.3 Masa Manfaat
Berdasarkan masa manfaat, ATB dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
ATB dengan umur manfaat terbatas
(finite life)
Umur manfaat ATB dalam kelompok ini
dapat dibatasi dari umur atau banyaknya unit produk yang dihasilkan, yang didasarkan
pada harapan entitas untuk menggunakan aset tersebut, atau faktor hukum atau faktor ekonomis mana yang lebih pendek.
2.
ATB dengan umur manfaat yang
tak terbatas (indefinite life)
Dari berbagai faktor relevan yang ada
atas ATB, ATB tertentu diyakini tidak mempunyai batas-batas periode untuk
memberikan manfaat kepada entitas. Oleh
karena itu, atas ATB yang mempunyai umur manfaat yang tak terbatas, harus dilakukan
reviu secara berkala untuk melihat kemampuan aset tersebut dalam memberikan
manfaat.
3 BAB III
PENGAKUAN
Untuk dapat diakui sebagai ATB maka suatu
entitas harus dapat membuktikan bahwa aktivitas/kegiatan tersebut telah
memenuhi:
1.
Definisi dari ATB; dan
2.
Kriteria pengakuan.
Persyaratan ini berlaku untuk biaya yang diukur pada saat pengakuan (biaya perolehan transaksi
pertukaran atau untuk ATB yang dihasilkan dari internal entitas, atau nilai
wajar ATB pada saat diperoleh melalui transaksi yang bukan pertukaran) dan
biaya yang dikeluarkan setelah perolehan untuk menambah, mengganti atau
memeliharanya.
Sifat alamiah ATB, dalam banyak kasus,
adalah tidak adanya penambahan nilai terhadap ATB tertentu atau penggantian
dari sebagian ATB dimaksud. Oleh karena itu, kebanyakan pengeluaran setelah
perolehan dari ATB mungkin dimaksudkan untuk memelihara kemungkinan manfaat ekonomi
di masa datang atau jasa potensial yang terkandung dalam ATB dimaksud dan tidak
lagi merupakan upaya untuk memenuhi definisi ATB dan kriteria pengakuannya.
Dengan kata lain, seringkali sulit untuk mengatribusikan secara langsung pengeluaran
setelah perolehan terhadap suatu ATB tertentu sehingga diperlakukan sebagai
biaya operasional suatu entitas. Namun demikian, apabila memang terdapat
pengeluaran setelah perolehan yang dapat diatribusikan langsung terhadap ATB
tertentu, maka pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi ke dalam nilai ATB
dimaksud.
Sesuatu diakui sebagai ATB jika dan hanya jika:
1.
Kemungkinan besar diperkirakan
manfaat ekonomi di masa datang yang diharapkan atau jasa potensial yang
diakibatkan dari ATB tersebut akan mengalir kepada/dinikmati oleh entitas; dan
2.
Biaya perolehan atau nilai
wajarnya dapat diukur dengan andal.
Suatu entitas harus menilai kemungkinan
manfaat ekonomi di masa datang yang diharapkan atau jasa potensial dengan
menggunakan dukungan asumsi logis yang mewakili estimasi terbaik dari manajemen
tentang kondisi ekonomi yang akan hadir selama umur ekonomis dari ATB. Entitas
menggunakan pertimbangan untuk menilai derajat kepastian aliran manfaat ekonomi
di masa datang sebagai akibat dari penggunaan ATB dengan basis bukti-bukti yang
tersedia pada saat pengakuan awal, dengan lebih menekankan pada bukti-bukti
eksternal.
3.1.1 Pengakuan ATB yang diperoleh secara internal.
Kadangkala sulit untuk menentukan apakah
pengembangan secara internal atas ATB memenuhi prinsip-prinsip pengakuan, terutama
dalam:
1.
mengidentifikasi apakah dan
kapan aset yang diidentifikasikan tersebut akan menghasilkan manfaat ekonomi
masa depan yang diharapkan; dan
2.
menentukan biaya perolehan dari
aset tersebut secara memadai. Dalam hal tertentu, biaya untuk menghasilkan ATB
yang dikembangkan secara internal tidak dapat dipisahkan dengan biaya entitas
operasional harian pemerintah.
Oleh karenanya, untuk melengkapi
prinsip-prinsip umum pengakuan dan pengukuran diatas atas ATB, entitas harus
menerapkan persyaratan dan pedoman dibawah ini.
Untuk menentukan apakah perolehan internal ATB
memenuhi kriteria untuk pengakuan, perolehan ATB dikelompokkan dalam 2 tahap,
yaitu:
1.
Tahap penelitian atau riset
2.
Tahap pengembangan
Jika pemerintah tidak dapat membedakan
tahap penelitian/riset dengan tahap pengembangan atas aktivitas/kegiatan
internal untuk menghasilkan ATB, pemerintah harus memperlakukan seluruh pengeluaran
atas aktivitas/kegiatan tersebut sebagai pengeluaran dalam tahap
penelitian/riset.
3.1.1.1
Tahap Penelitian/Riset
Pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan/aktivitas
penelitian/riset (atau tahap penelitian/riset dari kegiatan/aktivitas internal)
tidak dapat diakui sebagai ATB. Pengeluaran-pengeluaran tersebut harus diakui
sebagai beban pada saat terjadi.
Dalam tahap penelitian/riset dari
kegiatan/aktivitas internal, pemerintah tidak/belum dapat memperlihatkan bahwa ATB telah ada dan
akan menghasilkan manfaat ekonomi masa datang. Oleh karenanya, pengeluaran ini
diakui sebagai biaya pada saat terjadi.
Contoh-contoh
dari kegiatan penelitian/riset adalah:
1. Kegiatan/aktivitas yang bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan baru (new
knowledge);
2. Pencarian untuk, evaluasi dan seleksi
akhir atas, penerapan temuan hasil penelitian atau pengetahuan lainnya;
3. Pencarian atas alternatif untuk material, peralatan,
produk, proses, sistem ataupun layanan;
4. Formula, rancangan, evaluasi dan seleksi
akhir atas alternatif yang tersedia untuk peningkatan material, peralatan, produk, proses, sistem dan layanan
3.1.1.2
Tahap Pengembangan
ATB yang timbul dari pengembangan (atau
dari tahapan pengembangan satu kegiatan internal) harus diakui jika, dan hanya jika, pemerintah dapat
memperlihatkan seluruh kondisi
dibawah ini, yaitu adanya:
1.
Kelayakan teknis atas
penyelesaian Aset Tidak Berwujud sehingga dapat tersedia untuk digunakan atau
dimanfaatkan;
2.
Keinginan untuk menyelesaikan
dan menggunakan atau memanfaatkan ATB tersebut;
3.
Kemampuan untuk menggunakan dan
memanfaatkan ATB tersebut;
4.
Manfaat ekonomi dan atau
sosial dimasa datang;
5.
Ketersediaan sumber daya
teknis, keuangan, dan lainnya yang cukup untuk menyelesaikan pengembangan dan
penggunaan atau pemanfaatkan Aset Tidak Berwujud tersebut;
6.
Kemampuan untuk mengukur secara
memadai pengeluaran-pengeluaran yang diatribusikan ke ATB selama masa
pengembangan.
Dalam tahap pengembangan atas
aktivitas/kegiatan internal, dalam beberapa kasus, kemungkinan dapat diidentifikasikan adanya ATB dan
menunjukkan bahwa aset tersebut akan menghasilkan manfaat ekonomis dimasa
datang. Hal ini dikarenakan tahap pengembangan atas suatu aktivitas/kegiatan
merupakan kelanjutan (further advance)
atas tahap penelitian/riset.
Namun apakah hasil
pengembangan tersebut nantinya akan menjadi ATB atau tidak haruslah terlebih
dahulu memenuhi kriteria di atas. Apabila telah memenuhi kriteria di atas dan
ditetapkan menjadi ATB, maka hanya pengeluaran yang
terjadi setelah seluruh kriteria tersebut tercapai yang dapat dikapitalisasi menjadi nilai perolehan, sedangkan pengeluaran
yang terjadi sebelum memenuhi kriteria tersebut dianggap sebagai beban pada saat terjadinya.
Satu hal yang paling krusial di dalam menentukan apakah sesuatu dapat
ditetapkan sebagai ATB adalah penentuan apakah aset tersebut dapat dianggap
mempunyai atau akan menghasilkan manfaat ekonomi atau sosial serta
jasa potensial di masa yang
akan datang. Untuk menetapkan apakah suatu kajian/pengembangan
menghasilkan manfaat ekonomi dan atau sosial dimasa yang akan datang, suatu
entitas harus mampu mengidentifikasi mengenai:
1.
Apa manfaat ekonomi dan atau
sosial yang akan diperoleh dari hasil kajian/pengembangan tersebut;
2.
Siapa penerima manfaat ekonomi
dan atau sosial tersebut;
3.
Apakah aset tersebut akan
digunakan oleh entitas atau pihak lain;
4.
Jangka waktu manfaat tersebut
akan diperoleh.
Contoh aktivitas-aktivitas pada tahap pengembangan adalah:
1. Desain, konstruksi dan
percobaan sebelum proses produksi prototipe atau model;
2. Desain,
konstruksi dan pengoperasian proyek percobaan proses produksi yang belum
berjalan pada skala ekonomis yang menguntungkan untuk produksi komersial;
3. Desain,
konstruksi dan percobaan beberapa alternatif pilihan, untuk bahan, peralatan,
produk, proses, sistem atau pelayanan yang sifatnya baru atau sedang
dikembangkan.
3.1.1.3 Penelitian dibiayai instansi lain
Pada praktek di
pemerintahan terdapat dana penelitian yang dimiliki oleh suatu instansi tertentu namun dana ini dapat
dipergunakan untuk membiayai penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi
atau lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan.
Sesuai dengan konsep
belanja dalam pemerintah dan konsep entitas maka entitas yang memiliki anggaran
adalah yang berhak mencatat aset apabila dari belanja yang dikeluarkan
dari anggaran tersebut menghasilkan aset walaupun penelitiannya
dilakukan oleh lembaga lain. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.
20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan
Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengembangan bahwa perguruan tinggi atau lembaga litbang yang memperoleh dana
penelitian dari pemerintah tidak dapat mengalihkan pemilikan kekayaan
intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan.
Ini menunjukkan bahwa tidak ada kontrol terhadap aset yang dihasilkan yang
merupakan salah satu kriteria untuk mengakui ATB.
Namun demikian instansi
pemerintah yang memberikan dana tidak dapat serta merta mengakui ATB tersebut,
karena sesuai dengan karakteristik pengakuan ATB yang berasal dari Penelitian
dan Pengembangan, pengakuan terhadap ATB tersebut adalah harus sesuai dengan
kriteria pengakuan yaitu pada saat pengembangan sudah dapat dianggap mempunyai
manfaat ekonomi dan/atau jasa potensial dimasa yang akan datang. Biaya
perolehan ATB yang dihasilkan secara internal dari pengembangan adalah sejumlah
pengeluaran yang dilakukan sejak tanggal ATB pertama kali memenuhi kriteria
pengakuan. Sehingga tidak semua biaya penelitian yang telah dikeluarkan diakui
sebagai ATB. Dengan demikian harus ada penjelasan yang memadai dalam Catatan
atas Laporan Keuangan mengenai hal ini.
Dengan demikian pihak perguruan
tinggi dan/atau lembaga litbang yang melakukan penelitian tidak mencatat ATB
tersebut, namun sesuai dengan pasal 10 PP 20/2005, perguruan tinggi atau lembaga
litbang tersebut adalah sebagai pengelola kekayaan intelektual serta hasil
kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukannya. Dalam pasal 11 PP
tersebut juga disebutkan bahwa perguruan tinggi dan lembaga litbang tersebut
mengupayakan perlindungan hukum atas pemilikan kekayaan intelektual serta hasil
kegiatan penelitian dan pengembangan. Dengan demikian apabila hasil penelitian
tersebut dipatenkan, dan biaya patennya dikeluarkan oleh instansi lembaga
penelitian, maka ATB berupa paten tersebut dicatat oleh lembaga penelitian
sebesar jumlah biaya patennya.
3.1.2 Perlakuan khusus untuk software komputer
Dalam pengakuan software komputer sebagai
ATB, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1.
Untuk software yang diperoleh
atau dibangun oleh internal instansi pemerintah dapat dibagi menjadi dua, yaitu
dikembangkan oleh instansi pemerintah sendiri atau oleh pihak ketiga (kontraktor).
Dalam hal dikembangkan oleh instansi pemerintah sendiri dimana biasanya sulit
untuk mengidentifikasi nilai perolehan dari software tersebut maka untuk
software seperti ini tidak perlu diakui sebagai
ATB, selain itu software seperti ini biasanya bersifat terbuka dan tidak
ada perlindungan hukum hingga dapat dipergunakan siapa saja, maka salah
kriteria dari pengakuan ATB yaitu pengendalian atas suatu aset menjadi tidak
terpenuhi. Oleh karena itu untuk software yang dibangun sendiri yang dapat
diakui sebagai ATB adalah yang dikontrakkan kepada pihak ketiga.
2.
Dalam kasus perolehan software
secara pembelian, harus dilihat secara kasus per kasus. Untuk pembelian
software yang diniatkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat oleh
pemerintah maka software seperti ini harus dicatat sebagai persediaan. Dilain
pihak apabila ada software yang dibeli oleh pemerintah untuk digunakan sendiri
namun merupakan bagian integral dari suatu hardware (tanpa software tersebut,
hardware tidak dapat dioperasikan), maka software tersebut diakui sebagai
bagian harga perolehan hardware dan dikapitalisasi sebagai peralatan dan mesin.
Biaya perolehan untuk software program yang dibeli tersendiri dan tidak terkait
dengan hardware harus dikapitalisasi sebagai ATB setelah memenuhi kriteria perolehan aset secara umum.
3.1.2.1
Perolehan secara Pengembangan
Internal
Software komputer dianggap dihasilkan
secara internal jika diperoleh atau diproduksi oleh pemerintah atau suatu
entitas yang dikontrak oleh pemerintah. Software komputer harus dianggap
dihasilkan secara internal jika dikembangkan oleh instansi pemerintah atau oleh
kontraktor pihak ketiga atas nama pemerintah.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam
pengembangan software komputer yang dihasilkan secara internal dapat dibagi
menjadi beberapa tahap sebagai berikut:
1.
Tahap awal proyek
Pada tahap ini termasuk adalah
perumusan konsep dan evaluasi alternative, penentuan teknologi yang dibutuhkan,
dan penentuan pilihan akhir terhadap alternative untuk pengembangan software
tersebut.
2.
Tahap pengembangan aplikasi
Aktifitas pada tahap ini termasuk
desain aplikasi, termasuk di dalamnya konfigurasi software dan software
interface, koding, menginstall ke hardware, testing, dan konversi data yang
diperlukan untuk mengoperasionalkan software.
3.
Tahap setelah
implementasi/operasionalisasi
Aktivitas dalam tahap ini adalah
pelatihan, konversi data yang tidak diperlukan untuk operasional software dan
pemeliharaan software.
Semua pengeluaran yang terkait dengan
aktifitas pada tahap awal proyek harus menjadi beban pada saat terjadinya.
Semua pengeluaran pada tahap pengembangan
aplikasi harus dikapitalisasi apabila memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut:
1.
Pengeluaran terjadi setelah
tahap awal proyek selesai; dan
2.
Pemerintah berkuasa dan
berjanji untuk membiayai, paling tidak untuk periode berjalan.
Semua pengeluaran
yang terkait dengan aktivitas pada tahap setelah implementasi/operasionalisasi
harus dianggap sebagai beban pada saat terjadinya.
3.1.2.2
Perolehan secara Eksternal
Untuk menentukan perlakuan akuntansi membutuhkan
identifikasi jenis, syarat dan ketentuan penggunaan terhadap software yang diperoleh
secara external tersebut. Hal-hal yang perlu diidentifikasi terlebih dahulu
adalah:
1.
Apakah harga perolehan awal dari software terdiri dari
harga pembelian software dan pembayaran untuk lisensi penggunaannya, atau hanya
pembayaran lisensi saja;
2.
Apakah ada batasan waktu/ijin penggunaan software;
3.
Berapa lama ijin penggunaan.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas maka perlakuan akuntansi
untuk software yang diperoleh secara pembelian dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.
Perolehan software yang memiliki ijin penggunaan/masa manfaat lebih dari 12 bulan,
maka nilai perolehan software dan biaya lisensinya harus dikapitalisasi sebagai ATB.
Sedangkan perolehan
software yang
memiliki ijin
penggunaan/masa manfaat kurang dari atau sampai dengan 12 bulan, maka nilai
perolehan software tidak perlu dikapitalisasi.
2.
Software yang diperoleh hanya dengan membayar ijin penggunaan/lisensi
dengan masa manfaat lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi sebagai ATB. Software yang diperoleh hanya
dengan membayar ijin penggunaan/lisensi kurang dari atau sampai dengan 12
bulan, tidak perlu dikapitalisasi.
3.
Software yang tidak memiliki pembatasan ijin penggunaan dan masa
manfaatnya lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi. Software yang tidak memiliki
pembatasan ijin penggunaan dan masa manfaatnya kurang dari atau sampai dengan
12 bulan tidak perlu dikapitalisasi.
3.1.2.3 PENGELUARAN
BERIKUTNYA
SETELAH PEROLEHAN
Pada kebanyakan kasus, sifat alamiah ATB adalah
tidak adanya penambahan nilai terhadap ATB tertentu atau penggantian dari
sebagian ATB dimaksud setelah
perolehan awal. Oleh karena itu, kebanyakan pengeluaran
setelah perolehan dari ATB mungkin dimaksudkan untuk memelihara kemungkinan
manfaat ekonomi di masa datang atau jasa potensial yang terkandung dalam ATB
dimaksud dan tidak lagi merupakan upaya untuk memenuhi definisi ATB dan
kriteria pengakuannya. Dengan kata lain, seringkali sulit untuk mengatribusikan
secara langsung pengeluaran setelah perolehan terhadap suatu ATB tertentu
sehingga diperlakukan sebagai biaya operasional suatu entitas. Namun demikian,
apabila memang terdapat pengeluaran setelah perolehan yang dapat diatribusikan
langsung terhadap ATB tertentu, maka pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi
ke dalam nilai ATB dimaksud.
Kapitalisasi terhadap pengeluaran setelah perolehan terhadap
software komputer
harus memenuhi salah satu kriteria ini:
1.
Meningkatkan fungsi software;
2.
Meningkatkan efisiensi software.
Apabila perubahan yang dilakukan tidak
memenuhi salah satu kriteria di atas maka pengeluaran harus dianggap sebagai
beban pemeliharaan pada saat terjadinya. Misalnya pengeluaran setelah perolehan terhadap
software yang sifatnya hanya mengembalikan ke kondisi semula (misalnya, pengeluaran
untuk teknisi software dalam rangka memperbaiki untuk dapat dioperasikan
kembali), tidak perlu dikapitalisasi.
Pengeluaran yang
meningkatkan masa manfaat dari software pada praktik umumnya tidak terjadi,
yang ada adalah pengeluaran untuk perpanjangan ijin penggunaan/lisensi dari
software atau up grade dari versi
yang lama menjadi yang paling mutakhir yang lebih mendekati kepada perolehan
software baru.
Berikut ini perlakuan
akuntansi untuk perpanjangan lisensi:
1.
Pengeluaran setelah perolehan berupa perpanjangan ijin penggunaan yang
kurang dari atau sampai dengan 12 bulan tidak perlu dikapitalisasi.
2.
Pengeluaran setelah perolehan berupa perpanjangan ijin penggunaan yang
lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi.
3.1.3 Perlakuan untuk hak paten
Hak Paten adalah salah satu jenis ATB
yang kemungkinan dapat dimiliki oleh Pemerintah yang perolehannya dapat berasal
dari hasil Kajian dan Pengembangan atas penelitian yang dilakukan pemerintah atau pendaftaran atas
suatu kekayaan/warisan budaya/sejarah yang dimiliki.
Untuk Hak Paten yang diperoleh untuk
melindungi terhadap kekayaan/warisan budaya/sejarah, maka atas aset ini secara
umum diakui pada saat dokumen hukum yang sah atas Hak Paten tersebut telah
diperoleh. Namun untuk mengantisipasi lamanya jangka waktu terbitnya dokumen
tersebut, maka entitas dapat mengakui sebagai Hak Paten terlebih dahulu dengan nilai sebesar biaya
pendaftarannya, kemudian memberikan penjelasan yang memadai dalam Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK).
Dalam praktek selama ini di Kementerian/Lembaga
terdapat pula beberapa perlakuan pencatatan terhadap Hak Paten dari hasil
kajian/pengembangan yang memerlukan perlakuan khusus. Untuk Hak Paten yang
dalam proses pendaftaran dan dokumen sumber belum terbit, maka entitas dapat
mengakui sebagai Hak Paten terlebih dahulu dengan nilai sebesar biaya
pendaftaran ditambah nilai Hasil Kajian/Pengembangan yang telah dikapitalisasi
sebagai ATB, kemudian memberikan penjelasan yang memadai dalam CaLK.
3.1.4 ASET TIDAK
BERWUJUD DALAM PENGERJAAN
Terdapat kemungkinan pengembangan suatu Aset
Tidak Berwujud yang diperoleh secara internal yang jangka waktu penyelesaiannya
melebihi satu tahun anggaran atau pelaksanaan pengembangannya melewati tanggal
pelaporan. Dalam hal terjadi seperti ini, maka atas pengeluaran yang telah
terjadi dalam rangka pengembangan tersebut sampai dengan tanggal pelaporan
harus diakui sebagai Aset Tidak Berwujud dalam pengerjaan (Intangible Asset-Work In Progress), dan setelah pekerjaan selesai
kemudian akan direklasifikasi menjadi Aset Tidak Berwujud yang bersangkutan.
4
BAB IV
PENGUKURAN
Secara umum, ATB pada awalnya diukur
dengan harga perolehan, kecuali ketika ATB diperoleh dengan cara selain
pertukaran yang awalnya diukur dengan nilai wajar.
4.1.1 Pengukuran ATB yang Diperoleh secara External
4.1.1.1
Pembelian
Secara umum, harga yang harus dibayar
entitas untuk memperoleh suatu ATB akan mencerminkan harapan mengenai
kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang dharapkan dimasa datang atau jasa
potensial yang melekat pada aset tersebut akan mengalir masuk kedalam entitas
tersebut. Dengan kata lain, entitas pemerintah mengharapkan adanya manfaat
ekonomi ataupun jasa potensial yang mengalir masuk. Oleh karenanya, kriteria
pengakuan umum harus dapat dipenuhi dalam perolehan ini.
ATB yang diperoleh melalui pembelian
dinilai berdasarkan biaya perolehan.
Bila ATB diperoleh secara
gabungan, harus dihitung nilai per masing-masing aset, yaitu dengan
mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar
masing-masing aset yang bersangkutan.
Biaya untuk memperoleh ATB dengan
pembelian biasanya dapat diukur secara memadai, khususnya bila berkenaan dengan
kas atau aset moneter lainnya.
Biaya untuk memperoleh ATB dengan
pembelian terdiri dari:
1.
Harga beli, termasuk biaya
import dan pajak-pajak, setelah dikurangi dengan potongan harga dan rabat;
2.
Setiap biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang
membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
Contoh dari biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung adalah:
1.
Biaya staff yang timbul secara
langsung agar aset tersebut dapat digunakan;
2.
Biaya professional yang timbul
secara langsung agar aset tersebut dapat digunakan;
3.
Biaya pengujian untuk menjamin
aset tersebut dapat berfungsi secara baik.
Contoh dari biaya yang bukan merupakan
unsur ATB adalah:
1.
Biaya untuk memperkenalkan
produk atau jasa baru (termasuk biaya advertising dan promosi);
2.
Biaya untuk melaksanakan
operasi pada lokasi baru atau sehubungan dengan pemakai (user) baru atas suatu jasa (misalnya biaya pelatihan pegawai);
3.
Biaya administrasi dan overhead umum lainnya.
Biaya-biaya perolehan ATB dalam nilai
tercatat (carrying amount) atas ATB
diakui sampai aset tersebut dalam kondisi yang mempunyai kemampuan untuk beroperasi
seperti yang diinginkan oleh manajemen. Oleh karenanya, biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk menggunakan dan memanfaatkan ATB bukan merupakan bagian dari
nilai tercatat ATB.
4.1.1.2
Pertukaran
Perolehan ATB dari pertukaran aset yang
dimiliki entitas dinilai sebesar nilai wajar dari aset yang diserahkan. Apabila
terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang
dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang sama sehingga pengukuran dinilai
sebesar aset yang dipertukarkan ditambah dengan kas yang diserahkan.
4.1.1.3
Kerjasama
Hasil berupa ATB dari kerjasama antar dua
entitas atau lebih disajikan berdasarkan biaya perolehannya dan dicatat pada
entitas yang menerima ATB tersebut sesuai dengan perjanjian dan atau peraturan yang berlaku.
4.1.1.4
Donasi/hibah
ATB yang diperoleh dari donasi/hibah
harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. Penyerahan ATB tersebut
akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya secara
hukum, seperti adanya akta hibah.
4.1.2 Pengembangan secara internal
ATB yang diperoleh dari pengembangan
secara internal, misalnya hasil dari kegiatan pengembangan yang memenuhi syarat
pengakuan, nilai perolehannya diakui sebesar biaya perolehan yang meliputi biaya yang dikeluarkan sejak ditetapkannya
ATB tersebut memiliki masa manfaat di masa yang akan datang.
Pengeluaran
atas unsur tidak berwujud yang awalnya telah diakui oleh entitas sebagai beban
tidak boleh diakui sebagai bagian dari harga perolehan ATB di kemudian hari.
Terhadap
ATB yang dihasilkan dari pengembangan software komputer yang memerlukan tiga
tahap sebagaimana dimaksud dalam Bab III Aspek Pengakuan mengenai Perlakuan
khusus untuk software komputer, maka tahap yang dapat dilakukan kapitalisasi
adalah tahap pengembangan aplikasi, bila telah memenuhi kriteria dimaksud.
Kapitalisasi dinilai sebesar pengeluarannya.
4.1.3 Aset budaya/bersejarah tak berwujud (intangible heritage assets)
ATB yang berasal dari aset bersejarah (heritage
assets) tidak diharuskan untuk
disajikan di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan
atas Laporan Keuangan. Namun apabila ATB bersejarah tersebut didaftarkan untuk
memperoleh hak paten maka hak patennya dicatat di neraca sebesar nilai
pendaftarannya.
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, sifat alamiah ATB, dalam banyak kasus, adalah tidak adanya
penambahan nilai terhadap ATB tertentu atau penggantian dari sebagian ATB
dimaksud. Oleh karena itu, kebanyakan pengeluaran setelah perolehan dari ATB
mungkin dimaksudkan untuk memelihara kemungkinan manfaat ekonomi di masa datang
atau jasa potensial yang terkandung dalam ATB dimaksud dan tidak lagi merupakan
upaya untuk memenuhi definisi ATB dan kriteria pengakuannya. Dengan kata lain,
seringkali sulit untuk mengatribusikan secara langsung pengeluaran setelah
perolehan terhadap suatu ATB tertentu sehingga diperlakukan sebagai biaya
operasional suatu entitas. Namun demikian, apabila memang terdapat pengeluaran
setelah perolehan yang dapat diatribusikan langsung terhadap ATB tertentu, maka
pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi ke dalam nilai ATB dimaksud. Biaya yang telah
Dibebankan Tidak Dapat Diakui sebagai Aset
5
BAB V
AMORTISASI, PENURUNAN NILAI, PENGHENTIAN DAN PELEPASAN ATB
Amortisasi
adalah penyusutan terhadap ATB yang dialokasikan secara sistematis dan rasional selama masa manfaatnya. Masa
manfaat ATB dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang semuanya harus
diperhitungkan dalam penetapan periode amortisasi. Masa manfaat tersebut dapat
dibatasi oleh ketentuan hukum, peraturan, atau kontrak.
Untuk
menerapkan amortisasi, sebuah
entitas harus menilai apakah masa manfaat suatu aset tidak berwujud adalah terbatas atau tak terbatas dan, jika terbatas,
jangka waktu atau jumlah produksi atau jumlah unit serupa yang dihasilkan,
selama masa manfaat. Suatu aset tidak berwujud diakui entitas memiliki masa
manfaat tak terbatas jika, berdasarkan analisis dari seluruh faktor relevan,
tidak ada batas yang terlihat pada saat ini atas periode yang mana aset
diharapkan menghasilkan arus kas neto bagi entitas.
Amortisasi suatu aset tidak berwujud
dengan masa manfaat terbatas tidak berakhir jika aset tersebut tidak lagi
digunakan, kecuali aset tersebut sudah sepenuhnya disusutkan atau digolongkan
sebagai aset yang dimiliki untuk dijual.
Dalam hal manfaat ekonomis yang
terkandung dalam suatu ATB terserap dalam menghasilkan aset lain, maka beban
amortisasi merupakan bagian dari harga pokok aset lain tersebut dan dimasukkan
ke dalam jumlah tercatatnya.
5.1.1 Metode Amortisasi
Amortisasi dapat dilakukan dengan
berbagai metode seperti metode garis lurus, metode saldo menurun dan metode
unit produksi. Metode yang digunakan dipilih berdasarkan pola konsumsi manfaat
ekonomi masa depan yang diharapkan dan diterapkan secara konsisten dari periode
ke periode lainnya, kecuali terdapat perubahan dalam perkiraan pola konsumsi
tersebut.
Metode amortisasi yang digunakan harus
menggambarkan pola konsumsi entitas atas manfaat ekonomis masa depan yang
diharapkan. Jika pola
tersebut tidak dapat ditentukan secara andal, digunakan metode garis lurus.
Amortisasi yang dibebankan setiap periode disajikan dengan menyesuaikan akun ATB
dan akun diinvestasikan pada Aset
Lainnya.
Periode amortisasi dan metode amortisasi
ditinjau setidaknya setiap akhir tahun buku. Jika perkiraan masa manfaat aset
berbeda secara signifikan dengan estimasi–estimasi sebelumnya, periode
amortisasi harus disesuaikan. Jika terjadi perubahan yang signifikan dalam
perkiraan pola konsumsi manfaat ekonomis dari ATB, metode amortisasi harus disesuaikan
untuk mencerminkan pola yang berubah tersebut. Seiring berjalannya waktu, pola manfaat ekonomis
masa depan yang diharapkan mengalir ke entitas dari suatu aset tidak berwujud
dapat berubah. Misalnya, dapat timbul indikasi bahwa metode amortisasi saldo
menurun ternyata lebih tepat jika dibandingkan dengan metode garis lurus.
Contoh lainnya adalah apabila penggunaan hak yang diperoleh melalui suatu
lisensi ditangguhkan menunggu tindakan/putusan pada komponen lainnya dari suatu
rencana kegiatan, manfaat ekonomis yang timbul dari aset tersebut mungkin tidak diterima
hingga periode berikutnya.
5.1.2 Amortisasi untuk aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas
Amortisasi hanya dapat
diterapkan atas ATB yang memiliki masa manfaat terbatas dan pada umumnya
ditetapkan dalam jumlah yang sama pada periode, atau dengan suatu basis alokasi
garis lurus.
Aset tidak berwujud dengan masa manfaat
yang terbatas (seperti
paten, hak cipta, waralaba dengan masa manfaat terbatas, dll) harus diamortisasi selama masa manfaat atau masa secara hukum mana yang lebih pendek.
Nilai sisa dari ATB dengan masa manfaat
yang terbatas harus diasumsikan bernilai nihil, kecuali:
1.
Terdapat komitmen dari pihak
ketiga yang akan mengambil alih ATB pada akhir masa manfaat; atau
2.
Terdapat pasar aktif atas aset
tersebut dan:
1)
Nilai sisa dapat ditentukan dari
referensi pasar tersebut
2)
Besar kemungkinannya bahwa
pasar tersebut masih ada pada akhir masa manfaat
Jumlah amortisasi ATB dengan masa manfaat
yang terbatas dihitung setelah dikurangi nilai sisa. Nilai sisa selain nihil
mengindikasikan bahwa entitas mengharapkan untuk melepas ATB tersebut sebelum
akhir masa ekonominya.
5.1.3
Amortisasi untuk aset
tidak berwujud dengan masa manfaat tak terbatas
Aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas (seperti goodwill, merek
dagang, waralaba dengan kehidupan yang tak terbatas, abadi waralaba, dll) tidak
boleh diamortisasi.
Masa manfaat suatu aset tidak berwujud
yang tidak diamortisasi harus ditelaah setiap periode untuk menentukan apakah
kejadian atau keadaan dapat terus mendukung masa manfaat aset tetap tak
terbatas. Jika tidak,
perubahan masa manfaat yang muncul dari tak terbatas menjadi terbatas harus
dibukukan atau sesuai dengan perubahan dalam perkiraan akuntansi.
Suatu aset
turun nilainya jika nilai tercatatnya melebihi nilai yang dapat diperoleh
kembali. Penurunan nilai aset tersebut diakui sebagai kerugian dalam laporan
keuangan. Kadang hal-hal yang terjadi setelah pembelian aset dan sebelum
berakhirnya estimasi masa manfaat menjadi penyebab yang menurunkan nilai aset
dan memerlukan penghapusan segera. Dengan demikian untuk menurunkan nilai aset
tidak harus dengan membuat alokasi biaya perolehan yang normal sepanjang
periode tertentu.
Suatu entitas
disyaratkan untuk menguji aset tidak berwujud dengan masa manfaat tak terbatas
untuk penurunan nilai dengan membandingkan jumlah terpulihkan dengan jumlah
tercatatnya, yang dapat dilakukan setiap tahun; atau kapanpun terdapat indikasi
bahwa aset tidak berwujud mengalami penurunan nilai. Walaupun keputusan
mengenai apakah akan mengakui penurunan nilai dari aktiva operasi bukanlah
suatu hal yang mudah.
Suatu aset
ditinjau kembali untuk kemungkinan adanya penurunan nilai ketika ada perubahan
yang material dalam cara aset tersebut digunakan atau dalam lingkungan usaha.
Bila nilai pasar aset telah turun, maka suatu pengujian penurunan nilai harus
dilakukan.
Pengungkapan
harus memuat suatu penjelasan atas asset yang mengalami penurunan nilai,
penjelasan tentang asumsi pengukuran dan segmen usaha yang terkena dampaknya.
Kerugian karena penurunan nilai harus dimasukkan sebagai bagian dari pendapatan
operasional, dan catatan yang mengungkapkan jumlah harus dibuat jika kerugian
penurunan nilai tidak ditunjukan sebagai bagian perkiraan laporan pendapatan.
Mengkaji ulang
masa manfaat aset tidak berwujud dari tak terbatas menjadi terbatas merupakan
salah satu indikasi kemungkinan aset mengalami penurunan nilai. Sebagai
hasilnya, entitas menguji aset atas penurunan nilai dengan membandingkan jumlah
terpulihkan
5.3
PENGHENTIAN DAN PELEPASAN ATB
ATB
diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam mendukung kegiatan operasional
pemerintah. Namun demikian, pada saatnya
suatu ATB harus dihentikan dari
penggunaannya. Beberapa keadaan dan
alasan penghentian ATB antara lain adalah penjualan, pertukaran, hibah, atau berakhirnya masa manfaat ATB
sehingga perlu diganti dengan yang baru. Secara umum, penghentian ATB dilakukan
pada saat dilepaskan atau ATB tersebut tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa
depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya.
Pelepasan
ATB dilingkungan pemerintah lazim disebut sebagai pemindahtanganan. Sesuai
dengan PMK Nomor 96/PMK.08/2007 tentang pengelolaan BMN, pemerintah dapat
melakukan pemindahtanganan BMN yang di dalamnya termasuk ATB dengan cara:
1.
dijual;
2.
dipertukarkan;
3.
dihibahkan; atau
4.
dijadikan penyertaan modal
negara/daerah.
Apabila
suatu ATB tidak dapat digunakan karena ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan
kebutuhan organisasi yang makin berkembang, rusak berat, atau masa kegunaannya telah
berakhir, maka ATB tersebut hakekatnya tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa
depan, sehingga penggunaannya harus dihentikan.
Selanjutnya, terhadap aset tersebut secara akuntansi dapat dilepaskan,
namun harus melalui proses yang dalam terminologi PMK Nomor 96/PMK.08/2007
tentang pengelolaan BMN disebut penghapusan.
Apabila
suatu ATB dihentikan dari penggunaannya, baik karena dipindahtangankan maupun
karena berakhirnya masa manfaat/tidak lagi memiliki manfaat ekonomi, maka
pencatatan akun ATB yang bersangkutan harus ditutup.
Dalam
hal penghentian ATB merupakan akibat dari pemindahtanganan dengan cara dijual
atau dipertukarkan sehingga pada saat terjadinya transaksi belum seluruh
nilai buku ATB yang bersangkutan habis disusutkan, maka selisih antara harga
jual atau harga pertukarannya dengan nilai buku ATB terkait diperlakukan
sebagai penambah atau pengurang ekuitas dana. Penerimaan kas akibat penjualan
dibukukan sebagai pendapatan dan dilaporkan pada Laporan Realisasi Anggaran.
6 BAB VI
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN
Ilustrasi pencatatan Aset Tidak Berwujud adalah sebagai berikut:
Pemerintah Daerah X telah membeli Hak Paten atas Temuan yang berhubungan dengan
penggunaan dan pemanfaatan mesin pengelola sampah menjadi pupuk dari Perusahaan
Y. Perusahaan dimaksud menjual hak paten tersebut dengan nilai Rp. 1
milyar kepada Pemda X.
Jurnal akuntansi nya adalah:
No
|
Kode Akun
|
Uraian
|
Debet
|
Kredit
|
XXX
|
Aset Lainnya- Aset Tidak Berwujud
|
1 milyar
|
||
XXX
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
1 milyar
|
Instansi B telah berhasil membuat disain
struktur jembatan dan disain tersebut telah digunakan oleh Instansi lain bahkan
perusahaan swasta untuk membuat jembatan di Indonesia. Instansi telah mengembangkan
disain tersebut dengan biaya keseluruhan Rp. 700 juta.
Jurnal akuntansinya adalah:
No
|
Kode Akun
|
Uraian
|
Debet
|
Kredit
|
XXX
|
Aset Lainnya- Aset Tidak Berwujud
|
700 juta
|
||
XXX
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
700 juta
|
Instansi X telah mendapat hibah dari
perusahaan software berupa software yang dapat digunakan oleh Instansi itu
sendiri atau dapat digunakan oleh pihak lain namun Instansi tersebut
mendapatkan imbalan secara ekonomi. Nilai software tersebut telah diestimasi
dan didapat nilai untuk software yang dihibahkan itu sejumlah Rp 1,5 milyar.
Jurnal akuntansinya:
No
|
Kode Akun
|
Uraian
|
Debet
|
Kredit
|
XXX
|
Aset Lainnya- Aset Tidak Berwujud
|
1,5 milyar
|
||
XXX
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
1,5 milyar
|
Sebagaimana Lampiran III B Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang SAP dan Buletin Teknis 01 tentang
Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat, ATB disajikan dalam neraca sebagai
bagian dari “Aset Lainnya”.
NERACA
Per 31 Desember 20X1
ASET
|
KEWAJIBAN
|
||||
Aset Lancar
|
Kewajiban Jangka Pendek
|
||||
…………….
|
Kewajiban Jangka Panjang
|
||||
Aset Tetap
|
|||||
……………..
|
EKUITAS DANA
|
||||
Aset Lainnya
|
XXX
|
…………………..
|
|||
Aset
Tidak Berwujud
|
XXX
|
Dinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
XXX
|
6.3
PENGUNGKAPAN
ATB
Laporan keuangan harus mengungkapkan
hal-hal sebagai berikut untuk setiap golongan aset tidak berwujud, dengan
membedakan antara aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset
tidak berwujud lainnya:
1.
Masa manfaat atau tingkat
amortisasi yang digunakan. Apakah masa manfatnya terbatas atau tidak terbatas;
2.
Metode amortisasi yang
digunakan, jika aset tidak berwujud tersebut terbatas masa manfaatnya;
3.
Nilai tercatat bruto dan
akumulasi amortisasi (yang digabungkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai)
pada awal dan akhir periode;
4.
Unsur pada laporan keuangan
yang di dalamnya terdapat amortisasi aset tidak berwujud; dan
5.
Rekonsiliasi nilai tercatat
pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
1)
Penambahan aset tidak berwujud
yang terjadi, dengan mengungkapkan secara terpisah penambahan yang berasal dari
pengembangan di dalam entitas;
2)
Penghentian dan pelepasan aset
tidak berwujud;
3)
Amortisasi yang diakui selama
periode berjalan;
4)
Perubahan lainnya dalam nilai
tercatat selama periode berjalan.
Disamping informasi-informasi di atas,
entitas juga perlu melaporkan perubahan-perubahan terhadap:
1.
Periode amortisasi;
2.
Metode amortisasi; atau
3.
Nilai sisa.
Laporan
Keuangan juga harus mengungkapkan :
1.
Alasan penentuan atau faktor-faktor
penting penentuan masa manfaat suatu aset tidak berwujud;
2.
Penjelasan, nilai tercatat, dan
periode amortisasi yang tersisa dari setiap aset tidak berwujud yang material
bagi laporan keuangan secara keseluruhan;
3.
Keberadaan ATB yang dimiliki
bersama.
6.3.1 Pengeluaran Riset dan Pengembangan
Laporan Keuangan harus mengungkapkan
jumlah keseluruhan pengeluaran riset dan pengembangan yang diakui sebagai beban
dalam periode berjalan. Pengeluaran riset dan pengembangan terdiri atas semua
pengeluaran yang dapat dikaitkan secara langsung dengan kegiatan riset dan
pengembangan atau yang dapat dialokasikan, secara rasional dan konsisten pada
kegiatan-kegiatan tersebut.
6.3.2 Informasi Lain
Entitas juga perlu mengungkapkan gambaran
mengenai setiap aset tidak berwujud yang sudah sepenuhnya diamortisasi yang
masih digunakan.
7 BAB VII
ILUSTRASI
Software merupakan salah satu yang berpotensi
untuk menjadi ATB. Namun harus dipisahkan antara software yang dapat
dikategorikan menjadi ATB dan yang tidak.
Dalam suatu pembelian peralatan komputer
misalnya, terdapat software yang disebut dengan sistem operasi yang berfungsi
menjalankan peralatan komputer tersebut. Apabila peralatan komputer tersebut
tidak dilengkapi dengan sistem operasi ini maka peralatan komputer tidak dapat
menjalankan fungsinya. Untuk software yang seperti ini bukan merupakan bagian
yang terpisah dari peralatan komputer, sehingga tidak dapat dikategorikan ATB.
Apabila kemudian peralatan komputer
tersebut dilengkapi dengan software lain misalnya untuk aplikasi pengetikan dan
lain sebagainya, maka ini merupakan software yang terpisah dari peralatan
komputer yang berarti harus diakui sebagai ATB.
7.2
PATENT
Departemen Pekerjaan Umum membangun
jembatan yang merupakan hasil desain dari LIPI. Dengan digunakannya desain ini
untuk membangun jembatan tersebut, maka desain ini dapat dianggap telah
memberikan manfaat ekonomi dan mempunyai manfaat masa yang akan datang bagi
LIPI, namun oleh LIPI desain ini belum dipatenkan. Sehingga untuk pencatatannya
pada Laporan Keuangan karena sudah memenuhi kriteria, harus dimasukkan sebagai ATB
namun bukan sebagai Paten tetapi sebagai Hasil Kajian Yang Memberikan Manfaat
Masa Yang Akan Datang. Apabila nantinya pihak LIPI mendaftarkan Patennya, maka
seluruh hasil kajian yang telah dikapitalisasi termasuk biaya pendaftaran harus
dikapitalisasi menjadi Hak Paten dalam neraca. Atas hal ini pihak LIPI harus memberikan
penjelasan yang memadai mengenai pencatatan Hak Paten walaupun sertifikat
patennya belum terbit.
7.3
PENGEMBANGAN
Suatu lembaga
penelitian pemerintah mengadakan riset untuk mengembangkan peralatan dan
perlengkapan kedokteran yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi
prosedur pembedahan. Cakupan riset ini adalah meneliti perlengkapan yang
digunakan untuk menutup luka setelah pembedahan, seperti benang jahit untuk
luka bedah. Setelah melakukan penelitian selama beberapa waktu, para peneliti tersebut
menemukan kombinasi microfiber yang apabila digunakan sebagai benang jahit luka
bedah terbukti melalui test awal mempunyai daya tahan yang lebih baik
dibandingkan benang jahit luka bedah yang ada sekarang. Para peneliti percaya
bahwa benang jahit luka bedah yang baru ini sangat efektif digunakan untuk
pembedahan yang membutuhkan luka bedah yang besar.
Hasil penelitian
tersebut kemudian dipresentasikan di depan pimpinan lembaga penelitian
tersebut. Pimpinan lembaga penelitian, berdasarkan penilaian atas presentasi
tersebut kemudian memutuskan bahwa hasil kajian dan pengembangan dari proyek
ini akan meningkatkan kualitas layanan kepada pasien pembedahan dan secara
resmi menetapkan peneliti dan anggaran untuk pengembangan lebih lanjut.
Lembaga penelitian
pemerintah tersebut harus sudah mulai mengakui pengeluaran yang terkait dengan
pengembangan benang jahit luka bedah yang baru untuk dikapitalisasi dalam
neraca sejak ada keputusan resmi tersebut dari pimpinan lembaga. Pada titik
ini, kriteria khusus untuk pengakuan Hasil Kajian Yang Memberikan Manfaat dalam
Jangka Panjang sebagai ATB yang dihasilkan secara internal telah terpenuhi.
Tujuan dari proyek telah teridentifikasi yaitu pembuatan bahan untuk benang
jahit luka bedah baru. Lembaga penelitian telah menentukan bahwa hasil
pengembangan riset/kajian akan memberikan peningkatan jasa pelayanan kepada
pasien bedah di rumah sakit. Test awal dan riset lainnya yang telah dilakukan
memberikan gambaran kelayakan teknis untuk pembuatan bahan benang jahit luka bedah
yang baru. Selain itu, komitmen pimpinan lembaga penelitian dengan penetapan
peneliti dan anggaran untuk membiayai proyek tersebut menunjukkan niat,
kemampuan dan kemauan untuk melanjutkan dan menyelesaikan proyek tersebut.
Semua pengeluaran yang telah dikeluarkan sebelum keputusan resmi pimpinan
lembaga penelitian dianggap sebagai biaya pada saat terjadinya.
7.4
Pengembangan software secara internal
Berikut ini adalah contoh pengakuan
perolehan software yang melalui pengembangan internal. Pada bulan Juli 2012,
Direktorat Jenderal Pajak mengidentifikasi adanya kebutuhan aplikasi komputer
baru untuk assessment pajak. Dari bulan Juli sampai Oktober 2012 tim ini telah
melakukan beberapa pekerjaan yaitu:
·
Menentukan spesifikasi aplikasi
komputer baru melalui wawancara kepada operator aplikasi dan pengguna dari
informasi yang dihasilkan oleh aplikasi.
·
Menentukan spesifikasi sistem
untuk aplikasi baru, termasuk menilai kesesuaian antara aplikasi yang telah ada
dengan aplikasi yang terhubung misalnya sistem pelaporan keuangan.
·
Menilai sumber daya teknologi
informasi internal yang dipunyai untuk menentukan apakah aplikasi dapat
dikembangkan secara internal atau membeli aplikasi komersial.
·
Menerbitkan proposal permintaan
untuk paket aplikasi komersial dan jasa instalasi dan melaksanakan wawancara
dengan pihak penyedia barang.
Berdasarkan rekomendasi dari tim, maka
diadakan pengadaan barang dan jasa untuk pekerjaan pengembangan aplikasi
tersebut dengan nilai kontrak sebesar Rp 15 Milyar kepada Perusahaan A untuk
membeli lisensi aplikasi yang dimiliki perusahaan tersebut yang akan
dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan Ditjen Pajak. Ditjen Pajak juga
menganggarkan untuk tahun 2013 sebesar Rp 16 Milyar untuk belanja aplikasi ini.
Instalasi aplikasi dilaksanakan mulai
Januari sampai Juli 2013. Pengujian aplikasi dan hasil modifikasi selesai bulan
Oktober 2013, dimana pada titik ini dapat dikatakan bahwa aplikasi secara
substansi telah selesai dan dapat dioperasionalkan. Pemasukan informasi data
penilaian pajak 2014 kedalam aplikasi serta pelatihan kepada pengguna dan
operator aplikasi dilakukan antara bulan Oktober sampai dengan Desember 2013,
sehingga aplikasi dapat digunakan untuk tahun anggaran 2014.
Ditjen Pajak menentukan bahwa pembiayaan
keseluruhan proyek aplikasi komputer ini adalah sebesar Rp 17,15 Milyar, yang
terdiri dari:
·
Pengeluaran terkait pekerjaan
tim dari bulan Juli sampai dengan November 2012 sebesar Rp 1,5 Milyar.
·
Pengeluaran untuk pembelian
aplikasi dan jasa instalasi Rp 14,6 Milyar.
·
Pengeluaran honor dan biaya
terkait lainnya untuk pegawai yang terlibat dalam instalasi dan pengujian
aplikasi Rp 0,5 Milyar.
·
Pengeluaran untuk pelatihan
pengguna dan operator aplikasi Rp 0,3 Milyar.
·
Pengeluaran honor and biaya
terkait lainnya untuk pegawai yang terlibat dalam pemasukkan data penilaian
pajak 2014 Rp 0,25 Milyar.
Dari data-data di atas, aktifitas yang
dilakukan oleh tim harus dianggap sebagai tahapan awal proyek, dan
pengeluaran-pengeluaran yang terkait harus diperlakukan sebagai biaya pada saat
terjadinya. Sehingga, untuk tahun anggaran yang berakhir tanggal 31 Desember
2012, Ditjen Pajak akan mencatat pengeluaran yang terkait dengan kegiatan tim
sebesar Rp 1,5 Milyar sebagai biaya.
Perolehan lisensi untuk penggunaan
aplikasi komersial, modifikasi, dan instalasi serta ujicoba yang dilaksanakan
tahun 2013 harus dianggap sebagai aktifitas tahapan pengembangan aplikasi.
Pengeluaran yang terkait sebesar Rp 15,1 Milyar harus dikapitalisasi pada
neraca tahun 2013 karena tahapan awal proyek sudah selesai pada November 2012,
dan Ditjen Pajak telah menganggarkan belanja untuk pengembangan aplikasi tahun
2013 yang menunjukkan bukti komitmen mereka untuk menyelesaikan proyek
tersebut.
Aktifitas pelatihan yang dilakukan tahun
2013 harus dianggap sebagai tahapan aktifitas setelah implementasi/operasional
dan dianggap sebagai biaya saat terjadinya. Begitupun juga dengan pengeluaran
yang terkait aktifitas pemasukkan data ke dalam aplikasi harus diperlakukan
sebagai biaya saat terjadinya. Dengan demikian total dana sebesar Rp 0,55 Milyar
dari kedua aktifitas dimaksud harus dicatat sebagai biaya.
Suatu satker pemerintah berencana untuk
memperpanjang lisensi pemakaian aplikasi antivirus yang akan segera habis masa
pakainya. Perpanjangan lisensi pemakaian antivirus ini adalah untuk masa dua
tahun. Oleh karena perolehan perpanjangan lisensi ini lebih dari 12 bulan maka
pengeluaran untuk memperolehnya harus dikapitalisasi.
Suatu satker pemerintah berencana untuk
memperpanjang lisensi pemakaian aplikasi antivirus yang akan segera habis masa
pakainya. Perpanjangan lisensi pemakaian antivirus ini adalah untuk masa dua
tahun. Oleh karena perolehan perpanjangan lisensi ini lebih dari 12 bulan maka
pengeluaran untuk memperolehnya harus dikapitalisasi.
0 komentar:
Posting Komentar